PERAWATAN
PECANDU NARKOBA MELALUI REHABILITASI (ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 103
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA)
1.1.
Latar Belakang Masalah
Masalah narkotika dan
obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan suatu problema yang sulit diberantas
dalam kalangan masyarakat, khususnya bagi kaum remaja yang diyakini banyak
mengkonsumsi barang haram tersebut. Dalam pemberantasan narkoba para aparat
penegak hukum juga harus memperhatikan efektifitas hukum agar keberhasilan dari
upaya tersebut dapat tercapai.[1]
Narkoba merupakan singkatan
dari narkotika, psikotropika dan obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainya.[2]
Tidak ada larangan jika jenis dari narkoba ini dikonsumsi dengan benar dan
legal, karena pada dasarnya beberapa zat tersebut bermanfaat dalam dunia
kedokteran. Namun ironisnya saat ini malah disalahgunakan oleh pihak tertentu
untuk hal-hal yang mudharat yang
menjadikan narkotika sebagai komoditas ilegal. Oleh sebab itu maka dibuat
peraturan mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkoba dalam beberapa undang-undang
untuk mengatasi masalah tersebut.
Dalam aturan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat dua pilihan hukuman bagi hakim dalam memutus
kasus penyalahgunaan narkoba.[3]
Pertama hakim dapat memberikan hukuman penjara maksimal 4 tahun terhadap pelaku
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika yakni:
Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika
Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun;
b. Narkotika
Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun; dan
c. Narkotika
Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun
Kedua, hakim juga dapat
memutuskan atau menetapkan untuk memerintahkan kepada pelaku agar menjalani
rehabilitasi pada tempat yang telah mendapatkan izin dari pemerintah
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 128 ayat 3 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika yakni:
Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali
masa perawatan dokter di rumah sakit dan/ atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk
oleh pemerintah tidak dituntut pidana.
Rehabilitasi adalah suatu
proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial agar
mantan pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat. Pemberian sanksi dalam bentuk ini dimaksudkan agar para pelaku yang
juga bisa dikatakan korban harus bisa menghilangkan ketergantungan mereka atas
narkoba agar tidak terulangi lagi.[4]
Penanganan kasus narkoba dengan praktek rehabilitasi dilakukan agar keadilan
hukum dapat terlaksana sebagaimana mestinya.[5]
Rehabilitasi hanya diberikan
kepada pelaku yang melakukan perbuatan pidana terhadap diri sendiri.[6]
Mengingat bahwa dalam tindak pidana ini pelaku juga sekaligus menjadi korban,
maka praktik pemulihan ini diberikan kepada pecandu narkoba bukan hanya sebagai
bentuk pemidanaan. Asas-asas perlindungan korban juga salah satu dari beberapa
hal yang mendorong lahirnya pemidanaan
dalam bentuk rehabilitasi.[7]
Landasan hukum bagi upaya
rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba dapat kita lihat dalam Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun
1997 tentang Narkotika.[8]
Dalam Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa
hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat memutuskan untuk
memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/ atau perawatan
melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan
tindak pidana narkotika. Namun jika terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan
tindak pidana narkotika, maka hakim juga dapat menetapkan untuk memerintahkan
yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
terhadap pecandu narkotika tersebut.
Pasal 103 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 di atas dikuatkan dengan adanya Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 yang merupakan revisi dari SEMA No. 7
Tahun 2009 tentang Penempatan
Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis
dan Rehabilitasi Sosial.
Dalam SEMA tersebut secara jelas dan tegas menetapkan bahwa putusan
rehabilitasi diterapkan dalam hal pelaku tertangkap tangan, pada saat
tertangkap tangan ditemukan barang bukti satu kali pakai, adanya surat
keterangan uji laboratoris dari dokter bahwa pelaku adalah pengguna narkoba,
serta tidak ada bukti yang mengarah bahwa pelaku adalah pengedar/ bandar/
produsen narkoba.[9]
Dalam hukum Islam, narkoba
dipandang sama dengan khamar.[10]
Hal ini disebabkan karena karena sifat
barang tersebut sama-sama memabukkan. Baik dalam bentuk padat maupun
cair, zat-zat yang memabukkan, melemahkan dan menenangkan ini dikenal dengan
sebutan mukhaddirat dan termasuk
benda-benda yang diharamkan syara' tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.[11] Maka
oleh sebab itu dalam analoginya, larangan mengkonsumsi minuman keras dan
hal-hal yang memabukkan adalah sama dengan larangan mengkonsumsi narkoba.
Rasulullah SAW bersabda:
وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: كل
مسكر خمر, وكل خمر حرام أخرجه مسلم[12]
Artinya: Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW bersabda:
“Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram”.
Dalam jarimah hudud, bagi
pelaku tindak pidana khamar ini akan
dikenai sanksi empat puluh (40) kali jilid. Bahkan bisa jadi 80 kali jilid
seperti yang dipraktikkan pada masa umar. Penambahan 40 kali tersebut dianggap
sebagai jarimah ta’zir karena pada
hakikatnya dalam praktik Rasulullah SAW hanya menghukum dengan 40 kali jilid.[13]
Upaya rehabilitasi bagi
pengguna narkoba belum didapat dalam sejarah hukum pidana Islam.[14]
Namun walaupun demikian bukan berarti praktik pemidanaan dalam bentuk
rehabilitasi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam karena jika dilihat dari
kesesuaian antara tindak pidana dengan sanksinya, maka rehabilitasi merupakan
jenis pemidanaan yang tepat dan sesuai bagi pengguna narkoba. Melalui
rehabilitasi, para pelaku tindak pidana narkoba dapat sembuh dari
ketergantungannya sehingga mereka tidak akan merasa butuh untuk memakai zat
haram tersebut lagi.
Perbedaan pandangan dalam
pemberian hukuman inilah yang menjadi fokus dari penelitian ini. Hukum positif
menilai bahwa rehabilitasi merupakan penyelesaian yang cocok dalam mengatasi
tindak pidana narkoba. Sedangkan jika dilihat dalam hukum Islam, maka hukumannya
adalah jilid 40/ 80 kali.
Berangkat dari beberapa
permasalahan yang dikemukakan di atas maka penulis menilai bahwa masalah
mengenai rehabilitasi ini layak dan menarik untuk dikaji. Baik dari sisi
pengobatan pelaku tindak pidana maupun dari konteks hukum Islam yang memandang
berbeda tindak pidana ini untuk mengadakan suatu penelitian ilmiah yang
berjudul: “PERAWATAN PECANDU NARKOBA
MELALUI REHABILITASI (Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 103 Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas,
maka masalah pokok yang ingin dikaji adalah:
1. Bagaimanakah bentuk sanksi rehabilitasi
terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba dalam hukum positif Indonesia?
2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap
sanksi pidana dalam bentuk rehabilitasi untuk kasus penyalahgunaan narkoba?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk
sanksi rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkoba dalam hukum
positif Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan
hukum Islam terhadap sanksi pidana dalam bentuk rehabilitasi untuk kasus
penyalahgunaan narkoba.
1.4. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah
yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah tersebut yaitu:
- Pecandu Narkoba
- Rehabilitasi
- Hukum Islam
Ad.1. Pecandu
Narkoba
Dalam Kamus Besar Hukum, kata pecandu narkoba diartikan sebagai orang
yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.[15]
Ad.2.
Rehabilitasi
Suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial agar mantan pecandu narkoba
dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.[16]
Ad.3. Hukum
Islam
Hukum Islam adalah hukum yang
dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nash Al-Qur’an maupun Al-Sunnah
untuk mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universal-relevan pada
setiap zaman (waktu) dan makan (ruang) manusia.[17]
1.5. Kajian Pustaka
Pembahasan mengenai masalah
tindak pidana penyalahgunaan narkoba telah menjadi suatu bahan pemikiran yang
baru bagi para ahli hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk tindak pidana maupun
bentuk sanksinya yang berkembang sesuai dengan modernisasi zaman. Oleh karena
itu pembahasan ini dapat dilihat dalam berbagai literatur baik skripsi, buku,
artikel, jurnal, maupun website. Pembahasan tentang Narkotika juga dapat
diperoleh diantaranya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul Fatwa-Fatwa Kontemporer (Jakarta : Gema Insani
Press) tahun 2003. dalam buku ini didapati pembahasannya pada jilid II bab Hukum
Mukhadirat. Pembahasan dalam bab ini antara lain hukum mengkonsumsi, pandangan
ulama dalam memberi sanksi terhadap pelaku.
Buku karya Abdul Qadir Audah yang berjudul At-Tasyri' al-Jina’i al-Islami Muqaranan bi al Qanun al-Wadh’iy
(Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi) juga menjadi sumber literature yang penulis
gunakan dalam membahas permasalahan ini. Di dalamnya kita dapati penjelasan
mengenai tindak pidana khamar beserta sanksi terhadap pelakunya.
Selain itu pembahasan mengenai
masalah tindak pidana penyalahgunaan narkoba dapat dilihat dalam skripsi yang
dibuat oleh sodara Zulkhairi yang berjudul “Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak
Pidana Narkoba”. Dalam skripsi ini juga dibahas berbagai pandangan atas
pemberian sanksi bagi pelaku tindak pidana narkoba.
Penelitian lain yang membahas
masalah ini juga dapat dilihat dalam skripsi karya Rudi Handoko. Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Surakarta ini membahas tentang “Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika”. Dari skripsi
ini penulis mendapatkan sumber yang membahas penaggulangan narkoba dalam
konteks hukum positif.
Buku-buku lain yang membahas tentang rehabilitasi bagi pelaku
penyalahgunaan narkoba antara lain buku Gatot Supramono yang berjudul Hukum
Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan) tahun 2004, Buku karangan Siswanto
Sunarto, Penegakan Hukum Psikotropika
Dalam Kajian Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada) tahun 2004,
buku karya pengacara terkenal O.C.
Kaligis, Narkoba dan Peradilannya di
Indonesia, (Bandung :
Alumni) tahun 2002 dan beberapa buku lainnya yang masih berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas. Namun ada perbedaan antara penelitian yang
penulis buat dengan beberapa penelitian yang telah penulis sebutkan diatas
yakni dalam skripsi ini terdapat tinjauan hukum Islam dalam pembahasan mengenai
pidana rehabilitasi dalam kasus penyalahgunan narkoba. Inilah yang menjadi
nilai tambah dari penelitian yang penulis lakukan.
1.5. Metodologi Penelitian
Setiap penulisan karya ilmiah
selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode
penelitian dan cara tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang hendak
dibahas. Dalam membahas permasalahan ini digunakan metode deskriptif komparatif
analisis.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang semata-mata berusaha
memberikan gambaran atau mendiskripsikan suatu permasalahan yang dibahas.
Penelitian komparatif adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan dua
objek kajian. Penelitian analisis adalah menganalisa data-data yang didapati.
Dalam penulisan skripsi ini, metode deskriptif komparatif digunakan untuk
menjelaskan bentuk pidana
rehabilitasi sebagai hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba dalam hukum
positif lalu membandingkan kesesuaiannya dengan hukum Islam dengan cara
memaparkan berbagai pandangan terhadap konsep rehabilitasi terhadap pecandu
narkoba, baik dalam dimensi hukum positif maupun hukum Islam. Sedangkan metode
analisis penulis gunakan untuk mencari bagaimana pandangan hukum Islam terhadap
praktik rehabilitasi yang digunakan oleh hukum positif untuk mengatasi kasus penyalahgunaan
narkoba dengan cara menelaah berbagai pendapat ulama mengenai permasalahan ini.
Dalam pengumpulan data penulis
melakukan studi kepustakaan (library
research) yaitu dengan menelaah serta membaca buku-buku dan kitab-kitab
yang berkaitan dengan topik permasalahan yang penulis bahas. Untuk data primer,
penulis menggunakan beberapa kitab fiqh seperti kitab At-Tasyri’ al-Jina`i al-Islami (Bairut: Dar
al-Kitab al-Arabi) yang dikarang oleh Abdul Qadir Audah. Undang-Undang dan juga Peraturan Pemerintah yang
secara khusus membahas tentang narkoba seperti Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
yang merupakan revisi dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Untuk data sekunder penulis
menggunakan, buku Gatot
Supramono yang berjudul Hukum Narkoba Indonesia,
(Jakarta: Djambatan) tahun 2004, Buku karangan Siswanto Sunarto, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian
Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada) tahun 2004, buku karya
pengacara terkenal O.C. Kaligis, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia,
(Bandung: Alumni) tahun 2002, buku karangan Dikdik M. Arief Mansur &
Elisatris Gultom yang berjudul Urgensi
Perlindungan Korban Kejahatan (Bandung :
Raja Grafindo Persada, 2007) dan buku Arief Gosita dengan judul Masalah
Korban Kejahatan (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993). beberapa buku tersebut
penulis gunakan karena membahas tentang seluk-beluk penanganan kasus narkoba dari
berbagai aspek termasuk rehabilitasi. Dan sebagai data tersier penulis menggunakan
kamus hukum dan ensiklopedi yang mendukung pembahasan mengenai penanganan
masalah narkoba melalui rehabilitasi.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis
mengambil dari Al-Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Yayasan
Penterjemah Penafsiran Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia .
Akhirnya dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini penulis
berpedoman pada buku pedoman karya tulis ilmiah dan pendoman pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiyah Mahasiswa dan Pedoman Transliterasi Arab- Latin,
yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah IAIN
Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh Tahun 2010.
1.6. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan dari hasil
penelitian ini, maka sistematika pembahasannya akan dijabarkan dalam empat bab yang terdiri dari:
Bab Satu, Pendahuluan yang berisi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah,
kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab Dua, mengenai narkoba dalam pembahasan
hukum Islam dan hukum positif, Tindak pidana narkoba dalam pandangan Islam,
Sanksi bagi pecandu narkoba dalam pandangan Islam, dan Pengertian landasan dan
tujuan pidana rehabilitasi bagi pecandu narkoba menurut Undang-Undang No.35
Tahun 2009.
Bab Tiga, mengenai Tinjauan hukum Islam
terhadap pidana rehabilitasi bagi pecandu narkoba, Bentuk-bentuk pidana
rehabilitasi dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba menurut
Undang-Undang No.35 tahun 2009, Analisis hukum Islam terhadap konsep
rehabilitasi bagi pelaku penyahlagunaan narkoba dan Analisis penulis.
Bab
Empat, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan
dan saran-saran dari permasalahan-permasalahan yang penulis bahas.
[1]
Siswanto Sunarto, Penegakan Hukum
Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
194.
[2] Elling
W. Wagiman, Berantas Narkoba Dengan
Syari’at, November 2007. Diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari situs: http://www.beagoodmoeslim.com.
[3] Republik Indonesia , Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Lembaran Negara tahun 2009 No.
143, tambahan Lembaran Negara No. 5062.
[5] O.C. Kaligis, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2002),
hlm.8.
[7] Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm.90.
[8] Republik
Indonesia ,
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009,
Lembaran Negara tahun 2009 No. 143, tambahan Lembaran Negara No. 5062. Pasal 153.
[10]
Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan dan menutupi akal.
[12] Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta : Pustaka Azzam,
2007), hlm. 156.
[13] Dr.
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer,
(Jakarta : Gema
Insani Press, 2003), hlm. 280.
[14] Ibid.
[15]
Van Pramadya, Puspa, Kamus Besar Hukum
(Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia
Inggris), (Semarang : CV. Aneka, 1991), hlm.
672.
[16]
Moh. Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika,
(Jakarta : Ghalia Indonesia , 2003), hlm. 74-75.
[17] Said Agil Husin, Al-Munawar, Hukum
Islam Dan Pluralitas Sosial, Cet. ke-2, (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm.
6.
assalamu alaikum... bang kalau aku mau hubungi abg lewat apa ya? aku mau konsultasi tentang rehabilitasi menurut hukum islam. aku ngangkat rehabilitasi dalam tugas akhir aku di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. sudi kiranya abg bisa membantu kami. tmks
BalasHapus