HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN HUKUM
ISLAM
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh)
1.1. Latar Belakang
Masalah
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak
pidana penganiayaan dibagi dalam dua macam, yang pertama adalah penganiayaan
sengaja yang terdapat dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 358 dan yang kedua adalah
penganiayaan dengan tidak sengaja yang diatur dalam Pasal 360.[1]
Kejahatan terhadap penganiayaan yang menyebabkan orang lain mati atau luka
berat dihukum dengan hukuman penjara,
Korban yang mati atau luka berat bahkan sampai hilang anggota tubuh terhadapnya
tidak tergantikan baik dengan imbalan uang atau imbalan lainnya. Oleh sebab
itu, seharusnya korban mendapat ganti kerugian sebagaimana konsep dalam hukum
Islam yang memberikan jaminan ganti kerugian kepada korban tindak pidana
penganiayaan.
Dengan demikian KUHP tidak memberikan suatu kepuasan
terhadap pihak korban, karena balasannya tidak setimpal dari apa yang telah
diderita oleh pihak yang mengalami penderitaan tersebut. Oleh karena itu,
seharusnya KUHP memperhatikan hal-hal yang demikian, karena hukum haruslah adil
dan mencakup seluruh kemaslahatan manusia agar dapat ditaati dan dijalankan
sepenuh hati sehingga dapat menurunkan kriminalitas yang sangat banyak terjadi
pada masa sekarang ini karena hukumnya yang masih sangat tidak mendukung untuk
terpenuhinya keinginan-keinginan dari pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, diperlukan hukum yang
efektif untuk mengatur kehidupan manusia agar menjadi aman, tenteram dan
sejahtera.
Hukuman yang ada dalam
KUHP seolah-olah memberikan makna bahwa dengan dihukumnya pelaku dengan cara
dipenjara sudah memenuhi kepentingan semua pihak, baik itu korban maupun
pelaku. Padahal kalau kita menilai penjara tersebut belum cukup untuk memuaskan
korban atau mengurangi penderitaan korban yang disebabkan oleh perbuatan pelaku, Karena pelaku hanya dipenjara beberapa bulan
atau beberapa tahun dan kemudian setelah itu ia bebas dan normal kembali,
sedangkan korban menderita kecacatan seumur hidup dan tidak mendapatkan jaminan
ganti kerugian yang layak baginya. Hal inilah yang seharusnya diperbaharui
sehingga tercapainya hukum yang efektif.
Dalam hukum Islam memiliki pengaturan yang jelas
tentang hukuman bagi pelaku penganiayaan, yaitu dengan diberlakukannya diyat
sebagai ganti kerugian oleh pelaku kepada korban penganiayaan.[2]
Dengan demikian pihak korban akan mendapatkan sejumlah harta sebagai ganti kerugian
dari pelaku sebagai bentuk pertanggungjawabannya dan menjadi pengobat luka yang
telah dibuat oleh si pelaku untuk menjalani hari-harinya. Ganti kerugian
diharuskan dengan pembayaran yang menumbuhkan kesadaran baru bagi pelaku.
Dengan demikian mereka akan merasa sempit, sakit dan berat, semua itu tidak
akan bisa dirasakan kecuali, dibebankan kepada mereka denda yang berat yang
menyita sebagian besar harta miliknya. Sehingga dalam hidupnya akan menyadari
akibat dari membayar diyat kepada korban. Demikianlah hukuman yang harus
diterima oleh pelaku sehingga denda itu merupakan pembalasan yang mencakup
hukuman dan penggantian.[3]
Qishas/Diyat dalam hukum jinayat Islam berada dalam satu
perangkat yang tidak terpisahkan, pelaksanaan hukuman ini adalah bertujuan
untuk kelangsungan hidup manusia. Perangkat hukum qishash yang diperkirakan
akan berimbas ke peringkat berikutnya yaitu diyat. Diyat adalah kompensasi yang
diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli waris korban untuk kelangsungan
hidup. Korban yang mengalami kecederaan akan dapat memenuhi kelangsungan ketika
korban mendapat kompensasi dari pelaku.
Pembahasan tentang penganiayaan dibahas dalam KUHP
dan hukum Islam selain pada dua aturan tersebut penganiayaan juga dibicarakan
dalam undang-undang lain. Akan tetapi, pada penelitian ini penulis memfokuskan
penelitian pada aturan yang terdapat dalam KUHP dan hukum Islam tentang
penganiayaan. Hal ini dikarenakan, aturan dalam KUHP diidentifikasikan banyak
terdapat kekurangan dan tidak mencakup seluruh kemaslahatan sedangkan dalam
hukum Islam sangat sesuai dengan nilai-nilai kemaslahatan.
Atas dasar adanya perbedaan dari dua teori tersebut
maka lahirlah judul ini, di samping itu, kajian ini juga menganalisis beberapa
contoh putusan di Pengadilan
Negeri Banda Aceh dalam kasus tindak pidana
penganiayaan dari Tahun 2009 s.d 2011 untuk mengetahui sejauh mana hakim dalam
menetapkan putusan merujuk kepada KUHP dalam menyatakan putusan dan apakah
putusan-putusan tersebut memberikan dampak positif bagi penurunan kasus
penganiayaan di wilayah Banda Aceh. Sehingga akhirnya dapat disimpulkan teori
hukum mana yang lebih baik dan sesuai untuk diterapkan untuk kondisi sekarang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan
judul: “HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN DALAM KUHP DAN HUKUM ISLAM (Analisa Putusan Pengadilan
Negeri Banda Aceh)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diuraikan tersebut di
atas, maka penulis mempunyai beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan
sebagai bahan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Apakah hukuman bagi pelaku tindak pidana
penganiayaan menurut KUHP sudah sesuai dengan hukum Islam?
2. Apakah masyarakat merasa puas dengan hukum
dalam KUHP?
3. Bagaimana analisis terhadap putusan
Pengadilan Negeri Banda Aceh bagi pelaku tindak pidana penganiayaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apakah hukuman bagi
pelaku tindak pidana penganiayaan menurut KUHP sudah sesuai dengan hukum Islam.
2. Untuk mengetahui apakah masyarakat merasa
puas dengan hukum dalam KUHP.
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis
terhadap putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh bagi pelaku tindak pidana
penganiayaan.
1.4. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah
yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah tersebut yaitu:
1. Hukuman;
2. Tindak Pidana;
3. Penganiayaan;
4. Diyat;
5. KUHP;
6. Hukum
Islam.
7. Putusan
Pengadilan Negeri.
Ad.1. Hukuman
Hukuman adalah sesuatu keputusan yang dijatuhkan oleh hakim pada akhir
sidang pengadilan dengan vonis kepada siapapun yang melanggar hukum pidana
hukum tersebut oleh pelanggarnya sebagai sesuatu perasaan yang tidak enak.[4]
Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh Abdul
Qadir Audah sebagai berikut hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk
memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan syara’.[5]
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah salah satu
tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbuatan yang
melanggar ketentuan syara’ dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan
kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.
Ad.2. Tindak Pidana
Menurut Adami Chazawi, bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh
undang-undang dinyatakan dilarang yang disertai ancaman pidana pada barang
siapa yang melanggar larangan tersebut.[6] Dari definisi di atas jelas bahwa tindak
pidana adalah berupa perbuatan yang telah dilarang oleh hukum dan bagi orang
yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut akan dikenakan sanksi berupa
hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.
Ad.3. Penganiayaan
Penganiayaan dalam ilmu hukum pidana adalah yang
berkenaan dengan tubuh manusia. Menurut Mr. M. H.Tirtaamidjaja. Menganiaya
ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain.[7]
Dalam hukum pidana Islam, yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain
jiwa/penganiayaan, seperti dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah setiap
perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai
menghilangkan nyawanya.[8]
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa penganiayaan adalah setiap
perbuatan yang dapat menyakiti orang lain akan tetapi tidak sampai menimbulkan
kematian baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja.
Ad.4. Diyat
Diyat adalah harta benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang
diberikan kepada korban kejahatan atau kepada walinya.[9]
Diyat merupakan hukuman pengganti untuk qishash apabila
qishash terhalang karena suatu sebab. Diyat, baik sebagai
hukuman pokok maupun sebagai hukuman pengganti, digunakan untuk pengertian diyat
yang penuh (kamilah),
yaitu seratus ekor unta. Adapun untuk hukuman yang kurang dari diyat penuh
maka digunakan istilah irsy (ارش).
Walaupun demikian, kebanyakan para ulama mungkin untuk mempermudah penyebutan
tetap menggunakan lafaz diyat untuk hukumannya yang seharusnya digunakan
kata irsy (ارش).[10]
Ad.5. KUHP
KUHP adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana.[11]
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
merupakan induk atau sumber utama hukum pidana materiil, memuat tentang
aturan umum hukum pidana dan rumusan-rumusan tindak pidana tertentu.[12]
Istilah KUHP di sini adalah merupakan terjemahan dari Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang berarti “keseluruhan kesatuan peraturan-peraturan
perundang-undangan yang lengkap tentang suatu bidang hukum yang diterbitkan
dalam sebuah buku yang dinamakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).[13]
Ad.6. Hukum Islam
Hukum Islam adalah sebuah hukum ditetapkan oleh Allah Swt, yang bersumber
dari al-Qur’an dan as-Sunnah.[14]
Hasbi Ash-Shiddiqi mendefinisikan bahwa hukum Islam adalah segala sesuatu yang
disyari’atkan dengan al-Qur’an dan sunnah rasul, sabdanya, perbuatannya,
ataupun taqrirnya.[15]
Dari definisi di atas jelas bahwa hukum Islam merupakan aturan-aturan dan
larangan-larangan yang dibuat oleh Allah SWT dan diperuntukkan kepada seluruh
umat manusia.
Ad.7. Putusan Pengadilan Negeri
Putusan
pengadilan negeri adalah ketetapan hakim yang telah ditetapkan dalam amar
putusan yang berisi tentang ketetapan hukuman yang harus dijalani oleh pelaku
tindak pidana kejahatan, dalam skripsi ini khusus kepada pelaku tindak pidana
penganiayaan saja. Prosedur atau tata caranya ditentukan oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam memutuskan suatu perkara hakim
dalam hal ini merujuk kepada KUHP dan KUHAP yang menjadi pedoman utama dalam
menetapkan putusannya di pengadilan negeri.
1.5.
Kajian Pustaka
Permasalahan mengenai masalah hukuman bagi pelaku tindak pidana
penganiayaan saat ini haruslah menjadi perhatian utama dari pihak berwenang
membuat hukum, hal ini dikarenakan maraknya terjadi kejahatan tersebut di
mana-mana, semakin hari kejahatan penganiayaan semakin meningkat. Hal ini harus
segera diatasi. Salah satu hal yang dapat mengurangi maraknya pelaku
penganiayaan adalah dengan menerapkan
hukuman yang efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku, sehingga dengan
demikian pelaku akan merasa takut untuk melakukan kejahatan.[16]
Pembahasan mengenai hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan dapat
dilihat dalam buku-buku dan tesis serta dalam putusan pengadilan negeri. Di
antara buku-buku yang membahas masalah penganiayaan adalah Tindak Pidana terhadap Tubuh dan Nyawa karangan Ledeng Marpaung.
Fokus pembahasan dalam buku ini adalah masalah tindak pidana terhadap hukuman
bagi pelaku tindak pidana penganiayaan dalam KUHP dan hukum Islam serta amar
putusan pengadilan negeri Banda Aceh yang akan dianalisa kesesuaian dengan
hukum Islam.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tentang tindak pidana
penganiayaan lainnya adalah bahwa fokus skripsi ini lebih kepada ganti kerugian
yang diberikan kepada korban atas tindak pidana penganiayaan dan membedakan manakah yang terbaik antara hukum
Islam yang memberikan alternatif hukuman lain yaitu berupa ganti kerugian
terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan dengan hukum dalam KUHP yang hanya
sebatas penjara saja serta menganalisa putusan pengadilan negeri Banda Aceh,
apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam.
1.6.
Metode Penelitian
Penelitian adalah usaha untuk mencari kembali yang
dilakukan dengan metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta
sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan
dan menjawab poblemnya.[17]
Dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis dan komparatif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang semata-mata berusaha memberikan gambaran atau
mendeskripsikan suatu permasalahan yang dibahas. Penelitian analisis adalah
penelitian yang dilakukan dengan memahami serta menganalisa terhadap dua aturan
yang akan diperbandingkan. Penelitian komparatif adalah penelitian yang dilakukan untuk
membandingkan dua objek kajian manakah yang lebih baik untuk diterapkan dalam
kehidupan manusia. Jadi dalam penulisan skripsi ini, metode deskriptif analisis
komparatif digunakan untuk menjelaskan aturan-aturan hukuman penganiayaan dalam
KUHP dan hukum Islam lalu menganalisa serta membandingkan kesesuaian dan
keefektifan hukumannya dengan hukum Islam.
1.6.1.
Metode pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dapat dilakukan dengan baik,
jika tahap sebelumnya sudah dilakukan persiapan secara matang. Sebelum
melakukan pengumpulan data kelapangan, maka hal-hal yang perlu dipersiapkan
atau disediakan adalah surat izin penelitian, Pedoman wawancara, alat tulis
menulis dan lain-lain dianggap penting.[18]
Pengumpulan data ini dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain
sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan (library research).
Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan
atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil pemikiran
lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
b. Studi lapangan
Studi lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data
primer yang akan digunakan sebagai data
penunjang dalam penelitian ini. Data primer tersebut diperoleh dari para pihak
yang ditentukan informal atau nara sumber seperti Kepala kantor Kemenkumham
Provinsi Aceh, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh serta Staf
Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh dan Kepala bidang hukum
Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Sementara itu, sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
hal yaitu:
1.
Data primer
Data primer diperoleh dengan
studi pustaka yaitu dengan menelaah kitab-kitab atau buku-buku yang berkaitan
dengan topik pembahasan. Data primer
dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan, Al-Qur’an, Al-Hadist, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang ada hubungannya dengan topik pembahasan skripsi.
2.
Data sekunder
Untuk menghimpun data
sekunder, maka di butuhkan bahan pustaka yang merupakan bahan dasar yang
digolongkan sebagai data sekunder, yang terdiri dari data primer, sekunder, dan
tersier.
Akhirnya dalam penulisan dan penyusunan karya
ilmiah ini penulis berpedoman pada buku pedoman karya tulis ilmiah dan pendoman
transliterisasi Arab latin, yang diterbitkan oleh IAIN Ar-Raniry Tahun 2010.
1.6.2.
Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang
dipergunakan adalah pedoman wawancara serta studi terhadap bahan-bahan dokumen
lainnya.
a. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk
mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang perlindungan
hak asasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banda Aceh yang
dilakukan kepada antara lain:
1. Kepala Devisi Lembaga Pemasyarakatan
Kantor Wilayah Kemenkumham Banda Aceh;
2. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Banda Aceh;
3. Kepala keamanan Lembaga Pemasyarakatan
Klas IIA Banda Aceh;
4. Kepala bidang hukum Pengadilan Negeri Banda
Aceh;
5. Kepala seksi kegiatan kerja Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
6. Kepala sub-seksi Bimbingan kerja Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
7. Beberapa tokoh masyarakat di Banda Aceh.
b. Bahan-bahan
Dokumen atau Pustaka
1. Bahan
hukum primer
Sebagai landasan Utama yang di
pakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Pasal 351 s.d 360 tentang
tindak pidana penganiayaan dan Q.S Al-Maidah ayat 45, H.R An-Nasa’i tentang
hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan serta.
2. Bahan hukum sekunder
Bahan yang memberikan Penjelasan bahan hukum
primer, seperti hasil penelitian, Hasil seminar, Hasil karya dari kalangan
hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan
tindak pidana penganiayaan.
3. Bahan
hukum tertier
Bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus, dan lain-lain.
1.6.3.
Teknis
Pengumpulan Data
Bahan hukum yang terkumpul dalam penelitian ini mencakup Bahan hukum primer
dan Bahan hukum sekunder. Untuk bahan hukum primer berasal dari Al-Qur’an, Al-Hadits
dan KUHP serta responden yang dipakai teknis wawancara dan daftar pertanyaan
terbuka. Terhadap data primer yang diperoleh dari informan dipakai teknis
wawancara secara mendalam, disamping dipakai teknis pengamatan. bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti aturan yang ada dalam KUHP. Hasil penelitian, karya dari
kalangan hukum dan pendapat pakar hukum. Bahan hukum tersier
atau bahan hukum penunjang mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk serta penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder.
Secara keseluruhan data yang diperoleh di lapangan kiranya memberikan
gambaran tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan sehingga dengan
jelas dapat diketahui seperti apa hukuman yang diterapkan terhadap pelaku
tindak pidana penganiyaan di lapangan.
1.6.4.
Teknis
Pengolahan Data
Dalam pengolahan data, data yang penulis peroleh melalui wawancara di
lapangan kemudian data-data ini secara bertahap disusun. Dalam bab hasil
penelitian dan kemudian dibahas dengan didukung oleh pendapat para ahli sebagai
landasan teoritis bab pembahasan.
1.7. Sistematika Pembahasan
Berdasarkan permasalahan dan beberapa hal yang telah diuraikan sebelumnya
maka susunan skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) bab yaitu:
Bab Satu, Pendahuluan yang berisi Latar belakang masalah, Rumusan masalah,
Tujuan penelitian, Penjelasan istilah, Kajian pustaka, Metode penelitian, dan
Sistematika pembahasan.
Bab Dua, mengenai Konsep tindak pidana
penganiayaan dalam KUHP dan hukum Islam, yang berisi tentang, Konsep tindak pidana
penganiayaan dalam KUHP; Pengertian tindak pidana penganiayaan, Dasar hukum
yang mengatur tentang penganiayaan, Klasifikasi tindak pidana terhadap
penganiayaan dalam KUHP, dan Konsep tindak pidana penganiayaan dalam hukum
Islam; Dasar hukum penganiayaan dalam Islam, Klasifikasi tindak pidana
penganiayaan dalam hukum Islam dan Sanksi tindak pidana penganiyaan dalam hukum
Islam.
Bab Tiga, Mengenai Penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana
penganiayaan di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Yang berisi tentang Dasar
penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri
Banda Aceh, Analisis terhadap Amar putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh bagi
pelaku Tindak pidana Penganiayaan dari Tahun 2009 s.d 2011, Dampak Keberhasilan Penghukuman terhadap Pelaku
Tindak Pidana Penganiayaan dan Analisa terhadap putusan Pengadilan Negeri Banda
Aceh
Bab Empat, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran
dari permasalahan-permasalahan yang penulis bahas.
[1]Adami
Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 11.
[2]Hukuman
pokoknya adalah qishash/diyat, namun dalam skripsi ini penulis lebih
memfokuskan pada hukuman diyat yang diterima oleh korban atas penganiayaan yang
dilakukan oleh pelaku.
[3]Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid.3., Cet. 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007),
hlm. 452.
[5]Abdul
Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz. I, (Beirut: Dar
Al-Kitab Al-Araby, t.th.,), hlm. 609.
[6]Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm. 6.
[7]Ledeng Marpaung, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2002), hlm. 5.
[8]Abdul Qadir Audah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu,
Juz. VI, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby, t.th.,), hlm. 609.
[10]Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 196.
[12]Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
[13]R.Soesilo, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap, Cet. X (Bogor:
Politeia, 1988), hlm. 433.
[14]Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 44.
[15]Hasbi Ash-Shiddiqi, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 31.
[16]Wirjono
Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana
Tertentu di Indonesia, (Jakarta: Fasco, 1969), hlm. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar