PERLINDUNGAN HAK
ASASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS IIA BANDA ACEH MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 12
TAHUN 1995
(Analisis Hukum Islam)
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara
berdasarkan hukum, yang menjunjung tinggi hukum itu sebagai acuan nilai bagi
masyarakat Indonesia termasuk untuk menyelesaikan berbagai permasalahan baik
dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Salah satu di antaranya
menyangkut Hak Asasi Manusia, yang merupakan hak dasar dan pokok yang dibawa
manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.[1]
Hal tersebut berlaku terhadap semua orang dan juga berlaku bagi narapidana pada umumnya bahwa
narapidana berhak untuk tidak diperlakukan sebagai orang sakit yang diasingkan,
maka narapidana juga berhak
atas pendidikan sebagai bekal hidup mereka setelah keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan.
Sebaliknya narapidana memiliki
hak asasi manusia yang harus dipertahankan selama ia tinggal di Lembaga
Pemasyarakatan seperti yang
telah diatur dalam undang-undang memiliki kewajiban untuk melayani bagi
kesejahteraan narapidana, oleh
sebab itu keselamatan merupakan tanggung jawab lapas.[2]
Meningkatkan keselamatan
warga binaan pemasyarakatan berarti membuktikan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan
perlu menghargai hak asasi manusia dan sebaliknya apabila terjadi pelanggaran
hak asasi manusia di Lapas, maka akan menimbulkan keadaan bahaya bagi petugas
dan warga binaan pemasyarakatan karena pelanggaran tersebut akan menimbulkan
kemarahan dan kebencian. Petugas lapas harus memimpin untuk menciptakan
lingkungan yang menghormati hak asasi manusia. Warga binaan pemasyarakatan juga
diharuskan untuk menghormati hak asasi manusia diantara para warga binaan pemasyarakatan
dan petugas lain. Menejemen lapas harus mendukung
penghormatan hak asasi narapidana dan petugas. Hak Asasi Manusia warga binaan
yang harus dihormati di Lembaga Pemasyarakatan. Hukum Islam sangat menjunjung
tinggi hak-hak para tahanan, seseorang tahanan juga seorang manusia yang
memiliki kehormatan dan kebebasan sebagaimana telah ditetapkan Allah Yang Maha
Kuasa. Hukuman penjara diberikan dengan
tingkat penderitaan yang seminimal mungkin, tahanan diperlakukan dengan baik
sesuai dengan kemulian sebagai manusia.[3]
Untuk menegakkan dan melindungi
hak-hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Dasar-dasar pertimbangan dikeluarkan undang-undang ini bahwa pada hakikatnya
warga binaan pemasyarakatan sebagai insan sumber daya manusia harus
diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan yang
terpadu. Setelah narapidana menyelesaikan hukumannya, mereka dapat hidup di tengah-tengah
masyarakat secara normal dan terhormat.[4]
Perlakuan warga binaan dengan baik dan manusiawi
kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, selain pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas; pembimbingan,
penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan
satu-satunya pendekatan dan terjaminnya hak untuk hidup berhubungan dengan
keluarga dengan orang-orang tertentu (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995). Dengan
demikian, pemerintah harus melakukan bimbingan melalui sistem pemasyarakatan yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, di mana narapidana bisa memperoleh hak-haknya.
Dalam Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995, disebutkan:
Narapidana berhak melakukan ibadah sesuai
dengan agama atau kepercayaan, mendapatkan perawatan baik perawatan rohani
maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan
kesehatan, dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan
bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang,
mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima kunjungan
keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan
masa pidana (remisi), mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang
pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang pembebasan dan mendapatkan
hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]
Menurut hukum Islam, Hak Asasi Manusia adalah hak manusia yang
paling mendasar dan melekat padanya di manapun manusia itu berada, tanpa adanya hak ini berarti
berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak Asasi Manusia suatu
tuntutan yang moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya
mendapat perlindungan hukum.[6]
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai
sumber hukum Islam yang memberikan penghargaan setinggi-tingginya terhadap
Hak Asasi Manusia. Pada
dasarnya HAM dalam Islam
terpusat pada lima hal pokok terangkum dalam Al-Dhariaya Al-Khamsah atau di sebut juga Al-Huqud Al-Insaniyat Fi Al-Islam (Hak-hak Asasi Manusia dalam
Islam). Konsep ini mengandung lima pokok yang harus di jaga oleh setiap
individu, yaitu hifdhu al-din, hifzu al-mal, hifzu al-nafs,
wa al-‘ird dan hifzu
al-nasl. Kelima hal pokok inilah yang harus di jaga oleh setiap umat Islam
supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan
penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat
dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan
komunitas agama lainnya.[7]
Seorang narapidana juga seorang manusia yang memiliki kehormatan dan kebebasan
sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Allah yang Maha kuasa, dia diperlakukan
sebagaimana layaknya orang yang bebas, kecuali dibatasi ruang geraknya, sebatas
lingkungan penjara.[8]
Apalagi bila manusia yang
diperlakukan demikian, tidak diberikan haknya sedikit, sungguh penguasa yang
memberlakukan demikian sangat tersiksa dan mendapatkan hukuman yang pantas baik
di dunia maupun akhirat. Tidaklah
dihalalkan menahan seseorang tanpa suatu hak (kebenaran). Apabila ia ditahan
karena suatu hak, maka harus segera diperiksa perkaranya. Apabila ternyata
telah melakukan dosa, maka ia di hukum berdasarkan dosanya. Apabila ia bersih, maka ia harus segera dibebaskan.
Diharamkan memukul orang yang tertuduh karena hal itu berarti merendahkan dan
melanggar kehormatannya Hak Asasi Manusia.[9]
Ketentuan
tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hak asasi kepada
narapidana sebagai manusia, diharapkan nantinya setelah keluar dari pemasyarakatan
menjadi warga negara yang
berguna. Melihat kepada peraturan tersebut di atas, bahwa negara kita adalah negara
hukum dan lebih mengingat bahwa kepribadian kita berlandaskan Pancasila, maka
hak-hak kebebasan diri dalam kaitannya dengan penahanan dan penangkapan, sudah
cukup terjamin dalam hukum kita.
Akan tetapi dalam aplikasi
pelaksanaannya di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh tidaklah berjalan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, dan masih terabainya
hak-hak narapidana seperti kurang memadai air bersih, bidang kesehatan,
makanan, tempat tidur, pakaian, sistem pemberlakuan narapidana, tidak bisa
menjadi wali. Dimana kesenjangan masih juga terjadi dikarenakan
kurangnya koordinasi yang baik antara Kemenkumham dengan pihak lembaga pemasyarakatan, sehingga kurang terlindungnya
hak-hak narapidana.[10]
Berdasarkan uraian di atas, dalam hal ini penulis tertarik untuk
mengadakan suatu penelitian ilmiah yang berjudul: “Perlindungan Hak Asasi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Banda Aceh Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (Analisis Hukum Islam)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang menjadi permasalahan
penelitian ini adalah:
1. Apa
saja yang sering terjadi pelanggaran hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan
klas II A Banda aceh?
- Apakah
hak asasi narapidana telah terlindungi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dilihat dari sudut pandang hukum Islam?
1.3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan
yang diuraikan di atas, adapun yang menjadi tujuannya dalam penulisan ini
adalah
1. Untuk mengetahui apa saja yang sering
terjadi pelanggaran hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan klas II A
Banda aceh.
2. Untuk mengetahui apakah hak asasi
narapidana telah terlindungi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dilihat dari sudut pandang hukum Islam.
1.4.
Penjelasan
Istilah
Untuk
mempermudah pemahaman karya tulis ini, maka didefinisikan istilah-istilah
penting yang menjadi pokok pembahasan utama karya tulis ini adalah:
1. Hak Asasi Manusia
2. Narapidana
3. Lembaga Pemasyarakatan
Ad 1. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia diartikan seperangkat
hak yang melekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.[11]
Ad. 2.
Narapidana
Orang yang dipidana
berdasarkan Keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
juga telah dibatasi kemerdekaannya dan ditetapkan di lembaga pemasyarakatan.[12]
Ad. 3. Lembaga Pemasyarakatan
Tempat di
mana para terpidana menjalani hukumannya, tempat narapidana dibina agar tidak
mengulangi perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan.[13]
1.5. Kajian Pustaka
Pembahasan mengenai masalah perlindungan
hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan telah banyak dibahas oleh para ahli hukum. Pembahasan tentang
perlindungan hak asasi narapidana
juga dapat dilihat dalam buku-buku,skripsi dan tesis. Di antara buku-buku yang membahas masalah pererlindungan
hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan yaitu buku “Sistem pelaksanaan pidana penjara di Indonesia” yang diterbitkan
oleh Refika Aditama di Bandung pada tahun 2006. Buku yang dikarang oleh Dwidja
Priyatno ini menjelaskan tentang materi sistem pelaksanaan pidana penjara,
penulis juga menjalaskan pemidanaan dan memprediksi tujuan pemidanaan, ide-ide
dasar pemidanaan yang menjernihkan hakikat pemidanaan sebagai tanggung jawab
subjek hukum terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada Negara berdasarkan
atas hukum, dan mengenai sistim pelaksanaan pemidanaan di Indonesia dibahas
secara mendalam oleh penulis dalam buku ini. Pemahaman mengenai materi
ini sangat penting bagi Mahasiswa, Dosen, praktisi hukum dan sangat berguna
bagi siapa saja yang menaruh minat pada kajian hukum pidana.
Penulis juga menemukan buku
kedua yang menjelaskan isu tindakan penahanan khususnya hak-hak tahanan dan
kebebasan untuk dapat terlibat dalam banyak kegiatan mulai dari kegiatan komersial hingga
intelektual. Dan hal-hal yang berkaitan dengan Hak-hak tahanan. Buku ini dikarang
oleh Imam Muhammad Syirazi dan diterjemahkan oleh Toufiqurrahman diterbitkan
oleh pustaka Zahra, Jakarta, 2004. Bukunya yang berjudul “Islam Melindungi Hak-hak Tahanan”. Buku ini membahas tentang penerapan
hukuman dalam Syariat Islam, Hukuman hanya bisa dilaksanakan bila memenuhi
semua kriteria dan persyaratan yang ditetapkan dalam ajaran Islam, pada bagian
akhir buku ini,juga memuat sejumlah fatwa yang berkenan dengan tindakan
penahanan, penyiksaan, dan keabsahan sebuah pengakuan yang terdakwa ungkapkan.
Buku yang terakhir penulis
pedomani adalah buku “Eksistensi Rumah Tahanan
Negara Sebagai Tempat Pembinaan Narapidana” yang dikarang oleh Siska Purnama Sari, pada tahun 2010. Di dalam
buku ini memberikan gambaran tentang peran rumah tahanan sebagaai tempat
pembinaan narapidana, Pembahasan didalam buku ini penulis jadikan sebagai pandangan dalam melihat
tentang hak-hak narapidana di
dalam lembaga pemasyarakatan,
serta masalah yang menjadi kendala sehingga sering terabainya hak-hak
narapidana. Sehingga buku ini menjadi bermanfaat sebagai referensi bagi Kementerian hukum dan Hak asasi Manusia, dan merupakan
informasi yang berharga bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan peran dan partisipasinya
dalam menegakan keadilan terpenuhinya hak-hak narapidana. Oleh karena itu judul
yang penulis angkat untuk skripsi tentang “Perlindungan
Hak asasi Narapidana di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Banda Aceh menurut
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 (Analisis Hukum Islam)” penulis mengangkat judul skripsi
tersebut untuk mengkajinya.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Spesifikasi
penelitian
Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan
metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis
serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk
menyelesaikan dan menjawab poblemnya.[14] Keberhasilan terhadap suatu penelitian yang
baik dapat memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta mamfaat penelitian sangat
ditentukan oleh metode yang digunakan dalam penelitian. Dilihat dari sifatnya,
penelitian ini bersifat deskeriptif, yaitu
menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisis permasalahan yang ada
sekarang yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Banda aceh menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan (Analisis Hukum Islam).
Sedangkan dilihat dari pendekatannya, maka
penelitian ini bertitik tolak dari permasalahan dengan melihat kenyataan yang
terjadi di lapangan dan mengaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu
pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisis terhadap masalah perlindungan
hak asasi narapidana dilihat dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, serta peraturan-peraturan yang lain yang berhubungan dengan
narapidana dan lembaga pemasyarakatan.
1.6.2. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Banda Aceh,
objek penelitian adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh yang
masih berada di bawah naungan Kemenkumham Aceh yang berkenan dengan bidang
penegakan hukum sub bidang pemasyarakatan atau sesuai dengan pasal 5 huruf b
dan c keputusan Presiden Nomor 64 tahun 2004 tentang Kedudukan, Fungsi, Susunan
organisasi dan tata kerja intansi vartikal dilingkungan Kemenkumham (selanjutnya
disebut dengan Keppres Nomor 64 tahun 2004 mengatakan bahwa dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Kemenkumham
menyelenggarakan fungsi pembinaan
dibidang hukum dan hak asasi manusia serta penegakan hukum di bidang pemasyarakatan.
1.6.3. Metode
pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dapat dilakukan dengan baik, jika tahap sebelumnya
sudah dilakukan persiapan secara matang. Sebelum melakukan pengumpulan data
kelapangan, maka hal-hal yang perlu dipersiapkan atau disediakan adalah surat izin penelitian,
Pedoman wawancara, alat tulis menulis dan lain-lain dianggap penting.[15] Pengumpulan
data ini dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut:
a.
Studi kepustakaan (library research).
Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau
mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori,
asas-asas dan hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian ini.
b. Studi
lapangan
Studi lapangan ini
dilakukan untuk memperoleh data primer yang akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini.
Data primer tersebut diperoleh dari para pihak yang ditentukan informal atou nara sumber seperti Kepala
kantor Kemenkumham Provinsi Aceh, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda
Aceh serta Staf Pegawai dan beberapa
orang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh.
Sementara itu, sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
hal yaitu:
1. Data
primer
Data primer diperoleh dari penelitian dilapangan,
yaitu dari pihak yang ditentukan sebagai informal atau narasumber seperti, Kemenkumham, Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Stap
Pegawai, serta beberapa orang narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas II A
Banda aceh.
2. Data
Sekunder
Untuk menghimpun data sekunder, maka di butuhkan bahan
pustaka yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder, yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
1.6.4. Alat pengumpulan
data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah pedoman
wawancara serta studi terhadap bahan-bahan dokumen lainnya.
a.
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan
informasi dari pihak yang mengetahui tentang perlindungan hak asasi narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banda Aceh yang dilakukan kepada antara
lain:
1. Kepala
Devisi Lembaga Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham Banda Aceh;
2. Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
3. Kepala
keamanan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
4. Kepala
seksi Bimbingan Napi/ Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Banda Aceh;
5. Kepala
seksi kegiatan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
6. Kepala
sub-seksi Bimbingan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
7. Warga
binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
b. Bahan-bahan
Dokumen atau Pustaka
1. Bahan
hukum primer
Sebagai landasan Utama yang di pakai dalam rangka
penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M .02-PK.04.10 Tahun
1990 tentang pola pembinaan narapidana/ Tahanan;
2. Bahan hukum sekunder
Bahan yang
memberikan Penjelasan bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, Hasil
seminar, Hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen
lainnya yang berkaitan dengan Lembaga Pemasyarakatan;
3. Bahan
hukum tertier
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, dan
lain-lain.
1.6.5. Teknis
Pengumpulan Data
Data yang terkumpul dalam
penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Untuk data primer
berasal dari responden dipakai teknis wawancara dan daftar pertanyaan terbuka.
Terhadap data primer yang diperoleh dari informan dipakai teknis wawancara
secara mendalam, disamping dipakai teknis pengamatan. bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan data tersier.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang
mengikat yang terdiri dari:
1. Norma atau kaedah dasar yaitu pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
2. Peraturan dasar, yakni batang tubuh
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.[16]
Bahan hukum sekunder yaitu bahan
yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, karya
dari kalangan hukum, dan pendapat pakar
hukum. Bahan
hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup bahan-bahan yang memberikan
petunjuk serta penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder.
Secara keseluruhan data yang
diperoleh di lapangan kiranya memberikan gambaran tentang perlindungan Hak
Asasi terhadap narapidana
secara keseluruhan. Dengan demikian secara keseluruhan dengan jelas dapat
diketahui pelanggaran Hak-Hak Asasi yang dilakukan oleh intansi yang terkait.
1.6.6. Teknis Pengolahan Data
Dalam pengolahan data, data
yang penulis peroleh melalui wawancara di lapangan kemudian data-data ini
secara bertahap disusun. Dalam bab hasil penelitian dan kemudian dibahas dengan
didukung oleh pendapat para ahli sebagai landasan teoritis bab pembahasan.
1.7. Sistematika Pembahasan
Guna mendapatkan pembahasan
yang teratur dan terarah maka sistematika penulisan penyusunannya dibagi dalam
4 (empat) bab bagian yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bab Satu, Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode
penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab Dua, mengenai Peran
lembaga pemasyarakatan dalam
proses penghukuman yang berisi teori Tentang Sejarah perubahan dari sistem
penjara menjadi sistem pemasyarakatan, Kedudukan narapidana menurut
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, Proses Perlindungan
Hak Asasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, Penghukuman dalam Perspektif
Hukum Islam dan Jaminan perlindungan Hak asasi manusia; Ham PBB dan Ham di
Indonesia.
Bab Tiga, mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia di Lembaga pemasyarakatan, berisi tentang profil Lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh, Tata cara perlakuan terhadap narapidana di
Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh, Kendala-kendala yang menjadi hambatan dan pelaksanaan Hak Asasi Narapidana di Lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh, Upaya-upaya penanggulangan dalam Pelaksanaan Hak asasi narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh,
Bab Empat Penutup, yang terdiri dari dua sub
bab yaitu kesimpulan dan saran-saran.
[1]Ade
Arif, Instrumen Internasional Pokok Hak
Asasi Manusia, (Jakarta :
Yayasan Obor, 2006), hlm. 11.
[2]Samosir
Djisman, Fungsi Pidana Penjara dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia,
(Bandung: Bina Cipta, 1992), hlm. 4.
[4]Achmad S. Soema Dipradja, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung : Bina Cipta, 2002), hlm. 26.
[6]Dalizar
Putra, Hak Asasi Manusia Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995), hlm. 32.
[8]Imam
Muhammad Syirazi, Islam Melindungi
Hak-hak Tahanan, (Jakarta :
Pustaka Zahra, 2004), hlm. 87.
[11] Majda EL-Muhtaj, Hak
Asasi Manusia dalam Kontitusi Indonesia dari UUD 1945 Sampai dengan Amandemen
UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 160.
asslkm,, sy mau tanya apkah anda punya buku Imam Muhammad Syirazi, Islam Melindungi Hak-hak Tahanan, ?
BalasHapus