Laman

Senin, 23 September 2013



HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh)


1.1.   Latar Belakang Masalah
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana penganiayaan dibagi dalam dua macam, yang pertama adalah penganiayaan sengaja yang terdapat dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 358 dan yang kedua adalah penganiayaan dengan tidak sengaja yang diatur dalam Pasal 360.[1] Kejahatan terhadap penganiayaan yang menyebabkan orang lain mati atau luka berat dihukum dengan hukuman penjara,  Korban yang mati atau luka berat bahkan sampai hilang anggota tubuh terhadapnya tidak tergantikan baik dengan imbalan uang atau imbalan lainnya. Oleh sebab itu, seharusnya korban mendapat ganti kerugian sebagaimana konsep dalam hukum Islam yang memberikan jaminan ganti kerugian kepada korban tindak pidana penganiayaan.
Dengan demikian KUHP tidak memberikan suatu kepuasan terhadap pihak korban, karena balasannya tidak setimpal dari apa yang telah diderita oleh pihak yang mengalami penderitaan tersebut. Oleh karena itu, seharusnya KUHP memperhatikan hal-hal yang demikian, karena hukum haruslah adil dan mencakup seluruh kemaslahatan manusia agar dapat ditaati dan dijalankan sepenuh hati sehingga dapat menurunkan kriminalitas yang sangat banyak terjadi pada masa sekarang ini karena hukumnya yang masih sangat tidak mendukung untuk terpenuhinya keinginan-keinginan dari pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, diperlukan hukum yang efektif untuk mengatur kehidupan manusia agar menjadi aman, tenteram dan sejahtera.
Hukuman yang ada dalam KUHP seolah-olah memberikan makna bahwa dengan dihukumnya pelaku dengan cara dipenjara sudah memenuhi kepentingan semua pihak, baik itu korban maupun pelaku. Padahal kalau kita menilai penjara tersebut belum cukup untuk memuaskan korban atau mengurangi penderitaan korban yang disebabkan oleh perbuatan pelaku,  Karena pelaku hanya dipenjara beberapa bulan atau beberapa tahun dan kemudian setelah itu ia bebas dan normal kembali, sedangkan korban menderita kecacatan seumur hidup dan tidak mendapatkan jaminan ganti kerugian yang layak baginya. Hal inilah yang seharusnya diperbaharui sehingga tercapainya hukum yang efektif.
Dalam hukum Islam memiliki pengaturan yang jelas tentang hukuman bagi pelaku penganiayaan, yaitu dengan diberlakukannya diyat sebagai ganti kerugian oleh pelaku kepada korban penganiayaan.[2] Dengan demikian pihak korban akan mendapatkan sejumlah harta sebagai ganti kerugian dari pelaku sebagai bentuk pertanggungjawabannya dan menjadi pengobat luka yang telah dibuat oleh si pelaku untuk menjalani hari-harinya. Ganti kerugian diharuskan dengan pembayaran yang menumbuhkan kesadaran baru bagi pelaku. Dengan demikian mereka akan merasa sempit, sakit dan berat, semua itu tidak akan bisa dirasakan kecuali, dibebankan kepada mereka denda yang berat yang menyita sebagian besar harta miliknya. Sehingga dalam hidupnya akan menyadari akibat dari membayar diyat  kepada korban. Demikianlah hukuman yang harus diterima oleh pelaku sehingga denda itu merupakan pembalasan yang mencakup hukuman dan penggantian.[3]
Qishas/Diyat dalam hukum jinayat Islam berada dalam satu perangkat yang tidak terpisahkan, pelaksanaan hukuman ini adalah bertujuan untuk kelangsungan hidup manusia. Perangkat hukum qishash yang diperkirakan akan berimbas ke peringkat berikutnya yaitu diyat. Diyat adalah kompensasi yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli waris korban untuk kelangsungan hidup. Korban yang mengalami kecederaan akan dapat memenuhi kelangsungan ketika korban mendapat kompensasi dari pelaku.
Pembahasan tentang penganiayaan dibahas dalam KUHP dan hukum Islam selain pada dua aturan tersebut penganiayaan juga dibicarakan dalam undang-undang lain. Akan tetapi, pada penelitian ini penulis memfokuskan penelitian pada aturan yang terdapat dalam KUHP dan hukum Islam tentang penganiayaan. Hal ini dikarenakan, aturan dalam KUHP diidentifikasikan banyak terdapat kekurangan dan tidak mencakup seluruh kemaslahatan sedangkan dalam hukum Islam sangat sesuai dengan nilai-nilai kemaslahatan.
Atas dasar adanya perbedaan dari dua teori tersebut maka lahirlah judul ini, di samping itu, kajian ini juga menganalisis beberapa contoh putusan di Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam kasus tindak pidana penganiayaan dari Tahun 2009 s.d 2011 untuk mengetahui sejauh mana hakim dalam menetapkan putusan merujuk kepada KUHP dalam menyatakan putusan dan apakah putusan-putusan tersebut memberikan dampak positif bagi penurunan kasus penganiayaan di wilayah Banda Aceh. Sehingga akhirnya dapat disimpulkan teori hukum mana yang lebih baik dan sesuai untuk diterapkan untuk kondisi sekarang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DALAM KUHP DAN HUKUM ISLAM (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh)”










1.2.  Rumusan Masalah
            Berdasarkan dari latar belakang diuraikan tersebut di atas, maka penulis mempunyai beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai bahan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1.    Apakah hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan menurut KUHP sudah sesuai dengan hukum Islam?
2.    Apakah masyarakat merasa puas dengan hukum dalam KUHP?
3.    Bagaimana analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh bagi pelaku tindak pidana penganiayaan?

1.3.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui apakah hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan menurut KUHP sudah sesuai dengan hukum Islam.
2.      Untuk mengetahui apakah masyarakat merasa puas dengan hukum dalam KUHP.
3.      Untuk mengetahui bagaimana analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh bagi pelaku tindak pidana penganiayaan.

1.4.  Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah tersebut yaitu:
1.  Hukuman;
2.  Tindak Pidana;
3.   Penganiayaan;
4.       Diyat;
5.       KUHP;
6.       Hukum Islam.
7.       Putusan Pengadilan Negeri.

Ad.1. Hukuman
Hukuman adalah sesuatu keputusan yang dijatuhkan oleh hakim pada akhir sidang pengadilan dengan vonis kepada siapapun yang melanggar hukum pidana hukum tersebut oleh pelanggarnya sebagai sesuatu perasaan yang tidak enak.[4] Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh Abdul Qadir Audah sebagai berikut hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.[5] Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah salah satu tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syara’ dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.

Ad.2. Tindak Pidana
Menurut Adami Chazawi, bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan dilarang yang disertai ancaman pidana pada barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[6]  Dari definisi di atas jelas bahwa tindak pidana adalah berupa perbuatan yang telah dilarang oleh hukum dan bagi orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut akan dikenakan sanksi berupa hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.

Ad.3. Penganiayaan
Penganiayaan dalam ilmu hukum pidana adalah yang berkenaan dengan tubuh manusia. Menurut Mr. M. H.Tirtaamidjaja. Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain.[7] Dalam hukum pidana Islam, yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain jiwa/penganiayaan, seperti dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah setiap perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan nyawanya.[8] Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa penganiayaan adalah setiap perbuatan yang dapat menyakiti orang lain akan tetapi tidak sampai menimbulkan kematian baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja.
Ad.4. Diyat
Diyat adalah harta benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan kepada korban kejahatan atau kepada walinya.[9] Diyat merupakan hukuman pengganti untuk qishash apabila qishash terhalang karena suatu sebab. Diyat, baik sebagai hukuman pokok maupun sebagai hukuman pengganti, digunakan untuk pengertian diyat yang penuh (kamilah), yaitu seratus ekor unta. Adapun untuk hukuman yang kurang dari diyat penuh maka digunakan istilah  irsy (ارش). Walaupun demikian, kebanyakan para ulama mungkin untuk mempermudah penyebutan tetap menggunakan lafaz diyat untuk hukumannya yang seharusnya digunakan kata irsy (ارش).[10]

Ad.5. KUHP
KUHP adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana.[11] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  merupakan induk atau sumber utama hukum pidana materiil, memuat tentang aturan umum hukum pidana dan rumusan-rumusan tindak pidana tertentu.[12] Istilah KUHP di sini adalah merupakan terjemahan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berarti “keseluruhan kesatuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang lengkap tentang suatu bidang hukum yang diterbitkan dalam sebuah buku yang dinamakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).[13]



Ad.6. Hukum Islam
Hukum Islam adalah sebuah hukum ditetapkan oleh Allah Swt, yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.[14] Hasbi Ash-Shiddiqi mendefinisikan bahwa hukum Islam adalah segala sesuatu yang disyari’atkan dengan al-Qur’an dan sunnah rasul, sabdanya, perbuatannya, ataupun taqrirnya.[15] Dari definisi di atas jelas bahwa hukum Islam merupakan aturan-aturan dan larangan-larangan yang dibuat oleh Allah SWT dan diperuntukkan kepada seluruh umat manusia.
Ad.7. Putusan Pengadilan Negeri
            Putusan pengadilan negeri adalah ketetapan hakim yang telah ditetapkan dalam amar putusan yang berisi tentang ketetapan hukuman yang harus dijalani oleh pelaku tindak pidana kejahatan, dalam skripsi ini khusus kepada pelaku tindak pidana penganiayaan saja. Prosedur atau tata caranya ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam memutuskan suatu perkara hakim dalam hal ini merujuk kepada KUHP dan KUHAP yang menjadi pedoman utama dalam menetapkan putusannya di pengadilan negeri.


1.5.  Kajian Pustaka
Permasalahan mengenai masalah hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan saat ini haruslah menjadi perhatian utama dari pihak berwenang membuat hukum, hal ini dikarenakan maraknya terjadi kejahatan tersebut di mana-mana, semakin hari kejahatan penganiayaan semakin meningkat. Hal ini harus segera diatasi. Salah satu hal yang dapat mengurangi maraknya pelaku penganiayaan  adalah dengan menerapkan hukuman yang efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku, sehingga dengan demikian pelaku akan merasa takut untuk melakukan kejahatan.[16]
Pembahasan mengenai hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan dapat dilihat dalam buku-buku dan tesis serta dalam putusan pengadilan negeri. Di antara buku-buku yang membahas masalah penganiayaan adalah Tindak Pidana terhadap Tubuh dan Nyawa karangan Ledeng Marpaung. Fokus pembahasan dalam buku ini adalah masalah tindak pidana terhadap hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan dalam KUHP dan hukum Islam serta amar putusan pengadilan negeri Banda Aceh yang akan dianalisa kesesuaian dengan hukum Islam.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tentang tindak pidana penganiayaan lainnya adalah bahwa fokus skripsi ini lebih kepada ganti kerugian yang diberikan kepada korban atas tindak pidana penganiayaan dan  membedakan manakah yang terbaik antara hukum Islam yang memberikan alternatif hukuman lain yaitu berupa ganti kerugian terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan dengan hukum dalam KUHP yang hanya sebatas penjara saja serta menganalisa putusan pengadilan negeri Banda Aceh, apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam.





1.6.  Metode Penelitian
Penelitian adalah usaha untuk mencari kembali yang dilakukan dengan metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan dan menjawab poblemnya.[17] Dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis dan komparatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang semata-mata berusaha memberikan gambaran atau mendeskripsikan suatu permasalahan yang dibahas. Penelitian analisis adalah penelitian yang dilakukan dengan memahami serta menganalisa terhadap dua aturan yang akan diperbandingkan. Penelitian komparatif  adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan dua objek kajian manakah yang lebih baik untuk diterapkan dalam kehidupan manusia. Jadi dalam penulisan skripsi ini, metode deskriptif analisis komparatif digunakan untuk menjelaskan aturan-aturan hukuman penganiayaan dalam KUHP dan hukum Islam lalu menganalisa serta membandingkan kesesuaian dan keefektifan hukumannya dengan hukum Islam.
1.6.1.  Metode pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dapat dilakukan dengan baik, jika tahap sebelumnya sudah dilakukan persiapan secara matang. Sebelum melakukan pengumpulan data kelapangan, maka hal-hal yang perlu dipersiapkan atau disediakan adalah surat izin penelitian, Pedoman wawancara, alat tulis menulis dan lain-lain dianggap penting.[18] Pengumpulan data ini dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut:
a.   Studi kepustakaan (library research).

Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
b.  Studi lapangan
Studi lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data primer yang akan digunakan  sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data primer tersebut diperoleh dari para pihak yang ditentukan informal atau nara sumber seperti Kepala kantor Kemenkumham Provinsi Aceh, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh serta Staf Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh dan Kepala bidang hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Sementara itu, sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) hal     yaitu:
1.  Data  primer
Data primer diperoleh dengan studi pustaka yaitu dengan menelaah kitab-kitab atau buku-buku yang berkaitan dengan topik pembahasan. Data  primer dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan, Al-Qur’an, Al-Hadist, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang ada hubungannya dengan topik pembahasan skripsi.
2.     Data sekunder
Untuk menghimpun data sekunder, maka di butuhkan bahan pustaka yang merupakan bahan dasar yang digolongkan sebagai data sekunder, yang terdiri dari data primer, sekunder, dan tersier.
 Akhirnya dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini penulis berpedoman pada buku pedoman karya tulis ilmiah dan pendoman transliterisasi Arab latin, yang diterbitkan oleh IAIN Ar-Raniry Tahun 2010.
1.6.2.  Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah pedoman wawancara serta studi terhadap bahan-bahan dokumen lainnya.
a.  Pedoman Wawancara
    Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang perlindungan hak asasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banda Aceh yang dilakukan kepada antara lain:
1.     Kepala Devisi Lembaga Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham Banda Aceh;
2.     Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
3.     Kepala keamanan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
4.     Kepala bidang hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh;
5.     Kepala seksi kegiatan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
6.     Kepala sub-seksi Bimbingan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh;
7.     Beberapa tokoh masyarakat di Banda Aceh.
b.   Bahan-bahan Dokumen atau Pustaka
1.   Bahan hukum primer
Sebagai landasan Utama yang di pakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Pasal 351 s.d 360 tentang tindak pidana penganiayaan dan Q.S Al-Maidah ayat 45, H.R An-Nasa’i tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan serta.
2.   Bahan hukum sekunder
  Bahan yang memberikan Penjelasan bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, Hasil seminar, Hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana penganiayaan.
3.   Bahan hukum tertier
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, dan lain-lain.

1.6.3. Teknis Pengumpulan Data
Bahan hukum yang terkumpul dalam penelitian ini mencakup Bahan hukum primer dan Bahan hukum sekunder. Untuk bahan hukum primer berasal dari Al-Qur’an, Al-Hadits dan KUHP serta responden yang dipakai teknis wawancara dan daftar pertanyaan terbuka. Terhadap data primer yang diperoleh dari informan dipakai teknis wawancara secara mendalam, disamping dipakai teknis pengamatan. bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan  bahan hukum tersier.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti aturan yang ada dalam KUHP. Hasil penelitian, karya dari kalangan hukum  dan  pendapat pakar hukum. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk  serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
Secara keseluruhan data yang diperoleh di lapangan kiranya memberikan gambaran tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan sehingga dengan jelas dapat diketahui seperti apa hukuman yang diterapkan terhadap pelaku tindak pidana penganiyaan di lapangan.
1.6.4. Teknis Pengolahan Data
Dalam pengolahan data, data yang penulis peroleh melalui wawancara di lapangan kemudian data-data ini secara bertahap disusun. Dalam bab hasil penelitian dan kemudian dibahas dengan didukung oleh pendapat para ahli sebagai landasan teoritis bab pembahasan.





1.7.  Sistematika Pembahasan
Berdasarkan permasalahan dan beberapa hal yang telah diuraikan sebelumnya maka susunan skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) bab yaitu:
Bab Satu, Pendahuluan yang berisi Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Penjelasan istilah, Kajian pustaka, Metode penelitian, dan Sistematika pembahasan.
Bab Dua, mengenai Konsep tindak pidana penganiayaan dalam KUHP dan hukum Islam, yang berisi tentang, Konsep tindak pidana penganiayaan dalam KUHP; Pengertian tindak pidana penganiayaan, Dasar hukum yang mengatur tentang penganiayaan, Klasifikasi tindak pidana terhadap penganiayaan dalam KUHP, dan Konsep tindak pidana penganiayaan dalam hukum Islam; Dasar hukum penganiayaan dalam Islam, Klasifikasi tindak pidana penganiayaan dalam hukum Islam dan Sanksi tindak pidana penganiyaan dalam hukum Islam.
Bab Tiga, Mengenai Penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Yang berisi tentang Dasar penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Analisis terhadap Amar putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh bagi pelaku Tindak pidana Penganiayaan dari Tahun 2009 s.d 2011,a Aceh bagi pelaku tindak i Pengadilan Negeri Banda Aceh,   Dampak Keberhasilan Penghukuman terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan dan Analisa terhadap putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh
Bab Empat, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran dari permasalahan-permasalahan yang penulis bahas.





[1]Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 11.

[2]Hukuman pokoknya adalah qishash/diyat, namun dalam skripsi ini penulis lebih memfokuskan pada hukuman diyat yang diterima oleh korban atas penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku.

[3]Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid.3., Cet. 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm. 452.

[4]Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang : Aneka Ilmu, 1997), hlm. 442.

[5]Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz. I, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby, t.th.,), hlm. 609.

[6]Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 6.

[7]Ledeng Marpaung, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 5.

[8]Abdul Qadir Audah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz. VI, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Araby, t.th.,), hlm. 609.

[9]Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid.3., Cet. 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm. 451.
[10]Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 196.

[11]Simorangkir, Rudy T. Erwin, Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 86.

[12]Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.

[13]R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap, Cet. X (Bogor: Politeia, 1988), hlm. 433.
[14]Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 44.

[15]Hasbi Ash-Shiddiqi, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 31.
[16]Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta: Fasco, 1969), hlm. 35.
[17]Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1978), hlm. 132.

[18]Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),  hlm. 49.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar