Laman

Senin, 23 September 2013



PERLINDUNGAN HAK ASASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA BANDA ACEH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12
TAHUN 1995 (Analisis Hukum Islam)

1.1.   Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berdasarkan hukum, yang menjunjung tinggi hukum itu sebagai acuan nilai bagi masyarakat Indonesia termasuk untuk menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Salah satu di antaranya menyangkut Hak Asasi Manusia, yang merupakan hak dasar dan pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.[1] Hal tersebut berlaku terhadap semua orang dan juga berlaku bagi narapidana pada umumnya bahwa narapidana berhak untuk tidak diperlakukan sebagai orang sakit yang diasingkan, maka narapidana juga berhak atas pendidikan sebagai bekal hidup mereka setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
Sebaliknya narapidana memiliki hak asasi manusia yang harus dipertahankan selama ia tinggal di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang telah diatur dalam undang-undang memiliki kewajiban untuk melayani bagi kesejahteraan narapidana, oleh sebab itu keselamatan merupakan tanggung jawab lapas.[2]
Meningkatkan keselamatan warga binaan pemasyarakatan berarti membuktikan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan perlu menghargai hak asasi manusia dan sebaliknya apabila terjadi pelanggaran hak asasi manusia di Lapas, maka akan menimbulkan keadaan bahaya bagi petugas dan warga binaan pemasyarakatan karena pelanggaran tersebut akan menimbulkan kemarahan dan kebencian. Petugas lapas harus memimpin untuk menciptakan lingkungan yang menghormati hak asasi manusia. Warga binaan pemasyarakatan juga diharuskan untuk menghormati hak asasi manusia diantara para warga binaan pemasyarakatan dan petugas lain. Menejemen lapas harus mendukung penghormatan hak asasi narapidana dan petugas. Hak Asasi Manusia warga binaan yang harus dihormati di Lembaga Pemasyarakatan. Hukum Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak para tahanan, seseorang tahanan juga seorang manusia yang memiliki kehormatan dan kebebasan sebagaimana telah ditetapkan Allah Yang Maha Kuasa. Hukuman penjara diberikan dengan tingkat penderitaan yang seminimal mungkin, tahanan diperlakukan dengan baik sesuai dengan kemulian sebagai manusia.[3]
         Untuk menegakkan dan melindungi hak-hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan Undang-Undang Nomor 12  Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dasar-dasar pertimbangan dikeluarkan undang-undang ini bahwa pada hakikatnya warga binaan pemasyarakatan sebagai insan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan yang terpadu. Setelah narapidana menyelesaikan hukumannya,  mereka dapat hidup di tengah-tengah masyarakat secara normal dan terhormat.[4]
 Perlakuan warga binaan dengan baik dan manusiawi kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, selain pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas; pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya pendekatan dan terjaminnya hak untuk hidup berhubungan dengan keluarga dengan orang-orang tertentu (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995). Dengan demikian, pemerintah harus melakukan bimbingan melalui sistem pemasyarakatan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di mana narapidana bisa memperoleh hak-haknya.
Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, disebutkan:
Narapidana berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan, mendapatkan perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan, dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi), mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang pembebasan dan mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]

Menurut hukum Islam, Hak Asasi Manusia adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat padanya di manapun manusia itu berada, tanpa adanya hak ini berarti berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak Asasi Manusia suatu tuntutan yang moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan hukum.[6]     
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam yang memberikan penghargaan setinggi-tingginya terhadap Hak Asasi Manusia. Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok terangkum dalam Al-Dhariaya Al-Khamsah atau di sebut juga Al-Huqud Al-Insaniyat Fi Al-Islam (Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima pokok yang harus di jaga oleh setiap individu, yaitu hifdhu al-din, hifzu al-mal, hifzu al-nafs, wa al-‘ird  dan hifzu al-nasl. Kelima hal pokok inilah yang harus di jaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama lainnya.[7] Seorang narapidana juga seorang manusia yang memiliki kehormatan dan kebebasan sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Allah yang Maha kuasa, dia diperlakukan sebagaimana layaknya orang yang bebas, kecuali dibatasi ruang geraknya, sebatas lingkungan penjara.[8]
Apalagi bila manusia yang diperlakukan demikian, tidak diberikan haknya sedikit, sungguh penguasa yang memberlakukan demikian sangat tersiksa dan mendapatkan hukuman yang pantas baik di dunia maupun akhirat.  Tidaklah dihalalkan menahan seseorang tanpa suatu hak (kebenaran). Apabila ia ditahan karena suatu hak, maka harus segera diperiksa perkaranya. Apabila ternyata telah melakukan dosa, maka ia di hukum berdasarkan dosanya. Apabila ia  bersih, maka ia harus segera dibebaskan. Diharamkan memukul orang yang tertuduh karena hal itu berarti merendahkan dan melanggar kehormatannya Hak Asasi Manusia.[9]
          Ketentuan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hak asasi kepada narapidana sebagai manusia, diharapkan nantinya setelah keluar dari pemasyarakatan menjadi warga negara yang berguna. Melihat kepada peraturan tersebut di atas, bahwa negara kita adalah negara hukum dan lebih mengingat bahwa kepribadian kita berlandaskan Pancasila, maka hak-hak kebebasan diri dalam kaitannya dengan penahanan dan penangkapan, sudah cukup terjamin dalam hukum kita.
Akan tetapi dalam aplikasi pelaksanaannya di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh tidaklah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan masih terabainya hak-hak narapidana seperti kurang memadai air bersih, bidang kesehatan, makanan, tempat tidur, pakaian, sistem pemberlakuan narapidana, tidak bisa menjadi wali. Dimana kesenjangan masih juga terjadi dikarenakan kurangnya koordinasi yang baik antara Kemenkumham dengan pihak lembaga pemasyarakatan, sehingga kurang terlindungnya hak-hak narapidana.[10]


Berdasarkan uraian di atas, dalam hal ini penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian ilmiah yang berjudul: “Perlindungan Hak Asasi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banda Aceh Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (Analisis Hukum Islam)”

1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:
1.      Apa saja yang sering terjadi pelanggaran hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan klas II A Banda aceh?
  1. Apakah hak asasi narapidana telah terlindungi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dilihat dari sudut pandang hukum Islam?

1.3.   Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang diuraikan di atas, adapun yang menjadi tujuannya dalam penulisan ini adalah
1.      Untuk mengetahui apa saja yang sering terjadi pelanggaran hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan klas II A Banda aceh.
2.      Untuk mengetahui apakah hak asasi narapidana telah terlindungi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dilihat dari sudut pandang hukum Islam.

1.4.   Penjelasan Istilah

Untuk mempermudah pemahaman karya tulis ini, maka didefinisikan istilah-istilah penting yang menjadi pokok pembahasan utama karya tulis ini adalah: 
1.      Hak Asasi Manusia
2.      Narapidana
3.      Lembaga Pemasyarakatan
Ad  1. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia diartikan seperangkat hak yang melekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah- Nya  yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[11]
Ad. 2. Narapidana
Orang yang dipidana berdasarkan Keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan juga telah dibatasi kemerdekaannya dan ditetapkan di lembaga pemasyarakatan.[12]
Ad. 3. Lembaga Pemasyarakatan
Tempat di mana para terpidana menjalani hukumannya, tempat narapidana dibina agar tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan.[13]
1.5.  Kajian Pustaka
Pembahasan mengenai masalah perlindungan hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan telah banyak dibahas oleh para ahli hukum. Pembahasan tentang perlindungan hak asasi narapidana juga dapat dilihat dalam buku-buku,skripsi dan tesis. Di antara buku-buku yang membahas masalah pererlindungan hak asasi narapidana di lembaga pemasyarakatan yaitu buku “Sistem pelaksanaan pidana penjara di Indonesia” yang diterbitkan oleh Refika Aditama di Bandung pada tahun 2006. Buku yang dikarang oleh Dwidja Priyatno ini menjelaskan tentang materi sistem pelaksanaan pidana penjara, penulis juga menjalaskan pemidanaan dan memprediksi tujuan pemidanaan, ide-ide dasar pemidanaan yang menjernihkan hakikat pemidanaan sebagai tanggung jawab subjek hukum terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada Negara berdasarkan atas hukum, dan mengenai sistim pelaksanaan pemidanaan di Indonesia dibahas secara mendalam oleh penulis dalam buku ini. Pemahaman mengenai materi ini sangat penting bagi Mahasiswa, Dosen, praktisi hukum dan sangat berguna bagi siapa saja yang menaruh minat pada kajian hukum pidana.
Penulis juga menemukan buku kedua yang menjelaskan isu tindakan penahanan khususnya hak-hak tahanan dan kebebasan untuk dapat terlibat dalam banyak kegiatan  mulai dari kegiatan komersial hingga intelektual. Dan hal-hal yang berkaitan dengan Hak-hak tahanan. Buku ini dikarang oleh Imam Muhammad Syirazi dan diterjemahkan oleh Toufiqurrahman diterbitkan oleh pustaka Zahra, Jakarta, 2004. Bukunya yang berjudul “Islam Melindungi Hak-hak Tahanan”. Buku ini membahas tentang penerapan hukuman dalam Syariat Islam, Hukuman hanya bisa dilaksanakan bila memenuhi semua kriteria dan persyaratan yang ditetapkan dalam ajaran Islam, pada bagian akhir buku ini,juga memuat sejumlah fatwa yang berkenan dengan tindakan penahanan, penyiksaan, dan keabsahan sebuah pengakuan  yang terdakwa ungkapkan.
Buku yang terakhir penulis pedomani adalah buku  “Eksistensi Rumah Tahanan Negara Sebagai Tempat Pembinaan Narapidanayang dikarang oleh Siska Purnama Sari, pada tahun 2010. Di dalam buku ini memberikan gambaran tentang peran rumah tahanan sebagaai tempat pembinaan narapidana, Pembahasan didalam buku ini penulis jadikan sebagai pandangan dalam melihat tentang hak-hak narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan, serta masalah yang menjadi kendala sehingga sering terabainya hak-hak narapidana. Sehingga buku ini menjadi bermanfaat sebagai referensi bagi Kementerian  hukum dan Hak asasi Manusia, dan merupakan informasi yang berharga bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan peran dan partisipasinya dalam menegakan keadilan terpenuhinya hak-hak narapidana. Oleh karena itu judul yang penulis angkat untuk skripsi tentang “Perlindungan Hak asasi Narapidana di Lembaga Pemasyarakat Klas IIA Banda Aceh menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 (Analisis Hukum Islam)”  penulis mengangkat judul skripsi tersebut untuk mengkajinya.

1.6.   Metode Penelitian
1.6.1. Spesifikasi penelitian
Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan dan menjawab poblemnya.[14]  Keberhasilan terhadap suatu penelitian yang baik dapat memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta mamfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode yang digunakan dalam penelitian. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskeriptif, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisis permasalahan yang ada sekarang yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda aceh menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Analisis Hukum Islam).
Sedangkan dilihat dari pendekatannya, maka penelitian ini bertitik tolak dari permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan dan mengaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisis terhadap masalah perlindungan hak asasi narapidana dilihat dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, serta peraturan-peraturan yang lain yang berhubungan dengan narapidana dan lembaga pemasyarakatan.
1.6.2. Lokasi
            Penelitian ini dilakukan di Banda Aceh, objek penelitian adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh yang masih berada di bawah naungan Kemenkumham Aceh yang berkenan dengan bidang penegakan hukum sub bidang pemasyarakatan atau sesuai dengan pasal 5 huruf b dan c keputusan Presiden Nomor 64 tahun 2004 tentang Kedudukan, Fungsi, Susunan organisasi dan tata kerja intansi vartikal dilingkungan Kemenkumham (selanjutnya disebut dengan Keppres Nomor 64 tahun 2004 mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Kemenkumham menyelenggarakan fungsi pembinaan dibidang hukum dan hak asasi manusia serta penegakan hukum di bidang pemasyarakatan.
1.6.3. Metode pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dapat dilakukan dengan baik, jika tahap sebelumnya sudah dilakukan persiapan secara matang. Sebelum melakukan pengumpulan data kelapangan, maka hal-hal yang perlu dipersiapkan atau disediakan adalah surat izin penelitian, Pedoman wawancara, alat tulis menulis dan lain-lain dianggap penting.[15] Pengumpulan data ini dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut:
a.   Studi kepustakaan (library research).
Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
b.  Studi lapangan
        Studi lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data primer yang akan digunakan  sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data primer tersebut diperoleh dari para pihak yang ditentukan informal atou nara sumber seperti Kepala kantor Kemenkumham Provinsi Aceh, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh serta Staf Pegawai dan beberapa orang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh.
Sementara itu, sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) hal     yaitu:
1.  Data primer
Data primer diperoleh dari penelitian dilapangan, yaitu dari pihak yang ditentukan sebagai informal atau narasumber seperti, Kemenkumham, Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Stap Pegawai, serta beberapa orang narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas II A Banda aceh.
2.  Data Sekunder
Untuk menghimpun data sekunder, maka di butuhkan bahan pustaka yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

1.6.4. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah pedoman wawancara serta studi terhadap bahan-bahan dokumen lainnya.
a.   Pedoman Wawancara
      Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang perlindungan hak asasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banda Aceh yang dilakukan kepada antara lain:
1.  Kepala Devisi Lembaga Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham Banda Aceh;
2.  Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
3.  Kepala keamanan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
4.  Kepala seksi Bimbingan Napi/ Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Banda Aceh;
5.  Kepala seksi kegiatan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
6.  Kepala sub-seksi Bimbingan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
7.  Warga binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;

b.  Bahan-bahan Dokumen  atau Pustaka
1.  Bahan hukum primer
Sebagai landasan Utama yang di pakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M .02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana/ Tahanan;
2. Bahan hukum sekunder
 Bahan yang memberikan Penjelasan bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, Hasil seminar, Hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Lembaga Pemasyarakatan;
3.  Bahan hukum tertier
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, dan lain-lain.

1.6.5.  Teknis Pengumpulan Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Untuk data primer berasal dari responden dipakai teknis wawancara dan daftar pertanyaan terbuka. Terhadap data primer yang diperoleh dari informan dipakai teknis wawancara secara mendalam, disamping dipakai teknis pengamatan. bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan  data tersier.
                           Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari:
1.  Norma atau kaedah dasar yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
2.  Peraturan dasar, yakni batang tubuh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.  Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.[16]
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti peraturan  perundang-undangan, hasil penelitian, karya dari kalangan hukum, dan  pendapat pakar hukum. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk  serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
Secara keseluruhan data yang diperoleh di lapangan kiranya memberikan gambaran tentang perlindungan Hak Asasi terhadap narapidana secara keseluruhan. Dengan demikian secara keseluruhan dengan jelas dapat diketahui pelanggaran Hak-Hak Asasi yang dilakukan oleh intansi yang terkait.

1.6.6.  Teknis Pengolahan Data
Dalam pengolahan data, data yang penulis peroleh melalui wawancara di lapangan kemudian data-data ini secara bertahap disusun. Dalam bab hasil penelitian dan kemudian dibahas dengan didukung oleh pendapat para ahli sebagai landasan teoritis bab pembahasan.


1.7.  Sistematika Pembahasan
Guna mendapatkan pembahasan yang teratur dan terarah maka sistematika penulisan penyusunannya dibagi dalam 4 (empat) bab bagian yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Bab Satu, Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab Dua, mengenai Peran lembaga pemasyarakatan dalam proses penghukuman yang berisi teori Tentang Sejarah perubahan dari sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan, Kedudukan narapidana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, Proses Perlindungan Hak Asasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, Penghukuman dalam Perspektif Hukum Islam dan Jaminan perlindungan Hak asasi manusia; Ham PBB dan Ham di Indonesia.
Bab Tiga, mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Lembaga pemasyarakatan, berisi tentang profil Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh, Tata cara perlakuan terhadap narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh, Kendala-kendala yang menjadi hambatan dan pelaksanaan Hak Asasi Narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh, Upaya-upaya penanggulangan dalam Pelaksanaan Hak asasi  narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh,
Bab Empat Penutup, yang terdiri dari dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran-saran.

mau skripsi lengkap hubungi ke no hp 085373322117



[1]Ade Arif, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor, 2006), hlm. 11.

[2]Samosir Djisman, Fungsi Pidana Penjara dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1992), hlm. 4. 
[3]Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 18.
[4]Achmad S. Soema Dipradja, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 2002), hlm. 26.

[5]Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

[6]Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995), hlm. 32.

[8]Imam Muhammad Syirazi, Islam Melindungi Hak-hak Tahanan, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), hlm. 87.

[9]Egy Sudjana, Ham dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Nuasa Madani, 2002), hlm. 28.

  [10]Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
[11] Majda EL-Muhtaj,  Hak Asasi Manusia dalam Kontitusi Indonesia dari UUD 1945 Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 160.

[12]Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Reneka Cipta, 2007), hlm. 293.

[13]Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang  Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
[14]Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1978), hlm. 132.
[15]Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),  hlm. 49.
[16]Ibid., hlm. 185.

1 komentar:

  1. asslkm,, sy mau tanya apkah anda punya buku Imam Muhammad Syirazi, Islam Melindungi Hak-hak Tahanan, ?

    BalasHapus