Laman

Senin, 23 September 2013



ALASAN PENGHAPUS PIDANA DALAM KUHP
DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM


1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan dari hukuman adalah sebagai faktor untuk mencegah tejadinya perbuatan-perbuatan yang dianggap melanggar ketentuan-ketentuan hukum atau dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Jelasnya hukuman itu merupakan  salah satu alat atau faktor untuk merubah sikap seseorang sehingga akan menimbulkan keinsafan bagi diri seorang untuk tidak melakukan atau mengulangi  perbuatan terlarang itu.[1] Hukuman itu juga bermaksud sebagai alat pencegah (preventif) agar supaya manusia tidak melakukan perbuatan pidana dan sekaligus sebagai hukuman supaya perbuatan pidana tidak lagi diperbuat (represif). Di sisi lain  dapat juga dikatakan bahwa penghapusan hukuman (pidana) dibolehkan karena terdapat sifat atau keadaan tertentu pada diri si pembuat baik itu datangnya dari luar maupun dari dalam diri.
Penghapusan pidana yang dimaksudkan adalah sesuatu hal yang dapat melepaskan seseorang dari suatu hukuman walaupun suatu perbuatan yang diperbuatnya merupakan sebuah tindak pidana (delic). Alasan penghapus pidana atau sering dikenal dengan istilah  Strafuitsluitingsground diartikan sebagai keadaan khusus (yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa) yang, kalau dipenuhi, menyebabkan-meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi-tidak dapat dijatuhkan pidana.[2] Alasan penghapus pidana dalam literatur ilmiah  juga menyebutkan ada dua jenis alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf.[3] Walaupun dalam KUHP sendiri tidak disebutkan pembagian yang demikian.
Alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.[4] Sedangkan alasan pemaaf ialah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.[5] Dalam hal ini Penulis bisa katakan bahwa alasan pembenar menghapuskan dapat dipidananya perbuatan sedangkan alasan pemaaf menghapuskan dapat dipidananya pembuat.
Hapusnya pidana seseorang yang telah melakukan perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dilarang dan diancam dengan hukuman, tetapi tidak dapat dijatuhi hukuman oleh karena terdapat keadaan jiwa tertentu pada dirinya, sehingga ia tidak layak dibebani hukuman pidana itu. Dalam hal ini, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri mengenal beberapa faktor yang dapat menyebabkan atau memungkinkan penghapusan pidana. Hal ini dapat dilihat, di dalam pasal-pasal KUHP yang antara lain terdapat dalam pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 yang diatur tentang hal-hal yang menghapuskan pidana. Isi pasal-pasal tersebut antara lain berbunyi:
Pasal 44 KUHP
1.      Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
2.      Jika perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
3.      Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
 Pasal 48 KUHP
            Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Pasal 49 KUHP
1.      Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
2.      Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 50 KUHP
            Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.
Pasal 51 KUHP
1.      Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2.      Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Berbeda halnya dengan KUHP di atas, penghapusan pidana dalam hukum Islam juga telah jauh-jauh hari diatur. Dalam hukum Islam, pertangungjawaban pidana dalam tuntutan hukum adanya perbuatan yang dilarang, dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan pembuatnya mengetahui terhadap akibat perbuatan tersebut. Hukum Islam juga tidak membebankan hukum terhadap orang yang dalam keadaan terpaksa atau dipaksa, tidak juga orang yang telah hilang akal sehatnya yang dikarenakan bukan sebab adanya disengaja seperti mabuk karena meminum minuman khamar atau minuman yang memabukkan lainnya.[6]
Asbab al-ibahah yaitu sebab dibolehkannya perbuatan yang dilarang pada umumnya berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban, adapun asbab raf`i al-uqubah atau sebab hapusnya hukuman, tidak mengakibatkan perbuatan yang dilakukan itu dibolehkan melainkan tetap pada asalnya yaitu dilarang.[7]
Alasan penghapus pidana dalam hukum Islam menunjukkan bahwa tidak setiap pelaku perbuatan melawan hukum dapat dikenakan sanksi pidana. Akan tetapi, ada keadaan tertentu yang mana pelaku pidana tidak dapat dijatuhkan hukuman, baik itu dikarenakan faktor dari dalam maupun dari luar keadaan pelaku itu sendiri. Tinjauan hukum Islam terhadap alasan penghapus pidana dalam KUHP menunjukkan bahwa ada sebuah kesenjangan di dalam KUHP, yang mana seharusnya seperti di dalam hukum Islam pelaku pidana tersebut tidak dapat dipidana atau dijatuhi hukuman. Akan tetapi, dalam KUHP pelaku tersebut dapat dikenakan sanksi pidana.
Berdasarkan  uraian di atas dan berbagai permasalahannya, maka penulis merasa perlu meneliti dalam bentuk skripsi dengan judul “ALASAN PENGHAPUS PIDANA DALAM KUHP DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM.”

1.2.   Rumusan Masalah
            Berdasarkan dari latar belakang diuraikan tersebut di atas, maka penulis mempunyai beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai bahan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1.      Pidana apa saja yang dapat dihapus dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?
2.      Bagaimanakah alasan penghapus pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?
3.      Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap alasan penghapus pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?


1.3.   Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui dan menjelaskan pidana-pidana yang dapat dihapus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan alasan penghapus pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
3.      Untuk mengetahui dan menjelaskan alasan penghapus pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditinjau  menurut hukum Islam.
1.4.Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah tersebut yaitu:
1.         Alasan Penghapus Pidana
2.        KUHP
3.         Hukum Islam
Ad.1.  Alasan  Penghapus Pidana
            Dalam Kamus Hukum, berarti yang membenarkan sesuatu perbuatan pidana.[8] Sedangkan penghapus bisa dikatakan sesuatu hal yang bisa menghilangkan sesuatu. Sedangkan pidana adalah hukum mengenai perbuatan kejahatan dan pelanggaran terhadap penguasa.[9] Jadi, alasan penghapus pidana yang penulis maksudkan dalam skripsi ini adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan seseorang yang seharusnya dihukum, akan tetapi karena ada alasan penghapus pidana maka pelaku tidak dikenakan pidana.
Ad. 2. KUHP
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (KUHP) merupakan warisan dari zaman Hindia Belanda, yaitu : Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlansch Indie yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1918, baik  untuk golongan penduduk Indonesia, Timur asing dan golongan Eropa.[10]
Istilah KUHP di sini adalah merupakan terjemahan dari kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berarti: “keseluruhan kesatuan peraturan perundang-undangan yang lengkap tentang suatu bidang hukum yang diterbitkan dalam sebuah buku yang dinamakan dengan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)”.[11] Dengan demikian jelas bahwa KUHP adalah sebuah kitab atau buku yang telah dikodifikasikan atau kumpulan dari hukum pidana, yang memuat tentang peraturan umum, kejahatan dan pelanggaran yang berlaku di Indonesia.
Ad. 3. Hukum Islam
Hasbi Al-Shiddieqy mendefinisikan bahwa hukum Islam adalah segala sesuatu yang disyari`atkan dengan al-Qur`an ataupun dengan sunnatu rasul sabdanya, perbuatannya, ataupun taqrirnya. Hal ini melengkapi ushuluddin (pokok-pokok agama sebagaimana melengkapi masalah-masalah akhlak dan hubungan manusia sesama manusia dan melengkapi pula apa yang menjadi tujuan hidup untuk memperoleh puncak ketinggian dan jalan-jalan yang harus ditempuh untuk itu dan tujuan penghabisan dari hidup ini.[12] Dari defenisi di atas jelas sekali bahwa hukum Islam adalah semua peraturan yang berisi hukum-hukum yang datang dari Allah SWT, disampaikan oleh Rasulnya Nabi Muhammad SAW sebagai pengatur kehidupan dan penghidupan umat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya, dengan masyarakat dan negara.
1.5.  Kajian Pustaka
Adapun mengenai persoalan yang menyangkut tentang alasan penghapus pidana dalam KUHP  terdapat beberapa karya tulis berbentuk skripsi dan dalam  bentuk buku antara lain :
 Pertama, skripsi yang ditulis oleh Muzakir yang berjudul, “ Overmacht (Suatu Perbandingan Antara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Hukum Pidana Islam) skripsi ini menjelaskan tentang alasan penghapus pidana salah satunya yaitu overmacht. Akan tetapi tidak menjelaskan alasan penghapus pidana lainnya. Kedua, buku yang digunakan penulis juga adalah  Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Buku yang ditulis oleh Ahmad Hanafi yang diterbitkan oleh P.T. Bulan Bintang  ini menjelaskan apa yang menyebabkan suatu pidana dapat dihapuskan. Buku ini menyajikan penjelasan yang sangat menarik, dan buku ini juga banyak dijadikan sebagai sumber primer dalam sebuah penelitian yang berhubungan dengan  pidana Islam.
Ketiga, buku yang digunakan penulis adalah buku karangan Ahmad Wardi Muslich. Buku yang bejudul pengantar dan Asas-Asas Hukum Pidana Islam ini menjelasakan juga alasan penghapus pidana dalam hukum Islam dan kaitannya dengan alasan penghapus pidana dalam KUHP. Keempat,  buku yang berjudul Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, buku yang berjumlah lima jilid ini banyak sekali menjelaskan apa yang menjadi kajian penulis dalam penulisan skripsi ini, seperti pengertian alasan penghapus pidana, pendapat para fuqaha maupun penjelasan yang menyangkut dengan ketentuan hukum pidana Islam dalam hal penghapusan hukuman itu sendiri.
Kelima, Seperti  buku karangan Moeljatno yang berjudul Asas-asas Hukum Pidana. Buku yang diterbitkan oleh P.T. Rineka Cipta  ini menjelaskan bentuk-bentuk alasan penghapus pidana dalam KUHP dan penjelasannya. Keenam, buku yang digunakan penulis juga adalah buku  karangan Adami Chazawi yang berjudul Pelajaran Hukum Pidana II, buku ini juga menjelaskan apa yang menjadi alasan penghapus pidana dalam KUHP. Ketujuh, penulis juga menggunakan bukunya Schaffmeister dkk yang berjudul Hukum Pidana. Buku  setebal 447 halaman ini menjelaskan pendapat pakar tentang alasan penghapus pidana, buku ini juga menjelaskan bentuk-bentuk alasan penghapus pidana.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan di perpustakaan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, belum ada skripsi yang membahas tentang Alasan Penghapus Pidana Dalam KUHP ditinjau Menurut Hukum Islam, jadi penulisan skripsi ini dapat dikatakan “asli dan jauh dari unsur plagiat” yang bertentangan dengan azas-azas keilmuwan yang jujur, obyektif, integritas dan terbuka, sehingga dapat dipertangungjwabkan secara ilmiah.

1.6.  Metode Penelitian
Pada dasarnya setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang konkrit dan objektif serta mempunyai metode-metode tersendiri. Dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif komparatif, yaitu dengan mengadakan perbandingan antara hukum yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pengumpulan data primer dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan menelaah kitab-kitab atau buku-buku yang berkaitan dengan topik pembahasan. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan, Al-Qur’an, Al-hadist, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang ada hubungannya dengan topik pembahasan skripsi.
Bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer bahkan bahan hukum sekunder yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif yaitu dengan menarik kesimpulan dari yang umum ke yang khusus. Untuk terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil dari Al-Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Yayasan Penterjemah Penafsiran Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.
 Akhirnya dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini penulis berpedoman pada buku pedoman karya tulis ilmiah dan pendoman transliterisasi Arab latin, yang diterbitkan oleh IAIN Ar-Raniry Tahun 2010.

1.7.  Sistematika Pembahasan
           Berdasarkan permasalahan dan beberapa hal yang telah diuraikan sebelumnya maka susunan skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) bab yaitu:
Bab Satu, Pendahuluan yang berisi Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Penjelasan Istilah, Kajian pustaka, Metode penelitian, dan Sistematika pembahasan.
 Bab Dua, mengenai landasan teoritis, yang meliputi  pengertian, dasar hukum dan pendapat para pakar tentang alasan penghapus pidana dalam KUHP maupun dalam Hukum Islam. Yang sekaligus merupakan kerangka untuk mendasari tulisan skripsi ini.
 Bab Tiga, mengenai pidana yang dapat dihapuskan dalam KUHP, konsep  Alasan Penghapus Pidana dalam KUHP  serta  tinjauan Hukum Islam tentang Alasan Penghapus Pidana dalam KUHP.
            Bab Empat, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran dari permasalahan-permasalahan yang penulis bahas.


mau skripsi lengkap hubungi -085373322117

[1] Muzakir, “ Overmacht Suatu Perbandingan Antara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Hukum Pidana Islam” (Skripsi yang tidak dipublikasi). Fakultas Syari`ah, IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 1994, hlm. 26.
  
[2]Schaffmeister, N. Keijzer, E. PH. Sutorius, Editor Penterjemah; J.E. Sahetapy, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan dan  Kebudayaan, (Yogyakarta: Liberty, 2004), hlm. 55.

[3] Ibid.,hlm. 56.
  
[4] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm. 137.

[5] Ibid.

[6] Topo Santoso, Membumikan Hukum Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967), hlm. 10.

[7] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 85.
[8] Sudarsono, Kamus Hukum (edisi baru), cet. Ke-4. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 28.

[9] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet.3. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 889.

[10] R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap, cet. x. (Bogor: Politeia, 1988), hlm. 23.

[11]  Ibid., hlm. 433.

[12]  Hasbi Al-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar