Laman

Rabu, 29 Mei 2013

TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM

Nama                                       : Said Firdaus Abbas
Nim                                         : 140 607 258
Fak/ Jurusan                            : Syari’ah / SJS (Jinayah Was Siyasah)
Tanggal Sidang Munaqasyah    : Kamis / 14 Juli 2011
Lulus Dengan Nilai                   : A
Tebal Skripsi                           : 70 halaman
Pembimbing  I                         : Drs.H.Abdul Gani Isa, SH., M.Ag
Pembimbing  II                        : Muhammad Arifin, S.Hi., M.Ag

ABSTRAK


Penelitian yang berjudul Tindak Pidana Pornografi Dalam Perspektif Hukum Positif Ditinjau Menurut Hukum Islam bertujuan antara lain: pertama untuk mengetahui pornografi sebagai sanksi tindak pidana dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi dan bentuk serta kriteria yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pornografi. Pornografi yaitu materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, dan membangkitkan nafsu birahi sebagai akibat timbulnya sifat negatif terhadap masyarakat. Tujuan kedua untuk mengetahui pornografi dalam hukum Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode penelitian dengan tahapan yakni yang pertama melakukan pendekatan masalah secara yuridis normatif dan komperatif  terhadap bahan hukum, yang kedua teknik pengumpulan bahan hukum, yang ketiga analisa bahan hukum. Pertama yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah pornografi termasuk tindak pidana kesusilaan dalam KUHP karena secara gramatikal (gramatical interpretation) unsur-unsur yang terkandung dalam doktrin para ahli hukum dan S.K No. 031/PA/5/1969 adalah sama dengan unsur-unsur obyektif pada Pasal 282, 283, 532 dan 533 KUHP.  Begitu pula pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, dimana yang dapat dijerat dalam Undang-Undang ini adalah: produsen atau penyedia jasa, pengguna jasa pornografi, fasilitator dalam kegiatan pornografi, penikmat pornografi, orang sebagai obyek pornografi. Kedua, Hukum Islam mengenai pengaturan masalah pornografi ditinjau dari al-Qur’an dan hadits lebih bersifat larangan seperti dalam Surat an-Nur ayat 30, 31, Surat al- Isra’ ayat 32, dan Surat al- Ahzab 59, dan hadits-hadits. Larangan tersebut menunjukkan bahwa umat Islam tidak boleh mendekati perbuatan zina, seperti halnya menonton film porno yang akan membuat orang berpikir untuk melakukannya. Jadi Pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat merupakan penjabaran dari al-Qur’an dan al-Hadits yang mengatur mengenai pornografi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar