Laman

Senin, 23 September 2013

PERAWATAN PECANDU NARKOBA MELALUI REHABILITASI (ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 103 UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA)


1.1.  Latar Belakang Masalah
Masalah narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan suatu problema yang sulit diberantas dalam kalangan masyarakat, khususnya bagi kaum remaja yang diyakini banyak mengkonsumsi barang haram tersebut. Dalam pemberantasan narkoba para aparat penegak hukum juga harus memperhatikan efektifitas hukum agar keberhasilan dari upaya tersebut dapat tercapai.[1]
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainya.[2] Tidak ada larangan jika jenis dari narkoba ini dikonsumsi dengan benar dan legal, karena pada dasarnya beberapa zat tersebut bermanfaat dalam dunia kedokteran. Namun ironisnya saat ini malah disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk hal-hal yang mudharat yang menjadikan narkotika sebagai komoditas ilegal. Oleh sebab itu maka dibuat peraturan mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkoba dalam beberapa undang-undang untuk mengatasi masalah tersebut.
Dalam aturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat dua pilihan hukuman bagi hakim dalam memutus kasus penyalahgunaan narkoba.[3] Pertama hakim dapat memberikan hukuman penjara maksimal 4 tahun terhadap pelaku sebagaimana disebutkan dalam Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni:
   Setiap Penyalah Guna:
a.       Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b.      Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c.       Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

 Kedua, hakim juga dapat memutuskan atau menetapkan untuk memerintahkan kepada pelaku agar menjalani rehabilitasi pada tempat yang telah mendapatkan izin dari pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 128 ayat 3 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni:
Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/ atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

Rehabilitasi adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial agar mantan pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Pemberian sanksi dalam bentuk ini dimaksudkan agar para pelaku yang juga bisa dikatakan korban harus bisa menghilangkan ketergantungan mereka atas narkoba agar tidak terulangi lagi.[4] Penanganan kasus narkoba dengan praktek rehabilitasi dilakukan agar keadilan hukum dapat terlaksana sebagaimana mestinya.[5]
Rehabilitasi hanya diberikan kepada pelaku yang melakukan perbuatan pidana terhadap diri sendiri.[6] Mengingat bahwa dalam tindak pidana ini pelaku juga sekaligus menjadi korban, maka praktik pemulihan ini diberikan kepada pecandu narkoba bukan hanya sebagai bentuk pemidanaan. Asas-asas perlindungan korban juga salah satu dari beberapa hal yang mendorong lahirnya pemidanaan  dalam bentuk rehabilitasi.[7]
Landasan hukum bagi upaya rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.[8] Dalam Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/ atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Namun jika terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, maka hakim juga dapat menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi terhadap pecandu narkotika tersebut.
Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 di atas dikuatkan dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 yang merupakan revisi dari SEMA No. 7 Tahun 2009 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Dalam SEMA tersebut secara jelas dan tegas menetapkan bahwa putusan rehabilitasi diterapkan dalam hal pelaku tertangkap tangan, pada saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti satu kali pakai, adanya surat keterangan uji laboratoris dari dokter bahwa pelaku adalah pengguna narkoba, serta tidak ada bukti yang mengarah bahwa pelaku adalah pengedar/ bandar/ produsen narkoba.[9]
Dalam hukum Islam, narkoba dipandang sama dengan khamar.[10] Hal ini disebabkan karena  karena sifat barang tersebut sama-sama memabukkan. Baik dalam bentuk padat maupun cair, zat-zat yang memabukkan, melemahkan dan menenangkan ini dikenal dengan sebutan mukhaddirat dan termasuk benda-benda yang diharamkan syara' tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.[11] Maka oleh sebab itu dalam analoginya, larangan mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan adalah sama dengan larangan mengkonsumsi narkoba.


Rasulullah SAW bersabda:
وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: كل مسكر خمر, وكل خمر حرام أخرجه مسلم[12]
Artinya: Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram”.
Dalam jarimah hudud, bagi pelaku tindak pidana khamar ini akan dikenai sanksi empat puluh (40) kali jilid. Bahkan bisa jadi 80 kali jilid seperti yang dipraktikkan pada masa umar. Penambahan 40 kali tersebut dianggap sebagai jarimah ta’zir karena pada hakikatnya dalam praktik Rasulullah SAW hanya menghukum dengan 40 kali jilid.[13]
Upaya rehabilitasi bagi pengguna narkoba belum didapat dalam sejarah hukum pidana Islam.[14] Namun walaupun demikian bukan berarti praktik pemidanaan dalam bentuk rehabilitasi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam karena jika dilihat dari kesesuaian antara tindak pidana dengan sanksinya, maka rehabilitasi merupakan jenis pemidanaan yang tepat dan sesuai bagi pengguna narkoba. Melalui rehabilitasi, para pelaku tindak pidana narkoba dapat sembuh dari ketergantungannya sehingga mereka tidak akan merasa butuh untuk memakai zat haram tersebut lagi.
Perbedaan pandangan dalam pemberian hukuman inilah yang menjadi fokus dari penelitian ini. Hukum positif menilai bahwa rehabilitasi merupakan penyelesaian yang cocok dalam mengatasi tindak pidana narkoba. Sedangkan jika dilihat dalam hukum Islam, maka hukumannya adalah jilid 40/ 80 kali.
Berangkat dari beberapa permasalahan yang dikemukakan di atas maka penulis menilai bahwa masalah mengenai rehabilitasi ini layak dan menarik untuk dikaji. Baik dari sisi pengobatan pelaku tindak pidana maupun dari konteks hukum Islam yang memandang berbeda tindak pidana ini untuk mengadakan suatu penelitian ilmiah yang berjudul: “PERAWATAN PECANDU NARKOBA MELALUI REHABILITASI (Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)”

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah pokok yang ingin dikaji adalah:
1.      Bagaimanakah bentuk sanksi rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba dalam hukum positif  Indonesia?
2.      Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap sanksi pidana dalam bentuk rehabilitasi untuk kasus penyalahgunaan narkoba?

            1.3. Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penelitian ini adalah, yaitu:
1.      Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk sanksi rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkoba dalam hukum positif  Indonesia.
2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap sanksi pidana dalam bentuk rehabilitasi untuk kasus penyalahgunaan narkoba.

1.4. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah tersebut yaitu:
  1. Pecandu Narkoba
  2. Rehabilitasi
  3. Hukum Islam
Ad.1. Pecandu Narkoba
            Dalam Kamus Besar Hukum, kata pecandu narkoba diartikan sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.[15]
Ad.2. Rehabilitasi
            Suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial agar mantan pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.[16]
Ad.3. Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nash Al-Qur’an maupun Al-Sunnah untuk mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universal-relevan pada setiap zaman (waktu) dan makan (ruang) manusia.[17]

1.5. Kajian Pustaka
Pembahasan mengenai masalah tindak pidana penyalahgunaan narkoba telah menjadi suatu bahan pemikiran yang baru bagi para ahli hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk tindak pidana maupun bentuk sanksinya yang berkembang sesuai dengan modernisasi zaman. Oleh karena itu pembahasan ini dapat dilihat dalam berbagai literatur baik skripsi, buku, artikel, jurnal, maupun website. Pembahasan tentang Narkotika juga dapat diperoleh diantaranya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul Fatwa-Fatwa Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press) tahun 2003. dalam buku ini didapati pembahasannya pada jilid II bab Hukum Mukhadirat. Pembahasan dalam bab ini antara lain hukum mengkonsumsi, pandangan ulama dalam memberi sanksi terhadap pelaku.
Buku karya Abdul Qadir Audah yang berjudul At-Tasyri' al-Jina’i al-Islami Muqaranan bi al Qanun al-Wadh’iy (Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi) juga menjadi sumber literature yang penulis gunakan dalam membahas permasalahan ini. Di dalamnya kita dapati penjelasan mengenai tindak pidana khamar beserta sanksi terhadap pelakunya.
Selain itu pembahasan mengenai masalah tindak pidana penyalahgunaan narkoba dapat dilihat dalam skripsi yang dibuat oleh sodara Zulkhairi yang berjudul “Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba”. Dalam skripsi ini juga dibahas berbagai pandangan atas pemberian sanksi bagi pelaku tindak pidana narkoba.
Penelitian lain yang membahas masalah ini juga dapat dilihat dalam skripsi karya Rudi Handoko. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta ini membahas tentang “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika”. Dari skripsi ini penulis mendapatkan sumber yang membahas penaggulangan narkoba dalam konteks hukum positif.
Buku-buku lain yang membahas tentang rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkoba antara lain buku Gatot Supramono yang berjudul Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan) tahun 2004, Buku karangan Siswanto Sunarto, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada) tahun 2004, buku karya pengacara terkenal O.C. Kaligis, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, (Bandung: Alumni) tahun 2002 dan beberapa buku lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Namun ada perbedaan antara penelitian yang penulis buat dengan beberapa penelitian yang telah penulis sebutkan diatas yakni dalam skripsi ini terdapat tinjauan hukum Islam dalam pembahasan mengenai pidana rehabilitasi dalam kasus penyalahgunan narkoba. Inilah yang menjadi nilai tambah dari penelitian yang penulis lakukan.


1.5. Metodologi Penelitian
Setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode penelitian dan cara tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang hendak dibahas. Dalam membahas permasalahan ini digunakan metode deskriptif komparatif analisis.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang semata-mata berusaha memberikan gambaran atau mendiskripsikan suatu permasalahan yang dibahas. Penelitian komparatif adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan dua objek kajian. Penelitian analisis adalah menganalisa data-data yang didapati. Dalam penulisan skripsi ini, metode deskriptif komparatif digunakan untuk menjelaskan bentuk pidana rehabilitasi sebagai hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba dalam hukum positif lalu membandingkan kesesuaiannya dengan hukum Islam dengan cara memaparkan berbagai pandangan terhadap konsep rehabilitasi terhadap pecandu narkoba, baik dalam dimensi hukum positif maupun hukum Islam. Sedangkan metode analisis penulis gunakan untuk mencari bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik rehabilitasi yang digunakan oleh hukum positif untuk mengatasi kasus penyalahgunaan narkoba dengan cara menelaah berbagai pendapat ulama mengenai permasalahan ini.
Dalam pengumpulan data penulis melakukan studi kepustakaan (library research) yaitu dengan menelaah serta membaca buku-buku dan kitab-kitab yang berkaitan dengan topik permasalahan yang penulis bahas. Untuk data primer, penulis menggunakan beberapa kitab fiqh seperti kitab At-Tasyri’ al-Jina`i al-Islami (Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi) yang dikarang oleh Abdul Qadir Audah. Undang-Undang dan juga Peraturan Pemerintah yang secara khusus membahas tentang narkoba seperti Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang merupakan revisi dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Untuk data sekunder penulis menggunakan, buku Gatot Supramono yang berjudul Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan) tahun 2004, Buku karangan Siswanto Sunarto, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada) tahun 2004, buku karya pengacara terkenal O.C. Kaligis, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, (Bandung: Alumni) tahun 2002, buku karangan Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom yang berjudul Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2007) dan buku Arief Gosita dengan judul Masalah Korban Kejahatan (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993). beberapa buku tersebut penulis gunakan karena membahas tentang seluk-beluk penanganan kasus narkoba dari berbagai aspek termasuk rehabilitasi. Dan sebagai data tersier penulis menggunakan kamus hukum dan ensiklopedi yang mendukung pembahasan mengenai penanganan masalah narkoba melalui rehabilitasi.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis mengambil dari Al-Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Yayasan Penterjemah Penafsiran Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.
Akhirnya dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini penulis berpedoman pada buku pedoman karya tulis ilmiah dan pendoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah Mahasiswa dan Pedoman Transliterasi Arab- Latin, yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh Tahun 2010.

1.6. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan dari hasil penelitian ini, maka sistematika pembahasannya akan dijabarkan dalam  empat bab yang terdiri dari:
Bab Satu, Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab Dua, mengenai narkoba dalam pembahasan hukum Islam dan hukum positif, Tindak pidana narkoba dalam pandangan Islam, Sanksi bagi pecandu narkoba dalam pandangan Islam, dan Pengertian landasan dan tujuan pidana rehabilitasi bagi pecandu narkoba menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009.
Bab Tiga, mengenai Tinjauan hukum Islam terhadap pidana rehabilitasi bagi pecandu narkoba, Bentuk-bentuk pidana rehabilitasi dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba menurut Undang-Undang No.35 tahun 2009, Analisis hukum Islam terhadap konsep rehabilitasi bagi pelaku penyahlagunaan narkoba dan Analisis penulis.
            Bab Empat, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran dari permasalahan-permasalahan yang penulis bahas.




[1] Siswanto Sunarto, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 194.

[2] Elling W. Wagiman, Berantas Narkoba Dengan Syari’at, November 2007. Diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari situs: http://www.beagoodmoeslim.com.

[3] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Lembaran Negara tahun 2009 No. 143, tambahan Lembaran Negara  No. 5062.

[4] Ibid, hlm. 105.

[5] O.C. Kaligis, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2002), hlm.8.

[6] Ibid, hlm.209-211.

[7] Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm.90.

[8] Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, Lembaran Negara tahun 2009 No. 143, tambahan Lembaran Negara  No. 5062. Pasal 153.

[9] Republik Indonesia, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010.

[10] Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan dan menutupi akal.

[11] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 274.
[12] Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 156.

[13] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 280.

[14] Ibid.
[15] Van Pramadya, Puspa, Kamus Besar Hukum (Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia Inggris), (Semarang: CV. Aneka, 1991), hlm. 672.

[16] Moh. Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 74-75. 

[17] Said Agil Husin, Al-Munawar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, Cet. ke-2, (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm. 6.

1 komentar:

  1. assalamu alaikum... bang kalau aku mau hubungi abg lewat apa ya? aku mau konsultasi tentang rehabilitasi menurut hukum islam. aku ngangkat rehabilitasi dalam tugas akhir aku di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. sudi kiranya abg bisa membantu kami. tmks

    BalasHapus