I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian, dengan segala output yang di hasilkan, merupakan sektor
yang cukup tangguh dibanding sektor lainnya. Hal tersebut telah teruji saat Indonesia
dilanda krisis ekonomi. Produk dari sektor pertanian justru menjadi salah satu
sumber pendapatan devisa bagi negara. Umumnya, komoditas tersebut berasal dari
perkebunan, salah satunya produk perkebunan dalam bentuk minyak atsiri (Raziah,
2007).
Minyak atsiri atau essential oils merupakan output tanaman
tradisional yang banyak digunakan dalam industri kimia sebagai salah satu bahan
baku produk
wewangian (parfum), farmasi, kosmetika, pengawetan barang, dan kebutuhan dasar
industri lainnya.
Dari 70 jenis minyak atsiri yang di perdagangkan di pasaran
internasional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia .
Oleh sebab itu, Indonesia
termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara
pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik (Mangun, 2005). Kondisi
tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan
tanah subur yang dimiliki Indonesia ,
yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman nilam.
Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, di dapatkan
hasil berupa minyak nilam (patchouli oil), minyak sereh wangi (citronella),
akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput),
cengkili (cloves), condana (sandalwood), lada (peper),
serta minyak melati (yasmin).
Khusus minyak nilam, sekitar 70% pangsa pasar dunia dikuasai oleh minyak
nilam Indonesia
(diperkirakan sekitar rata-rata minimal 1.000 ton per tahun), (Grieve dalam
www.balittro.litbang.deptan.go.id, 2003). Tanaman nilam (Pogostemon cablin) dengan hasil
minyak nilam (patchouli oil) merupakan penghasil devisa terbesar dari
ekspor minyak atsiri. Produksi minyak nilam Indonesia per tahunnya mencapai
rata-rata di atas USD 20 juta (dolar Amerika).
Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yaitu Pogostemon
cablin Benth (nilam aceh), Pogostemon heyneanus Benth (nilam jawa),
dan Pogostemon hortensis Benth (nilam sabun). Di antara ketiga jenis
nilam tersebut, nilam aceh memiliki kandungan minyak yang lebih tinggi yaitu
2,5 persen sampai 5 persen. Sedangkan nilam jawa dan nilam sabun memiliki
kandungan minyak yang sama yaitu sekitar 0,5 persen sampai 1,5 persen.
Dari angka tersebut dapat
dikatakan bahwa tanaman nilam, dengan hasil minyak nilam, mempunyai prospek
pasar paling baik dan paling luas dibandingkan dengan tanaman atsiri lainnya.
Dari transaksi perdagangan domestik dan jalur ekspor, jenis minyak nilam,
menempati urutan teratas dalam jumlah dan volume transaksi. Oleh sebab itu,
sudah sewajarnya bila eksistensi dalam jumlah dan peluang yang dimiliki Indonesia
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Pengelolaan bisnis nilam
memerlukan terobosan dan langkah strategis sehingga pengelolaannya dilakukan
secara profesional dan berkelanjutan (kontinu). Penyediaan sarana dan teknik
penyulingan hendaknya dilakukan dengan teknologi yang lebih sofisticated
agar kontinuitas output yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasar
dengan suatu kualitas baik.
Di Indonesia daerah sentra
produksi nilam terdapat di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Bengkulu, kemudian berkembang di provinsi
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lainnya. Luas areal
pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun produktivitas
minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun.
Dari hasil pengujian di
berbagai lokasi pertanaman petani, kadar minyak berkisar antara 1-2% dari terna
kering. Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara lain disebabkan rendahnya
mutu genetik tanaman, teknologi budi daya yang masih sederhana, berkembangnya
berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca panen yang belum tepat. (Feri dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id,
1991).
Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau disebut juga sebagai Pogostemon
cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang
segi empat, Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan minyak nilam (patchouli
oil) yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi utama
minyak nilam sebagai bahan baku
pengikat (fiksatif) dari komponen kandungan utamanya, yaitu patchouli
alcohol (C15H26) dan sebagai bahan pengendali
penerbang (eteris) untuk wewangian (parfum) agar aroma keharumannya
bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai salah satu
bahan campuran produk kosmetika (di antaranya untuk pembuatan sabun, pasta
gigi, sampo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (di antaranya
untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan
obat antiradang, antifungi, antiserangga, afrodisiak, anti-inflamasi,
antidepresi, antiflogistik, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan
pengawetan barang, serta berbagai kebutuhan industri lainnya.
Minyak nilam mempunyai
banyak keunggulan. Selain bermanfaat bagi berbagai ragam kebutuhan industri,
masa panen tanaman nilam relatif singkat dan mempunyai jangka waktu hidup cukup
lama. Proses pemeliharaan dan pengendalian tanaman relatif mudah dan potensi
pasarnya sudah jelas. Pola perdagangan minyak nilam tidak terkena kuota ekspor
dan sampai saat ini belum ditemukan bahan sintesis atau bahan pengganti yang
dapat menyamai manfaat minyak nilam ini. Oleh sebab itu, kondisi dan potensi
minyak nilam tersebut merupakan basic power. Bila dikaitkan dengan suatu
perencanaan pengelolaan budi daya tanaman nilam dengan segala ruang lingkup
usaha yang menyertainya, dapat disimpulkan bahwa program budi daya tanaman ini
prospektif dan menguntungkan.
Tabel 1. Daerah Produksi Nilam di Aceh Pada Tahun
2008-2009.
Kabupaten/Kota
Regency/City
|
2008
|
2009
|
||
Luas/Area (ha)
|
Produksi/
Production
|
Luas/Area (ha)
|
Produksi/
Production
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
1.
Simeulue
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.
Aceh Singkil
|
45
|
2
|
44
|
3
|
3.
Aceh Selatan
|
1.152
|
63
|
444
|
27
|
4.
Aceh Tenggara
|
274
|
5
|
274
|
10
|
5.
Aceh Timur
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6.
Aceh Tengah
|
72
|
4
|
1.405
|
474
|
7.
Aceh Barat
|
75
|
-
|
114
|
8
|
8.
Aceh Besar
|
1
|
-
|
-
|
-
|
9.
Pidie
|
14
|
1
|
14
|
1
|
10. Bireuen
|
3
|
-
|
7
|
3
|
11. Aceh
Utara
|
132
|
22
|
132
|
19
|
12. Aceh
Barat Daya
|
128
|
4
|
149
|
8
|
13. Gayo
Lues
|
823
|
22
|
859
|
28
|
14. Aceh
Tamiang
|
274
|
2
|
130
|
7
|
15. Nagan
Raya
|
70
|
5
|
-
|
-
|
16. Aceh
Jaya
|
647
|
6
|
591
|
14
|
17. Bener
Meriah
|
-
|
-
|
-
|
-
|
18. Pidie
Jaya
|
7
|
-
|
7
|
-
|
19. Banda
Aceh
|
-
|
-
|
-
|
-
|
20. Sabang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
21. Langsa
|
-
|
-
|
-
|
-
|
22. Lhokseumawe
|
-
|
-
|
-
|
-
|
23. Subulussalam
|
65
|
3
|
76
|
7
|
Jumlah/Total
|
3.782
|
139
|
4.246
|
612
|
Sumber:
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana biaya pokok penyulingan nilam yang dilakukan
oleh petani di Kecamatan Bakongan dan Kluet utara dan mengetahui tingkat
rendemen penyulingan nilam di industri kecil?
2.
Bagaimana perkiraan dan perhitungan keuntungan maupun
kerugian yang didapat oleh industri penyulingan nilam di Kecamatan Bakongan dan
Kluet utara?
C. Tujuan Penelitian
Bedasarkan
rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengkaji biaya pokok penyulingan nilam yang
dilakukan oleh petani di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara dan mengetahui
tingkat rendemen penyulingan nilam di industri kecil.
2.
Untuk menganalisis perkiraan dan perhitungan keuntungan
maupun kerugian yang didapat oleh industri penyulingan nilam di Kecamatan
Bakongan dan Kluet Utara.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada sebuah industri kecil, pada
penyulingan minyak nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara. Ruang lingkup
penelitian akan mencakup aspek-aspek berikut:
- Mengkaji proses penyulingan minyak nilam
- Menganalisis biaya pokok penyulngan nilam
3.
Observasi (wawancara)
4.
Pengambilan data primer dan sekunder
5.
Rendemen hasil olahan
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Bagi
perusahaan, penelitian ini diharapakan dapat memberikan tambahan informasi
dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam keputusan investasi pada usaha
penyulingan minyak nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara.
2. Bagi
kalangan masyarakat khususnya akademis lainnya, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi serta dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk
penelitian selanjutnya.
3. Bagi
penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis kelayakan
usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Teoritis
1.
Deskripsi dan Pemanfaatan Minyak Nilam
Minyak atsiri merupakan
minyak yang diperoleh dari daun, batang dan cabang nilam dengan cara
penyulingan. Minyak yang dihasilkan terdiri dari komponen bertitik didih tinggi
seperti patchouli alcohol, patchoulen, kariofilen dan non
patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat.
2. Tanaman Nilam
Tanaman nilam (Pogostemon
cablin Benth) merupakan
tanaman herba semusim yang berasal dari Filipina atau semenanjung Malaysia , masuk ke Indonesia lebih dari abad yang
lalu. Setelah sekian lama berkembang di Indonesia , tidak tertutup
kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari sifat asalnya. Dari hasil
ekplorasi ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik karakter morfologinya,
kandungan minyak, sifat fisika kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap
penyakit dan kekeringan. Nilam merupakan tumbuhan semak yang mempunyai tinggi
sekitar 0,5 – 1 m, percabangannya banyak dan bertingkat mengintari batang, dan
berbulu. Radius cabang melebar 60 cm. Batangnya berkayu persegi empat dengan
diameter 10 – 20 cm yang berwarna keungu-unguan. Sedangkan daunnya berwarna
hijau yang tersusun dalam pasangan berlawanan. Mempunyai bentuk bulat lonjong
dengan panjang 10 cm, lebar 8 cm, ujungnya agak runcing dan tangkai daunnya
sekitar 4 cm yang berwarna kemerahan (Anonimous, 1991)
Nilam (Pogostemon sp.) termasuk famili Labiateae, ordo Lamiales, klas Angiospermae
dan devisi Spermatophyta. Di
Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dapat dibedakan antara lain dari
karakter morfologi, kandungan dan kualitas
minyak dan ketahanan terhadap pengaruh biotik dan
abiotik. Ketiga jenis nilam tersebut adalah:
1) P. cablin
Benth. Syn. P. patchouli Pellet var. Suavis
Hook (disebut nilam aceh) 2) P.
heyneanus Benth disebut ( nilam jawa), dan
3) P. hortensis
Becker (disebut nilam sabun).
Di antara ketiga jenis
nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun tidak berbunga sedangkan nilam Jawa
berbunga (Rosman et al, 1998).
3. Budi Daya Tanaman Nilam
Tanaman nilam dapat
tumbuh, pada ketinggian 0 – 1.500 meter di atas permukaan laut, dengan curah
hujan 2.500 – 3.000 mm pertahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Suhu
udara antara 24 – 28 oC dengan lengas nisbi yang tinggi di atas 75%. Membudidayakan
nilam tidaklah sulit, tanaman nilam bisa dikembangkan dilahan apa saja, seperti
pekarangan, sawah, kebun, dan tegalan. Namun
untuk mendapatkan produktifitas yang tinggi, tanaman nilam memerlukan lapisan
tanah yang dalam, subur, kaya humus, berstruktur gembur, dan drainase yang
baik. Tanaman nilam yang diusahakan di dataran rendah mempunyai kandungan
minyak lebih tinggi dari pada di dataran tinggi, sebaliknya mengandung “patchoully alkohol” yang rendah. Tanah
dengan kandungan bahan organik yang tinggi dapat memberikan hasil yang lebih baik,
sedangkan yang tergenang air, atau air tanah yang dangkal, kelembaban yang
tinggi, mendorong penyakit baik cendawan phytophtora sp maupun bakteri menyerang tanaman nilam,
untuk itu diperlukan parit - parit drainase (Tasma dan Hamid, 1990).
Gambar 1.
Tanaman Nilam
Tanaman nilam respon terhadap
naungan, nilam yang ditanam di bawah naungan mempunyai daun lebih lebar dan
tipis dengan warna kehijauan, tetapi mempunyai rendemen minyak yang rendah,
sebaliknya yang ditanam dilahan terbuka, pertumbuhan tanaman kurang rimbun
dengan habitus yang lebih kecil, daun lebih tebal, dan berwarna
kekuning-kuningan sedikit merah, namun mempunyai rendemen minyak yang tinggi (Sudaryani.
T dan E.Sugiharti. 1989 ).
Tanaman nilam merupakan
penghasil minyak atsiri, yang lebih mengutamakan mutu daripada kuantitas
produksi. Untuk tanaman yang demikian, peran mutu genetik lebih dominan dari
pada mutu fisiologis dalam menunjang nilai hasil produksi. Tanaman nilam
umumnya dikembangkan secara vegetatif, yaitu dengan mempergunakan potong-potongan
cabang. Bibit yang baik untuk ditanam harus berasal dari induk yang sehat,
berasal dari bahan tanaman jenis unggul dan dijamin terbebas dari kontaminasi hama dan penyakit utama,
karena hal ini dapat menggagalkan panen sampai 100 %. Mutu fisiologis yang baik
untuk stek nilam berperan dalam penghematan biaya produksi bila persentase stek
hidup cukup baik. Mutu fisiologis stek yang rendah dapat pula mempengaruhi
hasil panen karena tingkat kesuburan dan pertumbuhan tanaman tidak merata (Ketaren.
S. 1985).
Hama-hama yang banyak
menyerang tanaman nilam adalah ulat penggulung daun, belalang dan tungau merah,
sedangkan penyakit yang menyerang nilam adalah penyakit layu bakteri, budok,
dan penyakit akibat gangguan nematoda parasit. Serangan hama dan penyakit selain mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman, ternyata juga mampu mengakibatkan kematian
tanaman. Oleh karena itu, pengendalian serangan hama dan penyakit dalam budidaya tanaman nilam
merupakan salah satu faktor penting yang perlu dilaksanakan dengan baik. Cara
pengendalian hama
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kebun dari gulma, pengikisan tanaman
serta memangkas tanaman yang terserang dikumpulkan lalu dibakar. Untuk penyakit
sama halnya dicabut, dikumpulkan lalu dibakar. Pengendalian dengan insektisida dan pestisida dapat juga dilakukan
dengan menggunakan bio insektisida seperti beveria
bessiana, metarrhizinia anisophia
dengan dosis sesuai anjuran kemasan. Penggunaan fungisida Dishare M-45 atau coboy
dosis 0,3% dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bercak daun dan pangkal
batang daun, busuk akar. Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida Furadan 3G (39Hm) bahan
organik dan dolonit (Tasma dan Hamid,
1990).
4. Proses Penyulingan Minyak Nilam
Menurut Manoi (2007),
dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id pengolahan minyak nilam dilakukan
dengan proses penyulingan. Proses penyulingan adalah suatu proses perubahan
minyak yang terikat di dalam perenchym cortex daun, batang dan cabang
tanaman nilam menjadi uap kemudian didinginkan sehingga berubah kembali menjadi
zat cair yaitu minyak nilam.
Menurut Mangun (2005),
mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi oleh
jenis mesin dan sistem penyulingan yang digunakan. Selain itu, sanitasi
lingkungan tempat penyulingan, gudang tempat penyimpanan daun, dan kedekatan
lokasi penyulingan dengan lahan perkebunan juga berpengaruh. Oleh sebab itu,
peralatan mesin yang digunakan harus memiliki kelebihan secara teknis agar
diperoleh rendemen minyak yang tinggi. Adapun tata cara penyulingan berdasarkan
jenis mesin penyuling yang sering digunakan adalah sebagai berikut.
1) Penyulingan Dengan air
Penyulingan dengan air
termasuk cara yang paling sederhana dibandingkan dengan cara penyulingan lain.
Bahkan, bahan ketel yang digunakan oleh penyuling berasal dari bekas drum aspal
atau oli. Pengolahan dilakukan dengan memasak daun kering dalam air hingga
menidih dalam satu tangki atau ketel penyuling. Komposisi air dan daun nilam
dibuat hampir berimbang, tergantung kapasitas muat ketel tersebut. Uap
perebusan mengalami proses kondensasi hingga menjadi air dan minyak. Air dan
minyak kemudian ditampung pada bak pemisah melalui sebuah pipa yang berhubungan
dengan tabung pendingin untuk memilah antara minyak dan air. Proses penyulingan
dengan cara ini sangat membutuhkan waktu lama karena bahan yang disuling
tercampur menjadi satu dengan air sehingga proses pergerakan bahan menjadi uap
air juga bergerak lambat. Cara ini kurang disukai karena minyak yang dihasilkan
kurang banyak dan mutunya kurang baik.
2) Penyulingan
Dengan Uap Langsung (Uap dan Air)
Penyulingan
dengan uap langsung banyak digunakan oleh para petani penyuling dan tersebar
hampir di seluruh wilayah yang memiliki lahan nilam. Proses pengolahan dengan
cara ini mudah dan sangat sederhana. Prinsip dasar dari cara penyulingan sistem
ini yaitu menggunakan tekanan uap rendah. Adapun mekanisme pengolahannya yaitu
bahan yang akan disuling dikukus/di-steam dengan tekanan rendah dalam
satu ketel atau tabung. Namun penempatan air dan daun yang disuling dilakukan
secara terpisah atau tidak berhubungan langsung dengan air. Selanjutnya, kandungan minyak dalam daun
akan terbawa bersama uap air melalui pipa dan selanjutnya masuk ke ketel
pendingin.
Penggunaan
cara penyulingan dengan sistem ini mempunyai kelebihan tersendiri yaitu uap air
yang dihasilkan selalu dalam kondisi jernih. Selain itu, suhu yang dihasilkan
tidak terlalu panas sehingga tingkat kegosongan minyak lebih terkendali. Namun,
dibalik kelebihannya terdapat suatu kelemahan, yaitu tekanan uap yang
dihasilkan relatif rendah sehingga belum bisa menghasilkan minyak dengan waktu
yang cepat. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang banyak serta tingkat
persentase patchouli alkohol tinggi diperlukan waktu cukup panjang,
yaitu lebih dari 8 jam dalam setiap sekali suling.
3) Penyulingan Dengan Uap Tidak
Langsung
Prinsip
dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah penggunaan uap
bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung penyulingan. Artinya,
tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling juga tersendiri.
Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara terpisah, sesuai
kapasitas dari ketel/tabung air dengan kapasitas ketel tempat bahan atau daun
kering. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen tinggi.
Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat. Untuk menghasilkan
jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat dilakukan dengan
melakukan pemisahan beberapa tabung bahan (dua atau tiga buah) dengan kapasitas
yang sesuai dengan kemampuan tabung atau ketel uap.
Minyak nilam
dihasilkan dari penyulingan, sebelum proses penyulingan biasanya dilakukan
perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan disuling. Perlakuan tersebut
dapat dengan beberapa cara yaitu dengan pengecilan ukuran, pengeringan atau
pelayuan dan fermentasi (Ketaren,1985).
Proses tersebut perlu
dilakukan karena minyak atsiri di dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak,
pembuluh-pembuluh, kantong minyak atau rambut gladular. Apabila bahan dibiarkan utuh, kecepatan
pengeluaran minyak hanya tergantung dari proses difusi yang berlangsung sangat
lambat (Guenther,
1952).
1.
Pengecilan
ukuran
Pengecilan ukuran
bahan biasanya dilakukan dengan pemotongan atau perajangan. Perlakuan ini
bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga
memudahkan pengeluaran minyak dari bahan dan mengurangi sifat kamba bahan
tersebut. Namun demikian bahan berupa bunga seperti melati dan daun seperti
kayu putih dapat langsung disuling tanpa pengecilan bahan terlebih dahulu
karena sifatnya bahannya lebih mudah pengeluaran minyak dari jaringan.
Peralatan yang digunakan pada proses pengecilan ukura di Unit
Usaha Nilam Jaya tidaklah menggunakan peralatan yang khusus, yaitu hanya
menggunakan parang. Karena keterbatasan modal usaha sehingga pada saat ini
belum mampu untuk membeli peralatan yang khusus untuk proses pengecilan ukuran
tersebut.
2. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan
sebagian air dalam bahan sehingga penyulingan berlangsung lebih mudah dan lebih
singkat. Selain itu juga untuk menguraikan zat yang tidak berbau wangi menjadi
berbau wangi. penyulingan
daun segar tidak dapat dibenarkan karena rendemen minyak terlalu rendah. Hal
ini disebabkan karena sel-sel yang mengandung minyak sebagian terdapat
dipermukaan dan sebagian lagi dibagian dalam dari daun. Pada penyulingan daun
segar hanya minyak yang berasal dari permukaan saja yang dapat keluar.
Lebih lanjut minyak nilam yang dihasilkan
dari daun yang mengalami penjemuran mempunyai bilangan ester yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengalami penjemuran. Pengeringan langsung
dibawah sinar matahari juga menyebabkan sebagian minyak nilam akan turut
menguap, dan pengeringan yang terlalu cepat menyebabkan daun menjadi rapuh dan
sulit disuling. Sebaliknya bila penyulingan terlalu lambat daun akan menjadi
lembab dan timbul bau yang tidak disenangi akibat adanya kapang, sehingga mutu
minyak yang dihasilkan akan menurun.
Pada unit
Usaha Nilam Jaya proses pengeringan nilam dilakukan dengan dihamparkan di atas
tikar dan dibalik dari waktu ke waktu supaya keringnya merata dan terhindar
dari proses fermentasi dan harus dihindari penumpukan bahan dalam keadaan
basah. Tergantung dari teriknya matahari dan kelembaban udaranya, pengeringan
membutuhkan waktu selama 3 – 5 hari. Tanda pengeringan sudah cukup apabila
sudah timbulnya bau nilam yang lebih keras dan khas bila dibandingkan daun segar.
Gambar 2. Proses Pengeringan Nilam
3. Penyulingan
Penyulingan
minyak nilam dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan cara
direbus, dikukus, dan uap langsung. Penyulingan dengan menggunakan uap biasanya memiliki tekanan yang lebih
besar dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah, dan
kemudian dialirkan ke dalam tumpukkan bahan di dalam ketel. Tipe
penyulingan ini disebut penyulingan langsung, atau penyulingan dengan uap air
aktif, atau penyulingan dengan uap kering. Saat ini sebagia besar bahan yang
mengandung minyak atsiri disuling dengan uap air aktif pada tekanan 1 atmosfer
(Guenther, 1952). Alat
penyuling yang digunakan di Unit Usaha Nilam Jaya masih tradisional dan sederhana, yaitu terbuat dari drum bekas oil atau minyak yang
sudah dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu, gunanya untuk mencegah bahan agar
tidak tercampur dengan sisa-sisa oil atau minyak. Namu di Unit Usaha Nilam Jaya
proses penyulingan dilakukan dengan uap
langsung, yaitu daun nilam yang sudah dirajang atau dipotong dan sudah kering dimasukkan ke
dalam ketel suling ( drum bekas ) yang berkapasitas 40 kg untuk satu kali
penyulingan, kemudian ketel suling ditutup dengan tutup yang dilapisi karet
bekas agar uapnya tidak keluar.
Untuk satu kali penyulingan dengan kapasitas 40 kg memerlukan waktu
sekitar 4 – 5 jam, tergantung pada besar kecilnya api yang menyala pada tungku,
oleh sebab itu tungku tempat api harus selalu dijaga agar nyalaan api selalu
normal. Perolehan minyak untuk satu kali penyulingan mencapai 1 – 2 kg, jadi
perharinya mampu menyuling minyak sekitar 3- 4 kg.
Pengunaan ketel suling yang terbuat dari drum berdampak pada kualitas
minyak. Hal ini disebabkan karena drum mudah berkarat, sehingga pada proses
penyulingan berlansung minyak tercampur dengan besi, minyak yang dihasikan
tidak jernih dan berwarna kehitaman.
Sedangkan ketel yang terbuat dari bahan stainless
steel kualitas minyaknya lebih bagus dan warna minyak lebih jernih.
B.
Agribinis
Nilam
Hingga kini, Indonesia
merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak nilam di dunia. Namun,
industri hilir nilam masih belum berkembang sehingga hampir seluruh produksi
minyak nilam ditujukan untuk ekspor. Hal ini mengakibatkan nilai tambah dari
industri nilam belum dapat dinikmati oleh petani atau pengusaha nilam Indonesia ,
serta harga mengikuti harga yang terjadi dipasar internasional. Untuk itu
diperlukan srategi pengembangan industri nilam dengan mengintegrasikan usaha
tani, agroindustri penyulingan, dan industri hilir nilam. Pembangunan industri
penyulingan nilam dengan kapasitas 5.000 liter pada kawasan usaha tani nilam 20 Ha layak secara
finansial. pengembangan industri hilir minyak nilam perlu ditunjang dengan
inovasi hasil penelitian dan pengembangan serta kebijakan pemerintah untuk
mendukung peningkatan daya saing industri tersebut (Dinas Perkebunan. 2002).
Berdasarkan laporan Market
Study Essential Oils and Oleoresin, produksi nilam dunia mencapai
500 - 550 ton per tahun. Produksi Indonesia
sekitar 450 ton per tahun dan Cina (50 - 80 ton per tahun). Negara tujuan
ekspor adalah Singapura , India , Amerika Serikat, Inggris,
Belanda, Prancis, Jerman, Swiss, dan Spanyol. Volume ekspor minyak nilam
periode 1995 - 1998 mencapai 800 - 1.500 ton, dengan nilai devisa US$ 18 - 53
juta. Sementara data terbaru menyebutkan nilai devisa dari ekspor minyak nilam
sebesar US$ 33 juta atau 50% dari total
devisa ekspor minyak
atsiri Indonesia. Secara
keseluruhan Indonesia
memasok
lebih dari 90 % kebutuhan minyak nilam dunia. Sejak
dekade tujuh puluhan di Provinsi Aceh, terutama Kabupaten Aceh Selatan, Aceh
Barat dan Aceh Tenggara, merupakan sentra tanaman nilam terluas di Indonesia.
Jumlah produksi nilam Aceh memberikan kontribusi sebesar 70 % terhadap pasokan
minyak nilam Indonesia .
Sejak tahun 1999, jumlah produksi minyak nilam Aceh mengalami stagnasi (Dinas
Perkebunan. 2002).
Sebelum petani mengenal alat
penyuling, yang diekspor adalah daun kering nilam. Alat penyuling mulai dikenal
tahun 1920-an. Minyak nilam Indonesia
sangat digemari pasar Amerika dan Eropa. Terutama digunakan untuk bahan baku industri pembuatan
minyak wangi (sebagai pengikat bau atau fixative parfum), kosmetik, dll.
Komponen utama minyak nilam berupa pachoully
alcohol (45 - 50%). Bahan industri kimia penting lain meliputi patchoully
camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol, dan cinnamic
aldehyde (Rusli. S, 1991).
Sebuah
referensi menyebutkan, minyak nilam bisa untuk bahan antiseptik, antijamur,
antijerawat, obat eksem dan kulit pecah-pecah, serta ketombe. Juga bisa
mengurangi peradangan. Bahkan dapat juga membantu mengurangi kegelisahan dan
depresi, atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur). Makanya
minyak ini sering dipakai untuk bahan terapi aroma. Juga bersifat afrodisiak:
meningkatkan gairah seksual. Bukan cuma minyak nilamnya yang bermanfaat. Di
India daun kering nilam juga digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani.
Malahan air rebusan atau jus daun nilam, kabarnya, dapat diminum sebagai obat
batuk dan asma. Remasan akarnya untuk obat rematik, dengan cara dioleskan pada
bagian yang sakit. Bahkan juga manjur untuk obat bisul dan pening kepala.
Remasan daun nilam dioleskan pada bagian yang sakit (Hobir.Y. 2002). Sebagai
komoditas ekspor, kualitas minyak nilam tentu harus sangat diutamakan. Kualitas
minyak nilam dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan aromanya. Ordinary
dan medium merupakan minyak nilam hasil sulingan dari Indonesia
dan Singapura. Special dan extra special merupakan minyak
hasil sulingan Prancis dan Inggris yang dilakukan secara tidak langsung.
Maksudnya, sebelum penyulingan, diadakan pemilihan daun terlebih dulu. Terkait
dengan kualitas minyak nilam, Dewan Standardisasi Nasional telah menetapkan
standar produk dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1991,
meliputi syarat mutu, pengujian mutu dan pengemasan, definisi, jenis mutu, pengambilan contoh, serta rekomendasi. Dalam
SNI tersebut, minyak nilam di definisikan
sebagai minyak yang
dihasilkan dengan cara
penyulingan dari tanaman pogostemon
cablin benth. Minyak nilam
digolongkan hanya dalam satu jenis mutu, yaitu patchouli oil (Akiew, A. and P.R. Trevorrow, 1994).
Tabel 2. Standar Nasional Indonesia dan Essential Oil
Association Untuk Minyak Nilam
No
|
Karakteristik
|
SNI
|
EOA
|
1.
|
Bobot jenis
|
0,943-0,983
(pada 25°C)
|
0,950-0,975 (pada 20°C)
|
2.
|
Indeks bias
|
25°C 1,506-1,516 (pada 20°C)
|
1,570-1,515 (pada 25°C)
|
3.
|
Putaran optik
|
-
|
(-48° ) - (- 65°)
|
4.
|
Bilangan asam %
|
Maks 5
|
Maks 5
|
5.
|
Bilangan ester %
|
Maks 10
|
Maks 20
|
6.
|
Kelarutan dalam alkohol 90%
|
Larut jernih/opelesensi
ringan dalam perbandingan volume 1-10
bagian
|
Larut jernih dalam
perbandingan 1:10
|
7.
|
Warna
|
-
|
-
|
8.
|
Minyak kuning
|
Negatif
|
-
|
9.
|
Zat-zat asing
- Alkohol tambahan
- Lemak
- Minyak pelican
|
Negatif
-
-
-
|
-
-
-
-
|
Sumber: Purnawati (2000).
C.
Komponen
Kimia Minyak Nilam
Minyak nilam terdiri dari
komponen-komponen yang bertitik didih tinggi, sehingga baik dipakai sebagai
pengikat dalam parfum dan dapat membentuk bau yang harmonis. Zat pengikat
adalah suatu persenyawaan yang mempunyai daya mengikat lebih rendah atau titik
uapnya lebih tinggi daripada zat penwangi, sehingga kecepatan penguapan zat
pewangi dapat dikurangi dan dihambat. Penambahan zat pengikat di dalam parfum
adalah untuk mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi yang terlalu
cepat, sehingga bau wangi tidak cepat hilang atau lebih tahan lama. Komponen
utama minyak nilam (diperoleh dari penyulingan daun nilam) berupa patchouli
alkohol (45 - 50%), sebagai penciri utama. Bahan industri kimia penting lain
meliputi patchoully camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol, dan cinnamic
aldehyde (Nuryani, Emmyzar dan Anggraeni 2003).
Tabel
3. Komposisi Kimia Minyak Nilam
No.
|
Nama Kimia
|
Jumlah %
|
1.
|
β-patchoulene
|
2,90 - 3,80%
|
2.
|
α-guaiene
|
13,10 - 15,20%
|
3.
|
Caryophyllene
|
3,30 - 3,90%
|
4.
|
α-patchoulene
|
5,10 - 5,90%
|
5.
|
Seychellene
|
8,60 - 9,40%
|
6.
|
α-bulnesene
|
14,70 - 16,80%
|
7.
|
nor-patchoulenol
|
0,50%
|
Sumber : Sufriadi dan Mustanir (2004).
D.
Manfaat
Nilam
` Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth)
termasuk tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi penting
dalam dunia farmasi, terutama untuk industri parfum dan aroma terapi. Tanaman nilam
berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia
dan Filipina, serta India ,
Amerika Selatan dan China (Grieve, M. 2002). Dewasa
ini minyak nilam juga digunakan untuk bahan anti septik, anti jamur, anti
jerawat, obat eksim, kulit pecah-pecah, ketombe, dan untuk mengurangi
peradangan. Disamping itu, minyak nilam juga digunakan untuk membantu
mengurangi kegelisahan dan depresi atau membantu penderita insomnia (gangguan
susah tidur). Selain itu minyak
nilam juga dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Limbah dari hasil
penyulingan minyak nilam yang terdiri dari ampas daun dan batang mempunyai
potensi dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk
kompos serta sisa air dari hasil penyulingan setelah dipekatkan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk aroma terapi (Grieve, 2002).. Di India daun kering nilam juga digunakan
sebagai pengharum pakaian dan permadani. Malahan air rebusan atau jus daun
nilam, kabarnya, dapat diminum sebagai obat batuk dan asma. Remasan akarnya
untuk obat rematik, dengan cara dioleskan pada bagian yang sakit. Bahkan juga
manjur untuk obat bisul dan pening kepala. Remasan daun nilam dioleskan pada
bagian yang sakit (Hermanto, 2006).
E.
Pengolahan
Nilam Dengan Alat Penyuling
Penyulingan nilam dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan cara
direbus, dikukus, dan penyulingan dengan uap. Minyak nilam dihasilkan dari penyulingan, sebelum proses penyulingan
biasanya dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan disuling.
Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pengecilan ukuran, pengeringan atau
pelayuan dan fermentasi.
Proses tersebut perlu dilakukan karena minyak atsiri di dalam tanaman dikelilingi
oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong minyak atau rambut gladular.
Apabila bahan dibiarkan utuh kecepatan pengeluaran minyak hanya tergantung dari
proses difusi yang berlangsung sangat lambat (Nuryani.Y. Ika Mustika dan Cheppy
Syukur 2001).
Gambar 3. Ketel Penyuling Nilam
Pengolahan minyak nilam dilakukan dengan
proses destilasi. Proses destilasi adalah suatu proses perubahan minyak yang
terikat di dalam jaringan parenchym
cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian
didinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu minyak nilam.
Penyulingan minyak nilam dapat dilakukan dengan menggunakan pipa pendingin yang
model belalai gajah atau model bak diam. Pemilihan sistim pipa pendingin ini
tergantung di lokasi mana alat akan ditempatkan. Pada daerah - daerah yang airnya
sulit atau permukaan air tanahnya rendah, maka model bak diam adalah yang
terbaik. Ketel alat suling yang banyak digunakan di tingkat petani adalah dari
drum bekas dan pipa pendinginnya dari besi yang dimasukkan kedalam bak atau
saluran air. Hal ini menyebabkan mutunya menjadi rendah karena minyak yang
dihasilkan berwarna gelap dan mengandung zat besi. Pada temperatur yang tinggi,
besi dari drum berada dalam bentuk ion akan terikut dengan uap dan terakumulasi
dalam minyak (Artayasa, I.N. 1999). Proses
yang dilakukan dalam penyulingan minyak nilam adalah: Daun nilam kering
dimasukkan dalam pasu pendidih/pasu penguap bersama - sama dengan air. Air
panas yang telah mengalami penetrasi ke dalam sel herba (batang dan daun
kering) menguap dan membawa minyak nilam, selanjutnya uap mengalami proses
pendinginan di pipa pendingin. Campuran air dan minyak yang mengembun kemudian
ditampung pasu. Dalam pasu campuran air dan minyak dipisahkan dengan alat
pemisah atau secara sederhana disendok. Pada tahap akhir minyak disimpan dalam
drum yang dilapisi seng (Ketaren. S. 1985).
Tabel 4. Pemurnian Minyak
Nilam Dengan Larutan EDTA Karakeristik Sebelum Pemurnian Warna Coklat Tua
Setelah Pemurnian Kuning Jernih
No
|
Karakteristik
|
Sebelum
Pemurnian
|
Setelah
Pemurnian
|
1.
|
Warna
|
Coklat
tua
|
Kuning
keruh
|
2.
|
Berat
jenis 25/250C
|
0,972
|
0,967
|
3.
|
Indeks
bias pada 200C
|
1,537
|
1,537
|
4.
|
Kelarutan
dalam etanol 90%
|
1:1
keruh, 1:9 jernih dan seterusnya jernih
|
Larut
dalam perban dingan 1:9
|
5.
|
Bilangan
asam
|
4,60
|
4,58
|
6.
|
Bilangan
ester
|
7,96
|
7,68
|
7.
|
Kandungan
besi
|
397
|
18
|
Sumber:
Moestafa et al (1990).
F.
Panen
Panen pada umumnya
dilakukan dengan memangkas/memotong daun dengan sedikit cabang sekunder di ambil
pada umur 6 bulan setelah tanam. Kemudian berturut-turut setiap 3 - 4 bulan.
1. Cara panen
Memotong tiga pasang daun
teratas beserta batangnya. Setiap kali panen ditinggalkan satu cabang tanaman
untuk merangsang pertumbuhan berikutnya.
2. Waktu panen
Panen pertama dilakukan
setelah tanaman berumur 6 bulan sebelum daun berubah warnanya menjadi coklat,
dilakukan pada waktu pagi atau sore hari agar kandungan minyak dalam daun tetap
tinggi. panen selanjutnya 3 – 4 bulan
setelah panen pertama.
3. Pola tanam
Penanaman nilam dapat dilakukan
secara monokultur maupun polikultur, baik secara tumpangsari,
tumpanggilir, maupun budidaya lorong
dengan tanaman perkebunan, buah-buahan, sayuran atau tanaman lainnya. Pola tanam
yang dilakukan pada unit usaha Nilam Jaya adalah pola tanam secara polikultur,
dimana selain nilam juga ditanam jenis-jenis tanaman lainnya, seperti sayuran,
cabe alam, pisang, durian dll. Dalam pola tanam perlu diperhatikan intensitas
cahaya matahari yang tinggi dan terus-menerus.
Pemberian naungan ringan
(± 25%) dapat meningkatkan hasil, sebaliknya tingkat naungan yang tinggi akan menghasilkan
tanaman yang kurang vigor dan kandungan minyak yang rendah.
a.
Monokulur
Penanaman
pola monokultur memerlukan sistem budidaya intensif, mulai dari kesesuaian lahan, penggunaan
varietas, pemupukan, pengendalian hama
dan penyakit, serta cara dan waktu panen. Pola demikian seringkali diterapkan
oleh perusahaan swasta dengan luasan yang cukup besar.
b. Polikultur
Pola
polikultur umumnya diterapkan pada pertanaman rakyat dengan luasan yang sangat sempit,
seperti pola tumpangsari dengan
tanaman perkebunan atau tanaman semusim, pola tumpanggilir, atau budidaya lorong. Pola polikultur ini
diterapkan untuk menghindari kegagalan
panen. Keuntungan lain dari pola ini adalah pemanfaatan lahan lebih efisien,
aneka ragam tanaman, kesuburan tanah dapat dipertahankan, dan serangan hama lebih mudah
dikendalikan. Penanaman pola ini umumnya dikombinasikan/ dicampur dengan tanaman
palawija dan holtikultura.
G. Persyaratan Teknis Sebelum Penyulingan
a. Lokasi penyulingan dengan sumber bahan
baku berdekatan. Dengan begitu, biaya transportasi dari lokasi perkebunan ke
lokasi atau tempat penyulingan dapat dikurangi. Pada unit usaha Nilam Jaya
jarak bahan baku dengan tempat penyulingan sangat berdekatan, sehingga tidak
memerlukan alat transportasi untuk pengangkutan.
b. Secara teknis dan ekonomis, ketersediaan
bahan bakar pada saat penyulingan seperti kayu bakar, minyak tanah, gas atau
jenis bahan bakar lain yang digunakan harus berada pada area yang mudah, dekat,
serta aspek kontinutitasnya terjamin. Di unit usaha Nilam Jaya bahan bakar yang
digunakan untuk penyulingan adalah kayu,
selain praktis, mudah untuk didapatkan dan juga tidak memerlukan biaya, karena
disekititar tempat penyuling banyak ditumbuhi pohon-pohon besar.
c. Perlu dilakukan pelatihan pada operator dalam menjalankan alat, baik dari segi
kesehatan maupun kenyamanan operator itu sendiri, karena pada unit usaha Nilam
Jaya ini keselamatan kerja lebih diutamakan.
H. Manfaat Minyak Nilam
1. Pestisida
Daun Tanaman nilam dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida, Menurut
Dummond (1960) daun nilam digunakan sebagai insektisida terutama untuk mengusir
ngengat kain (Thysanura) karena didalam mengandung zat yang tidak
disukai oleh serangga tersebut, karena terdapat dalam komponen minyak nilam
seperti á pinen dan â pinen. Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa minyak nilam dapat digunakan sebagai pengendali populasi
serangga karena sifatnya sebagai bahan penolak dan penghambat pertumbuhan
serangga. Sebagai pengendali hama, minyak nilam mempunyai prospek yang cukup
baik untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku insektisida nabati.
Menurut Mardiningsih, dkk (1998) ada beberapa keuntungan menggunakan
insektisida nabati antara lain tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik
dan hama tidak mudah menjadi resisten
Menurut Grainge dan Ahmed (1987) bagian akar,
batang dan daun tanaman nilam dapat membunuh ulat Crocidolomia binotalis dan
Spodotera litura yang merupakan hama penting pada tanaman,
sedangkan daun dan pucuk nilam dapat membasmi semut (Formicida) dan
kecoa (Blattidae) didalam rumah. Dari hasil penelitian Mardiningsih,
dkk (1994) minyak nilam bersifat menolak beberapa jenis serangga seperti
ngengat kain (Thysanura lepismatidae), Sitophilus zeamais
(kumbang jagung), dan Carpophilus sp. (kumbang buah kering).
Menurut Grainge dan Ahmed (1987) minyak nilam juga bersifat menolak Aphid
(kutu daun), nyamuk dan Pseudaletia unipuncta.
2. Industri parfum
Perkembangan industri parfum dalam negeri
terus berkembang sehingga permintaan akan minyak nilam cukup besar, dan ini
akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi khususnya dalam bidang
gaya hidup (style). Minyak nilam adalah minyak atsiri yang
tergolong pada kelompok aroma akhir (end note) dimana aromanya dapat
bertahan lama, dan minyak nilam sendiri sebenarnya telah dapat disebut sebagai
parfum (Guenther, 1952).
Menurut Ketaren (1985) minyak nilam dapat
berfungsi sebagai zat pengikat yang baik jadi sangat penting sebagai bahan
pembuatan parfum. Zat pengikat adalah suatu senyawa yang mempunyai daya menguap
lebih rendah atau titik uapnya lebih tinggi dari zat pewangian sehingga
kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau dihambat. Penambahan zat
pengikat ini didalam parfum bertujuan untuk mengikat bau wangi dengan mencegah
laju penguapan zat pewangi yang terlalu cepat, sehingga bau wangi tidak cepat
hilang. Komposisi minyak nilam yang digunakan dalam suatu parfum dapat mencapai
50%.
3. Industri sabun dan kosmetik
Industri sabun dan kosmetik dalam negeri juga berkembang
dengan baik sehingga kebutuhan akan minyak nilam sebagai bahan baku industri
terus meningkat. Fungsi minyak nilam dalam industri sabun dan kosmetik tidak
berbeda dengan pada industri parfum yaitu sebagai zat pengikat agar wewangian
tidak cepat hilang pada saat pemakaian. Banyaknya industri sabun dan kosmetik
menggunakan minyak nilam sebagai pengikat karena sampai saat ini minyak nilam
masih yang terbaik sebagai pengikat bahan. Disamping itu juga dapat bermanfaat
sebagai antiseptik untuk mengobati gatal-gatal pada kulit.
4. Obat
nyamuk bakar
Seperti diketahui bahwa minyak nilam selain
mempunyai aroma yang khas juga bersifat menolak serangga. Dewasa ini industri
obat nyamuk bakar berkembang pesat di Indonesia dan pemakaiannya mencapai
seluruh pelosok ditanah air. Komponen yang terkandung dalam formula obat nyamuk
bakar antara lain adalah bahan pengisi (organic filler) dan bahan
pewangi. Bahan pengisi yang biasa digunakan untuk obat nyamuk bakar antara lain
serbuk tempurung kelapa atau ampas tebu. Sedangkan pewangi yang biasa digunakan
misalnya kenanga dan bunga melati. Dengan menggunakan ampas dari penyulingan
minyak nilam sebagai organic filler, maka obat nyamuk bakar akan
beraroma harum ketika digunakan. Sebagai bahan pengisi, ampas nilam selain berbau
harum juga bersifat menolak nyamuk ketika obat nyamuk tersebut dibakar.
5. Pemanfaatan
lainnya
Selain sebagai
pengikat wangi pada parfum, kosmetika dan sabun serta sebagai pestisida
ternyata minyak nilam berkhasiat sebagai antibiotik dan anti radang karena
dapat menghambat pertumbuahan jamur dan mikroba. Dapat digunakan untuk
deodoran, obat batuk, asma, sakit kepala, sakit perut, bisul dan herpes. Minyak
nilam merupakan minyak eksotik yang dapat meningkatkan gairah dan semangat
serta mepunyai sifat meningkatkan sensualitas. Biasanya digunakan untuk
mengharumkan kamar tidur untuk memberi efek menenangkan dan membuat tidur lebih
nyenyak (anti insomia). Dalam hal psikoemosional,
minyak nilam termasuk dalam aroma terapi yang belakangan ini semakin populer sebagai
salah satu aspek pengobatan alternatif, karena minyak nilam mempunyai efek
sedatif (menenangkan) dapat digunakan untuk menanggulangi gangguan depresi,
gelisah, tegang karena kelelahan, stres, kebingungan, lesu dan tidak bergairah
serta meredakan kemarahan.
6.
Limbah nilam
Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak
dijumpai diindustri penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali
menjadi masalah bagi pihak
industri pengolahan itu sendiri maupun lingkungan. Pengkomposan limbah nilam dengan cara
menggunakan pupuk kandang atau pupuk kandang + kapur + EM4 1% selama 3 minggu
menghasilkan kompos limbah nilam dengan status hara dan tingkat dekomposisi
yang baik. Pemanfaatan limbah hasil penyulingan nilam dapat dipertimbangkan
untuk dipergunakan sebagai pupuk kompos yang potensi.
I. Penelitian
Terdahulu
Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha nilam. Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan Romansyah (2002), tentang Analisis
Biaya Pokok Penyulingan Minyak Nilam Skala Industri Kecil (Studi Kasus
Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan dari
penelitian yaitu identifikasi profil agroindustri minyak nilam pada tingkat
pedesaan di Kabupaten Aceh Selatan; menentukan tipe dan operasionalisasi biaya
pokok penyulingan minyak nilam skala industri kecil tingkat pedesaan Kabupaten
Aceh Selatan; dan menganalisis kelayakan biaya pokok penyulingan dalam skala industri
kecil minyak nilam tingkat pedesaan di Kabupaten Aceh Selatan. Metode yang
digunakan adalah metode AHP (Analisis Hierarki Proses), metode komparasi, dan
analisis biaya pokok.
Proses
penyulingan minyak nilam, industri skala kecil di Kabupaten Aceh Selatan harus
diikuti dengan perubahan teknik dari teknologi suling uap langsung (uap dan air)
menjadi teknologi suling uap tidak langsung . Pengembangan penyulingan industri
skala kecil tersebut layak untuk dilakukan. Sedangkan dari analisis biaya pokok
diperoleh besaran-besaran yang sesuai untuk kriteria usaha yang layak antara
lain: IRR sebesar 3,782 %, NPV sebesar Rp 189.146.239,39, PBP selama 1,39 tahun,
dan Net B/C sebesar 4,246. Modal keseluruhan yang dibutuhkan dalam pengembangan
usaha tersebut sebesar Rp 21.154.520 dan biaya variabel sebesar Rp 147.360.000.
Peningkatan biaya sampai 75 % secara agregat masih memberikan hasil yang layak
bagi pengembangan usaha kecil ini. Hasil perhitungan marjin keuntungan petani
menunjukkan usaha pengembangan agroindustri minyak nilam skala kecil di
Kabupaten Asahan lebih menjanjikan dibandingkan kondisi sekarang. Hal ini dapat
dilihat dari perolehan yang didapat petani dari kegiatan usaha sebesar Rp
735.861,67 per bulan, disamping komponen biayan tenaga kerja sebesar Rp 250.000
sehingga total yang diterima petani per bulannya sebesar 985.861 atau jika dilihat
dari hasil kumulatif tahun ke-6 masing-masing akan memperoleh dana sebesar Rp
63.554.652,44 atau rata-rata Rp 10.592.442,02 per tahunnya.
Wijaya
(2002), melakukan penelitian tentang rekayasa model sistem penunjang keputusan
investasi perkebunan inti rakyat komoditi minyak atsiri. Hasil penelitian
memberikan keputusan bahwa komoditi yang diunggulkan adalah minyak nilam. Hasil
estimasi menunjukkan bahwa rata-rata permintaan ekspor 1.237.036 kg setiap
tahun dengan persentase target produksi 0,3 persen dan diperoleh produksi
minyak nilam adalah 97,53 kg/ha/tahun. Usaha kebun tanaman nilam menggunakan dengan
investasi Rp 12.453.248, IDC 16 persen selama satu tahun masa tenggang, bunga
50 persen selama lima tahun masa perlunasan, dan harga jual produk Rp 5.000/kg
menghasilkan NPV Rp 5.229,199, IRR 27,88 persen, PBP 7,15 tahun dan Net B/C
Ratio 1,38. Kelayakan minimum biaya panen Rp 97,53 kg/ha/tahun, biaya angkut Rp
108,30/kg, harga jual daun kering Rp 5.000/kg dan biaya pengeringan daun Rp
83,3/kg.
Usaha penyulingan
nilam menggunakan SKIM kredit umum dengan tingkat suku bunga 24 persen per
tahun selama satu tahun masa tenggang dan 16 empat tahun masa pelunasan, harga bahan baku
Rp 5.000/kg , harga jual minyak nilam rata-rata Rp 190.000/kg dan 25 persen
modal sendiri (investasi Rp 461.424.409) diperoleh NPV Rp 924.828.165, IRR
65,97 persen, Net B/C 1,42 dan PBP 2,42 tahun. Kelayakan minimum berada pada
posisi bahan baku
Rp 8.660/kg dan harga jual Rp 189.865/kg. Atas dasar nilai B/C ratio harga daun
kering tanaman nilam masih dapat ditingkatkan hingga Rp 5.000/kg dan pada
kondisi ini nilai B/C rasio kedua pola usaha sebesar 1,40.
Encep
(2002), penelitian mengenai sistem agribisnis nilam di Kecamatan Bakongan dan
Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan penelitian yaitu mengkaji sistem
agribisnis nilam dan prospeknya mencakup subsistem pengadaan sarana produksi,
subsistem usaha tani, dan subsistem pemasaran nilam; menganalisis tingkat
pendapatan dan tingkat efisiensi usah atani nilam; menganalisis marjin pemasaran
dan share harga yang diterima petani pada tiap pola pemasaran terna
nilam; dan mengetahui struktur pasar ternal nilam yang terbentuk. Metode
analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan keuntungan usaha tani;
analisis marjin pemasaran dan share harga petani; dan analisis struktur
dan perilaku pasar.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sistem agribisnis nilam di Kecamatan Bakongan dan
Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan, tatanannya masih baru dan pemasarannya pun
masih dilakukan secara sederhana. Dalam hal pengadaan sarana produksi, petani
nilam di Kabupaten Aceh Selatan terbagi menjadi dua kelompok yaitu petani nilam
yang memperoleh sarana produksi dengan melakukan kemitraan dengan eksportir.
Dalam
upaya pengembangan penyulingan minyak nilam sebaiknya disertai dengan upaya
pemasyarakatan tanaman nilam melalui bantuan penyediaan sarana produksi maupun
permodalan dan faktor lainnya kepada usaha petani sehingga upaya peningkatan
produksi minyak nilam untuk peningkatan pendapatan daerah disertai peningkatan
pendapatan dan kesjahteraan petani dapat dicapai.
Triwagia
(2003), melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan dan Peranan pemerintah
dalam usaha agroindustri penyulingan nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet
Utara, Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan penelitian yaitu: menganalisis kelayakan
penyulingan minyak nilam berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha mencakup aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek keuangan (finansial); mengukur
kepekaan atau sensitivitas usaha terhadap perubahan tingkat harga hasil
produksi, biaya produksi, dan produktivitas nilam; dan mengetahui peranan
pemerintah Kabupaten Aceh Selatan terhadap pengembangan agroindustri
penyulingan minyak nilam. Metode dan analisis data yang digunakan adalah
analisis pasar, teknis, manajemen dan keuangan; harga pokok produk (HPP); ROI;
NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, analisis sensitivitas dan switching
value.
Return on investment yang
dihasilkan perusahaan terus meningkat yang berarti investasi yang ditanamkan
pada usaha ini dapat memberikan tingkat pengembalian yang menguntungkan. ROI
rata-rata yang dihasilkan adalah 14,70-16,80 yang berarti setiap Rp 100 dari
total aktiva yang di investasikan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 2,4696
Adanya peningkatan ROI disebabkan oleh peningkatan laba bersih berkaitan dengan
nilai penjualan pabrik.
Berdasarkan perhitungan
NPV bahwa selama 10 tahun berturut-turut usaha penyulingan minyak nilam
memberikan keuntungan sebesar Rp 763.880.851 menurut nilai waktu sekarang.
Sedangkan hasil NBCR menunjukkan bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan
menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 2,4696. Kemudian nilai IRR 25 persen
sehingga proyek usaha penyulingan nilam dinyatakan layak dilaksanakan. Maka
lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk melaksanakan usaha penyulingan nilam
tersebut dibandingkan bila modal yang diinvestasikan tersebut di depositokan di
bank.
Berdasarkan
karakteristik wilayah, maka nilam relevan untuk tumbuh dan berkembang di
Bakongan dan Kluet Utara karena ketinggian tempat berada pada ketinggian ideal
yaitu 0,5 - 1 m dpl. Hal ini didukung oleh jumlah bulan hujan 6-7 bulan dan
suhu rata-rata 25 °C yang baik untuk menghasilkan pH minyak menurut standar
perdagangan yaitu 45-50 persen. Akan tetapi ditinjau dari penerapan teknik budi
dayanya maka petani nilam di Bakongan belum mampu menerapkan teknik budidaya
yang baik dan benar. Jarang dilakukan penyulaman karena petani tidak mau
mengeluarkan biaya dua kali, penyiangan yang dilakukan tidak bersih, pemupukan
yang dilakukan tidak pada saat yang tepat, kadang-kadang pupuk hanya disebar
tidak sistematik, waktu panen yang dilakukan belum teratur dan tidak pada umur
tanaman yang layak, petani kurang melakukan pemeliharaan pada kegiatan
pemangkasan karena akan mempengaruhi produksi minyak, jarang dilakukan
pembasmian hama dan penyakit tanaman karena dianggap petani tidak perlu. Bagi
petani yang menjual nilam kering, jarang melakukan pengeringan yang sempurna
sehingga daun/ranting nilam akan mengurangi produksi minyak nilam.
Hasil analisis kelayakan
menunjukkan bahwa usaha tani nilam di Bakongan dan Kluet Utara layak untuk
dijalankan pada tingkat diskonto 12,51 persen, yang diambil berdasarkan tingkat
suku bunga deposito karena petani nilam di Bakongan dan Kluet Utara tidak
menggunakan modal pinjaman. Hasil NPV sebesar Rp 4.180.266,575 menunjukkan
bahwa keuntungan yang diperoleh petani selam umur proyek adalah sebesar Rp
4.180.266,575. IRR sebesar 229,04 persen artinya bahwa keuntungan bersih yang
diperoleh akan bernilai nol pada tingkat suku bunga atau diskonto 229,04 persen
dan Net B/C sebesar 4,137 bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan
penerimaan bersih sebesar Rp 4,137. Namun secara riil bahwa dengan keuntungan
tersebut belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup petani sehari-hari dengan
tanggungan keluarga umumnya sebanyak 3-5 orang.
Hasil
sensitivitas menunjukkan bahwa usaha tani nilam lebih sensitif terhadap
penurunan harga jual output disertai peningkatan harga pupuk dan upah tenaga
kerja secara bersamaan, dibandingkan hanya dengan peningkatan harga pupuk dan
upah tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara bahwa perubahan pada kedua
variabel yaitu pupuk dan tenaga kerja merupakan hal yang paling penting dalam
usaha tani nilam, karena diperlukan penambahan hara pada tanah mengingat nilam
merupakan tanaman yang banyak menghabiskan unsur hara tanah, sedangkan tenaga
kerja dibutuhkan untuk pemeliharaan yang intensif dalam penerapan teknik
budidaya yang baik dan benar.
Walaupun komoditi yang
diteliti penulis sama dengan kelima peneliti terdahulu di atas yaitu nilam,
tetapi terdapat perbedaan perusahaan tempat penelitian ini dilakukan. Selain
itu, peneliti hanya melakukan penelitian yang fokus untuk menganalisis
kelayakan satu perusahaan baru yang bergerak pada penyulingan minyak nilam
dengan menggunakan dua skenario yaitu skenario pertama penyulingan dengan
kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel suling) dan skenario kedua
penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya penambahan ketel suling 100
kg).
Periode
pengembalian investasi akan diperoleh setelah 3 tahun 11 bulan, kurang dari
umur proyek yang ditentukan yaitu 10 tahun, maka investasi pada penyulingan
minyak nilam ini layak untuk dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2005) dengan judul Analisis
Kelayakan Ekonomi Usaha tani Nilam (Kasus Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara,
Kabupaten Aceh Selatan). Penelitian ini betujuan untuk mempelajari kergaan
usaha tani nilam di Bakongan dan Kluet Utara; menganalisa tingkat kelayakan
ekonomi usaha tani nilam; dan menganalisa tingkat kepekaan (sensitivitas) dalam
kelayakan ekonomi usaha tani nilam terhadap perubahan tingkat harga output dan
perubahan biaya produksi secara bersamaan serta perubahan tingkat suku bunga.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif untuk
menggambarkan secara deskriptif mengenai teknik budidaya usaha tani nilam.
III. METODE PENELITIAN
A.
Tempat dan
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pabrik penyulingan minyak nilam di Desa
Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan, Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - April 2011.
B.
Alat dan
Bahan Penelitian
Bahan
yang digunakan adalah daun nilam yang sudah kering yang diperoleh dari lahan
pertanian. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah
-
Satu Unit Komputer
-
Timbangan Analitik
-
Kuisioner, dan
-
Alat Tulis
C.
Prosedur
Penelitian
a. Lokasi dan Ruang Lingkup
Penelitian
ini dilakukan pada pabrik penyulingan minyak nilam di Desa Bakongan dan Kluet
Utara Kabupaten Aceh Selatan pada bulan Maret sampai dengan April. Objek
penelitian ini adalah proses penyulingan minyak nilam di Bakongan dan Kluet
Utara.
b. Pengujian dan Metode Pengambilan Data
Pengumpulan bahan bertujuan
untuk memperoleh informasi, gambaran, dan keterangan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan studi kelayakan sehingga data tersebut diharapkan dapat
digunakan dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Data-data
yang dikumpulkan meliputi:
1. Data Primer
Metode
yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah dengan wawancara dan
pengambilan data kuantitatif langsung di lapangan.
2. Data Sekunder
Pengumpulan
data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dan mencatat data-data yang telah
tersedia pada instansi-instansi yang terkait dengan studi ini. Data sekunder
ini diperoleh dari literatur-literatur, internet dan lain-lain.
D.
Analisis
Data
Biaya Tetap (fixed
cost) Pengoperasian Alat Per Tahun (FC)
Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya
yang selama satu periode kerja pengoperasian alat tetap. Biaya tetap terdiri
dari:
F = D + I + L
Biaya
Penyusutan (D), yaitu penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat
dari pertambahan umur pemakaian. Biaya penyusutan ini dihitung dengan
persamaan:
D = biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun)
P = harga awal alat/mesin (Rp)
S = harga akhir alat
N = perkiraan umur ekonomi alat/mesin
(tahun)
Kapasitas
kerja alat penyulingan
B = Kapasitas kerja alat penyulingan,
kg/hari
W = jumlah berat bahan yang disulingkan, kg
T = Rata-rata warna satu kali proses
penyulingan, T
Biaya
Bunga Modal (I)
I = biaya bunga modal
i = tingkat bunga yang berlaku
Biaya
Tidak Tetap (variabel cost) Pengoperasian Alat Per Tahun (VC)
Biaya
tidak tetap adalah biaya yang terjadi akibat pengoperasian alat dan jumlahnya
tergantung jam kerja pemakaian. Perhitungan biaya tidak tetap dalam Rp/jam.
Biaya tidak tetap terdiri dari:
V = Bbb + BL + BTK + BP
Biaya
Bahan Bakar (Bbb)
Bbb
= Σ pemakaian bahan bakar (liter/jam) x harga bahan bakar (Rp/liter)
Biaya
Listrik (BL)
BL
= Σ pemakaian (kWh) x Harga BL (Rp/kWh)
Biaya
Tenaga Kerja (BTK)
BTK
= lama pengeringan (jam) x upah tenaga kerja (RP/jam)
Biaya
Pemeliharaan (BP)
Biaya pemeliharaan alat atau mesin
pertanian meliputi biaya penggantian bagian yang telah rusak, upah tenaga
terampil untuk perbaikan khusus, pembersihan dan perbaikan karena faktor yang
tidak terduga. Biaya pemeliharaan dan perbaikan untuk dan mesin pertanian
diperkirakan sebesar 1,2% (P-S)/100 jam.
Biaya
Tetap per Kilogram Basah (C)
C = biaya tetap perkilogram basah
F = biaya tetap per tahun
HKT = jumlah hari penuh per tahun, hari/tahun
B = kapasitas kerja alat pengering, kg/hari
Biaya
Tidak Tetap per Kilogram Basah (E)
E = biaya tidak tetap perkilogram basah
F = biaya tidak tetap per tahun
HKT = jumlah hari penuh per tahun, hari/tahun
B = kapasitas kerja alat pengering, kg/hari
Biaya
Pokok Pengeringan per Kilogram Basah (BPPB)
BPPB = C + E
BPPB = biaya pokok pengeringan per kilogram basah,
Rp/kg
C = biaya tetap per kilogram basah, Rp/Kg
E = biaya tidak tetap per kilogram
basah, Rp/kg
Rendemen
Rendemen
adalah perbandingan antara berat awal dan hasil akhir produk seperti minyak
nilam. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung rendemen minyak nilam:
Dimana
:
R = Rendemen (%)
P = Massa Nilam Sebelum diolah (kg)
S = Massa nilam sesudah diolah (kg)
Net Present Value (NPV)
Net Present Value merupakan
perbedaan antara nilai sekarang (present
value) dari manfaat dan biaya (Soeharto, 1995). Dengan demikian apabila NPV
bernilai positif, dapat diartikan juga sebagian besarnya keuntungan yang
diperoleh dari proyek. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukkan
kerugian. NPV dapat dihitung dengan persamaan.
NPV = Σ ((BBtB – CBtB)
/ (1 + i)PtP)
Dimana:
NPV = Net Present Value (Rp)
BBtB =
Keuntungan pada tahun ke-t (Rp)
CBtB =
Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp)
T = tahun ke-t
Break even
point (BEP)
Break even point digunakan
untuk mengetahui batasan titik impas dari suatu usaha. Artinya, BEP merupakan
titik di mana posisi usaha berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi.
Adapun perhitungan BEP tersebut
dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu BEP harga dan BEP produksi.
Bagan Alir Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Aspek Pasar
Aspek pasar digunakan untuk mengkaji potensi pasar minyak nilam baik dari
sisi permintaan, penawaran, harga yang berlaku, serta strategi pemasaran yang
dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran (marketing mix) yaitu
produk, harga, tempat, dan promosi.
1. Potensi Pasar
Potensi
pasar minyak nilam sangat tinggi. Tingginya potensi pasar minyak nilam ini
terbukti dari peningkatan jumlah permintaan minyak nilam sebagai bahan baku industri parfum,
kosmetik, makanan dan minuman, sabun, serta obat-obatan. Peningkatan
permintaaan minyak nilam dilihat dari rata-rata pertumbuhan volume dan nilai
ekspor yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 40
persen dan 35 persen.
Penawaran
terhadap minyak nilam masih sangat rendah karena perusahaan yang mengusahakan
penyulingan minyak nilam masih sangat sedikit. Kecilnya jumlah perusahaan yang
melakukan penyulingan minyak nilam disebabkan karena orang (petani) yang
membudidayakan nilam masih sedikit dengan luas areal yang kecil. Selain itu,
jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan produksi, produksi nilam dari tahun ke
tahun juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0,5 persen.
Hal di atas membuktikan bahwa adanya ketidakseimbangan antara permintaan
dengan penawaran minyak nilam. Ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran minyak nilam tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi
perusahaan. Dengan demikian, pasar akan dapat menyerap seluruh jumlah minyak
nilam yang diproduksi oleh perusahaan.
2. Strategi Bauran Pemasaran
Menurut Umar (2005) terdapat hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran
barang dan jasa sebelum sampai ke konsumen. Ruang lingkup hal tersebut
disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang disebut sebagai bauran
pemasaran (marketing mix). Defenisi dari bauran pemasaran menurut Kotler
(2002) adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan
dan dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang
diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat komponen
diantaranya produk (product), harga (price), tempat (place),
dan promosi (promotion).
a. Produk (Product)
Produk
merupakan sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Strategi produk didefenisikan sebagai suatu strategi yang
dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang
dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam
suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Menurut Kotler
(2002), terdapat dua klasifikasi jenis produk menurut tujuan pemakainnya. Jenis
produk tersebut adalah barang konsumsi dan barang industri. Alasan dalam
pengklasifikasian tersebut karena setiap produk memiliki bauran pemasaran
masing-masing. Minyak nilam merupakan barang industri karena digunakan sebagai
bahan baku
untuk industri parfum, kosmetik, makanan dan minuman, sabun, dan obat-obatan.
Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep produk dimana dalam
pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan produk sehingga produk diharapkan
mampu bersaing dipasaran. Keunggulan minyak nilam madina antara lain:
·
Memiliki PA yang
tinggi yaitu antara 35 persen - 36 persen.
·
Memiliki rendemen 2,5
persen - 5 persen.
·
Warna coklat kemerahan
dan memiliki aroma yang khas.
·
Hasil minyak lebih
jernih karena dihasilkan dari mesin suling yang terbuat dari stainless steel
dan disuling dengan pemanasan menggunakan heater (teknologi modern).
b. Harga (Price)
Strategi penetapan harga berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Harga
merupakan variabel strategi yang berkaitan langsung dengan pendapatan
perusahaan. Oleh karena itu, penentuan harga merupakan keputusan yang sangat
penting. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan,
pengaruh terhadap persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai
produk yang dihasilkan. Harga minyak nilam sangat berfluktuatif yaitu pernah
mencapai harga terendah hingga tertinggi. Harga terendah minyak nilam adalah Rp
130.000 per kg sedangkan harga tertingginya mencapai Rp 1.200.000 per kg. Harga
minyak nilam yang berfluktuatif dipengaruhi oleh supply dan demand.
Di mana pada saat bahan baku
(nilam) langka dengan permintaan yang semakin meningkat maka harga minyak nilam
tinggi. Sedangkan pada saat harga minyak nilam tinggi banyak masyarakat yang
mengusahakan nilam sehingga terjadi kelebihan bahan baku (excess supply) pada saat panen
yang mengakibatkan harga minyak nilam rendah. Selain itu harga minyak nilam
yang berfluktuatif juga disebabkan oleh produksi dan mutu minyak nilam yang
tidak stabil karena teknologi pengolahannya belum berkembang dengan baik (masih
sederhana).
Namun Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association
(Indessota) T.R. Manurung dalam Bisnis Indonesia , harga normal minyak
nilam adalah sebesar Rp 250.000 per kg. Bedasarkan hasil wawancara dengan
manajer perusahaan dan pengumpul tunggal minyak nilam di lokasi proyek
diperoleh bahwa penetapan harga minyak nilam dan daun kering nilam ditentukan
berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Harga minyak nilam pada bulan Maret-
April 2011 adalah Rp 260.000 per kg.
Tinggi rendahnya harga minyak nilam sangat berpengaruh terhadap harga
nilam (daun nilam kering). Saat harga minyak nilam rendah maka para produsen
minyak nilam akan menekan harga beli nilam (daun kering nilam) dari petani.
Sebaliknya, saat harga minyak nilam tinggi, maka harga beli nilam dari petani
juga akan tinggi. Berdasarkan hasil wawncara yang dilakukan dengan pihak
perusahaan, harga daun kering nilam pada bulan Maret-April 2011 adalah Rp 5.000
per kg.
c. Distribusi (Place)
Pemasaran minyak nilam perusahaan dilakukan oleh unit bisnis lain
perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum dan jasa yang berada di Medan . Minyak nilam yang
dihasilkan akan dipasarkan ke beberapa kota di
dalam negeri seperti Medan dan Jakarta . Selain itu perusahaan juga akan
berencana untuk memasarkan minyak nilamnya ke beberapa negara di luar negeri
seperti Singapura , China ,
Jepang, dan Korea .
d. Promosi (Promotion)
Promosi
yang dilakukan perusahaan saat ini adalah melalui relasi bisnis. Di mana
perusahaan akan memberikan sample minyak nilam kepada relasi bisnisnya
dan kemudian dari relasi bisnis perusahaan tersebut akan mempromosikan ke
relasi-relasi bisnis baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Namun promosi
ini belum efektif karena melibatkan banyak pihak dan informasi yang disampaikan
dan yang diterima oleh konsumen (industri tujuan pasar) juga tidak lengakap.
Oleh sebab itu, perusahaan berencana akan membuat website sebagai alat
promosi sehingga semua orang baik yang ada di dalam dan luar negeri dapat
mengetahui informasi tentang minyak nilam serta dapat melakukan pemesanan
dengan cepat.
3.
Hasil Analisis Aspek Pemasaran
Berdasarkan analisis potensi pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha
penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh perusahaan layak untuk dijalankan.
Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar untuk minyak nilam yang dilihat dari
sisi permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi
oleh jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada usaha penyulingan minyak
nilam. Selain itu, harga jual yang tinggi juga cukup menjanjikan bahwa usaha
penyulingan minyak nilam dapat mendatangkan keuntungan.
B. Aspek
Teknis
Hal yang perlu diperhatikan pada aspek teknis adalah lokasi proyek atau
usaha, skala operasi atau luas produksi, proses produksi, dan pemilihan jenis
teknologi dan peralatan.
a.
Lokasi Usaha
Lokasi usaha perkebunan dan penyulingan terletak di Desa Bakongan dan
Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan
lokasi produksi adalah:
1).
Ketersediaan bahan mentah (bahan baku )
Ketersediaan
nilam di Kabupaten Aceh Selatan sangat berlimpah karena sebagian besar
masyarakat disana banyak yang menanami lahannya dengan nilam walaupun hanya
dalam skala industri kecil. Oleh sebab itu jika perusahaan kekurangan bahan baku , perusahaan dapat membeli bahan baku kepada masyarakat sekitar.
2). Tenaga listrik dan air
Untuk
kebutuhan listrik perusahaan masih menggunakan mesin diesel (genset) Ps 130
yang dapat menghasilkan listrik karena daerah lokasi jauh dari pemukiman
sehingga tenaga listrik belum terjangkau. Namun hal ini tidak menjadi kendala
bagi perusahaan untuk melakukan produksi. Sementara itu, di daerah lokasi
penelitian air sangat berlimpah yaitu berasal dari mata air pegunungan. Oleh
sebab itu, kebutuhan air dalam produksi selalu tercukupi.
3). Supply tenaga kerja
Perusahaan
tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi tenaga kerja. Supply tenaga kerja
dapat diperoleh dari masyarakat sekitar lokasi usaha. Tenaga kerja sangat
dibutuhkan terutama saat persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen.
Sementara itu, tenaga kerja dalam proses penyulingan dan manajemen harus
mempunyai keahlian dan melalui proses seleksi.
4). Fasilitas jalan dengan kondisi
cukup baik
Kondisi
jalan di lokasi usaha sudah cukup baik, sehingga tidak ada kendala dalam
pengangkutan bibit ataupun hasil panen dari lahan ke perusahaan. Untuk menuju
lokasi usaha kita dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat.
5). Hukum dan peraturan yang berlaku
Sejauh ini, perusahaan masih berada dalam koridor hukum
dan peraturan yang berlaku sehingga tidak ada hambatan hukum dan peraturan
lokal yang melarang kegiatan usaha ini. Kondisi sosial budaya masyarakat
sekitar juga tidak ada yang menentang kegiatan usaha ini.
6). Iklim dan keadaan tanah
Kondisi
iklim di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan cukup
mendukung untuk dilakukan usaha perkebunan dan penyulingan nilam. Kabupaten
Aceh Selatan terletak pada ketinggian 0 – 1.500 m dpl, memiliki iklim tropis
dengan curah hujan 2.500- 3000 mm per tahun, suhu udara 24 – 28 0C,
serta kelembapan 75 persen. Lokasi usaha yang terletak di dataran tinggi dengan
keadaan tanah yang subur karena pengaruh suhu udara dan kondisi alam yang
relatif lebih sejuk menghasilkan daun nilam yang lebih hijau dengan tingkat
persentase kadar alkohol yang lebih tinggi.
7). Sikap dari masyarakat
Sikap masyarakat sangat
terbuka dan mendukung adanya usaha perkebunan dan penyulingan nilam ini. Hal
ini terlihat dari lahan masyarakat yang dijual kepada perusahaan untuk
dijadikan lahan perkebunan nilam.
b. Pemilihan
Jenis Teknologi dan Peralatan
Dalam usaha penyulingan minyak nilam pemilihan jenis teknologi dan
peralatan sangat mempengaruhi rendemen minyak yang akan dihasilkan. Oleh sebab
itu dalam proses penyulingannya perusahaan telah menggunakan teknologi modern
yakni dengan sistem pemanasan yang menggunakan heater. Mesin terdiri
dari peralatan-peralatan utama yang terbuat dari stainless steel yang
dilengkapi dengan pipa-pipa yang juga terbuat dari stainless steel,
termometer, indikator tekanan uap, indikator volume air, keran tutup buka, dan
lain-lain . Adapun alasan pemilihan teknologi antara lain proses penyulingan
relatif lebih cepat yaitu 3 jam, menghasilkan minyak yang berkualitas dengan
rendemen tinggi, serta risiko kecelakaan dalam produksi sangat kecil (tingkat
keamanan tinggi) karena telah dilengkapi oleh indikator-indikator yang dapat
mengontrol panas dan tekanan uap yang dihasilkan. Kapasitas ketel suling yang
digunakan oleh perusahaan adalah 30 kg. Kapasitas tersebut belum optimal karena
mesin suling (boiler) masih dapat menampung penambahan ketel suling sehingga
diperoleh minyak yang lebih banyak dan kapasitas produksi optimum dapat
dicapai.
c. Proses
Produksi
Proses produksi yang dilakukan perusahaan terdiri dari budidaya nilam dan
penyulingan nilam. Dimana budidaya nilam terdiri dari persiapan bibit,
pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit tanaman,
serta panen dan pascapanen.
1). Budidaya Nilam
Pemilihan lahan untuk
mengembangkan salah satu tanaman tidak terlepas dari kondisi agroklimat yang
dikehendaki tiap tanaman, demikian halnya dengan tanaman nilam. Nilam merupakan
tanaman daerah tropis sehingga mudah tumbuh dengan baik di dataran rendah hingga
dataran tinggi yaitu 0,5 – 1 m dpl, tetapi dapat tumbuh ideal pada ketinggian 0
– 1.500 m dpl. Kebutuhan curah hujan tanaman nilam per tahunnya sebesar 2.500 -
3.000 mm dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu ideal pertumbuhannya
adalah 24 - 28 0C dengan kelembapan di atas 75 persen. Nilam
membutuhkan banyak air, tetapi tidak tahan jika tergenang. Menurut Wulansari
(2005), budidaya merupakan upaya dalam rangka melestarikan tanaman dari
bahaya/ancaman kelangkaan dan kepunahan tanaman. Dengan budidaya diharapkan
kebutuhan bahan tanaman untuk masa depan yang akan datang dapat dijamin
pengadaannya dan sebagai bahan baku
dapat terjaga ketersediaannya dengan baik.
a.
Persiapan Bibit
Hal yang harus betul-betul menjadi perhatian utama
yaitu bibit yang dipilih berasal dari jenis nilam aceh (Pogostemon cablin Benth) dengan umur bibit rata-rata antara 6-8
minggu. Saat dipindahkan ke lahan, bibit harus berada dalam kondisi baik dan
disarankan agar umur bibit tidak melebihi 60 hari sejak awal pesermaian
dilakukan.
Bila ingin melakukan kegiatan pesemaian atau
pembibitan maka beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain lahan yang
cukup, misalnya seluas 2.500 m2 untuk menangani sekitar 25 ha areal lahan yang
akan ditanami, persiapan bibit berupa pohon nilam dari hasil panen melewati
jangka waktu 6-7 bulan, tenaga kerja untuk melakukan monitoring dan pemeliharaan, bahan baku
berupa tanah yang subur, pasir, sekam, pupuk kandang, insektisida, bahan baku untuk pembuatan naungan berupa bambu dan atap
pelindung, serta persiapan bahan baku
polibag sebagai sarana penempatan bibit.
Adapun metode pesemaian dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu:
1.
Cara pertama, bibit setek dipotong sekitar 15-18cm.
Setelah itu setek langsung di tancapkan ke dalam polibag yang sudah diisi
dengan media tanaman.
2.
Cara kedua,
bibit setek dipotong dengan panjang sekitar 12 cm - 15 cm. Setelah itu, bibit
direndam (B1) selama 5 menit. Lalu bibit diikat dalam satuan 50 atau 100 batang
dan disimpan ditempat yang sejuk selama 15 hari saat akar serabut dan daun
sudah muncul maka setek dipindakan kedalam polibag yang dilubangi sebanyak 2
atau 3 lubang untuk menghindari adanya gesekan dengan akar yang sudah
hidup.
Untuk menghemat biaya penyediaan bibit, petani sebaiknya melakukan
penyemaian sendiri. Selain itu, penyemaian sendiri
Tabel. 5. Jenis Bahan dan Estimasi Biaya
Persiapan Bibit Per Hektar.
Uraian
Bahan
|
Satuan
|
Harga
(Rp)
|
Jumlah
|
Total
Harga
|
Pembelian bibit nilam
|
Batang
|
15
|
26.000
|
390.000
|
Plastik
Polibag
|
Lembar
|
20
|
26.000
|
520.000
|
Sekam dan
Pasir
|
Kg
|
150
|
2.600
|
390.000
|
Pupuk Kandang
dan Tanan
|
Kg
|
200
|
2.600
|
520.000
|
Biaya
pengantongan
|
Kantong
|
20
|
26.000
|
520.000
|
Biaya
perawatan
|
Bulan
|
2
|
500.000
|
1.000.000
|
Pembuatan
naungan
|
Unit
|
1
|
750.000
|
750.000
|
Sarana kerja
|
Unit
|
1
|
300.000
|
300.000
|
Insektisida
|
Liter
|
1
|
200.000
|
200.000
|
Total Biaya
|
|
|
|
4.590.000
|
Biaya/ polibag = Rp. 4.590.000,00/26.000 setek
= Rp. 177,00.
Mempertimbangkan kualitas bibit dan
keaslian bibit. Oleh sebab itu, dilakukan langkah-langkah persiapan pembibitan
dengan estimasi biaya dan bahan-bahan yang diperlukan sebagai berikut.
Bila dikaitkan dengan beban biaya
yang akan dikeluarkan untuk pembelian bibit nilam sebesar Rp.350,00 per polibag
maka akan diperoleh penghematan sebesar Rp.350,00 – Rp. 177,00 = Rp. 173,00.
Penghematan untuk 1 hektar sebesar Rp. 173,00 x 26.000 polibag, yaitu sebesar
Rp. 4.498.000,00.
b.Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan faktor yang menentukan dalam
keberhasilan budidaya. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian serius dalam
mempersiapkan penanaman sebelum realisasi penanaman setek dilakukan pada lahan
yang dikelola. Proses pengolahan tanah diawali dengan proses penggemburan tanah
dengan menggunakan cangkul. Setelah itu, lahan didiamkan selama 3-4 hari agar
terjadi proses penguapan dari tanah yang telah diolah. Selanjutnya tanah
tersebut diberi lubang yang disesuaikan dengan diameter polibag. Kemudian
lubang didiamkan selama 2-3 hari. Setelah itu, proses penanaman bibit ke lahan
dapat dilakukan.
c. Penanaman
Dalam proses penanaman perusahaan menggunakan teknik
penanaman secara tidak langsung, dimana bibit yang digunakan melalui proses
penyemaian atau pembibitan terlebih dahulu. Tanaman dipersiapkan selama 6-8
minggu sebelum ditanam pada lahan budidaya. Pembibitan dilakukan pada lahan
tersendiri dibawah pohon coklat. Sedangkan penanaman dilakukan pada lahan
terbuka agar mendapatkan sinar matahari yang cukup. Selain itu penanaman nilam
di lahan terbuka memungkinkan kandungan minyak nilam mencapai 5 persen.
1). Waktu Tanaman
Proses pemindahan dan penanaman bibit pada lahan perkebunan
dilakukan pada sore hari setelah pukul 16.00 agar tanaman tidak layu. Selain
itu, proses adaptasi tanaman pada lingkungan lahan perkebunan juga tidak
mengalami hambatan. Sedangkan untuk waktu penanaman tidak ada waktu khusus.
Penanaman dapat dilakukan baik pada musim hujan maupun kemarau karena sumber
air sangat berlimpah.
2). Jarak Tanam
Jarak tanam disesuaikan dengan kontur dan kondisi lahan serta
tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam berada pada alur terbit dan tenggelamnya
matahari. Hal ini bertujuan agar pada saat petumbuhan tanaman, sinar matahari
dapat menembus celah pohon dan ranting antar satu dengan yang lainnya. Jarak
tanam antar tanaman yang digunakan adalah 50 cm x 100 cm karena termasuk dalam
jenis tanah yang berbukit.
Gambar
6. Tanaman Nilam Madina dengan
Jarak Tanaman
50 cm x 100 cm
d. Pemeliaharaan Tanaman
Pemeliharaan atau perawatan tanaman nilam diantaranya berupa
pemupukan, penyulaman, penyiangan, pemangkasan, dan pembubuman. Hasil produksi
yang optimal sangat tergantung pada tata cara serta mekanisme pemeliharaan dan
perawatan tanaman. Pemeliharaan yang baik akan memperpanjang umur tanaman
hingga di atas tiga tahun dengan interval panen antara 2-3 bulan. Selain itu,
kandungan minyak atsiri serta rendemen yang dimiliki tanaman ini akan akan
menjadi lebih tinggi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kunci sukses
pencapaian mutu yang diinginkan serta hasil akhir panen berupa daun basah
sangat tergantung pada kesungguhan melakukan monitoring terhadap pemeliharaan
dan perawatan tanaman.
Adapun kegiatan pemeliharaan tanaman dapat diuraikan sebagai
berikut.
a)
Pemupukan
Karena merupakan lahan yang baru dibuka dan memiliki tanah
yang subur maka perusahaan tidak melakukan proses pemupukan. Namun limbah yang
dihasilkan dari proses penyulingan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk /mulsa.
b)
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang sudah mati
atau layu agar jumlah tanaman sesuai target yang diinginkan. Penentuan target
jumlah tanaman disesuaikan dengan luas area dan jarak tanam. Penyulaman
dilakukan jika umur tanaman telah mencapai satu bulan. Hal ini dilakukan untuk
menyesuaikan pertumbuhan tanaman baru dan lama agar panen dalam satu lahan
dapat dilakukan secara bersamaan. Selain itu, agar pertumbuhan tanaman seragam
dan jadwal panen dilakukan sesuai target waktu maka penyulaman dilakukan secara
rutin setiap minggu.
c)
Penyiangan
Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur sekitar dua
bulan. Pada umur tersebut, ketinggian tanaman mencapai 20-30 cm dan mempunyai
cabang bertingkat dengan radius 20 cm. Penyiangan berfungsi untuk membersihkan
gulma pengganggu, sehingga tidak terjadi persaingan pengambilan hara tanaman
dan sinar matahari. Selain itu, penyiangan juga berfungsi untuk menghilangkan
gulma sebagai sarang hama .
Penyiangan selanjutnya dilakukan secara rutin, dengan selang waktu 2 - 3 bulan
tergantung pertumbuhan gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara mekanis yaitu dilakukan dengan
menggunakan alat-alat pertanian umum seperti cangkul, sabit, parang dan
sebagainya.
d)
Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan setelah tanaman berumur tiga bulan,
yaitu setelah terbentuk perdu yang saling menutupi satu sama lain diantara
pohon atau tanaman. Pemangkasan dilakukan pada cabang tingkat tiga ke atas.
Pemangkasan dan penjarangan dilakukan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit tanaman.
Selain itu, pemangkasan memberi ruang gerak lebih luas terhadap tanaman. Salah
satu tujuan dilakukannya pemangkasan atau penjarangan adalah agar proses
fotosintesis berjalan dengan baik sehingga kadar minyak nilam yang terkandung
dalam daun, ranting, serta dahan dan batang menjadi lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena sinar matahari dapat lebih leluasa masuk menyinari
bagian-bagian tanaman.
e) Pembubuman
Pembubuman dilakukan setelah proses panen selesai.
Cabang-cabang dan dahan serta ranting yang ditinggalkan sesudah panen yang
letaknya dekat dengan tanah ditimbun setinggi 10-15 cm. Cabang yang letaknya
jauh dari tanah dipatahkan bagian ujungnya (tidak terputus dari batang) dan
bagian yang patah ditimbun dengan tanah. Dengan pembubuman ini diharapkan
terbentuk rumpun tanaman yang padat dengan beberapa anakannya. Hasilnya
diperoleh tunas dan dahan yang lebih banyak untuk pertumbuhan berikutnya.
C. Pengendalian
Hama dan Penyakit Tanaman
Dalam
budidaya, permasalahan hama
dan penyakit tanaman merupakan faktor penting yang harus ditangani. Namun,
karena tata cara pengelolaan yang dilakukan perusahaan telah mengikuti pola
budidaya terkait masalah bibit unggul dan pemeliharaan yang rutin, maka
dipastikan bahwa tanaman akan sangat jarang mendapat masalah terkait dengan hama dan penyakit tanaman.
Oleh sebab itu, sampai saat ini belum ada tindakan pengendalian hama dan penyakit tanaman
yang dilakukan oleh perusahaan.
D. Panen
dan Pascapanen
Kualitas minyak nilam yang dihasilkan
tergantung dari kegiatan budidaya sampai
pengolahan, termasuk kegiatan panen dan pasca panen.
a) Panen
Panen
merupakan saat yang ditunggu oleh perusahaan. Panen merupakan masa perhitungan
hasil yang akan diperoleh setelah menunggu berbulan-bulan waktu yang dihabiskan
selama budidaya. Nilam dapat dipanen setelah tanaman berumur sekitar 6-7 bulan
dan panen selanjutnya dilakukan setiap 2-3 bulan sekali, tergantung jadwal dan
program penanaman. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong daun dan ranting
dengan menyisakan cabang dan daun setinggi minimal 15 cm. Pemotongan ranting
dapat menumbuhkan tunas baru.
Panen
dilakukan pada pagi hari karena jika pemetikan daun dilakukan siang hari maka
dikhawatirkan sel-sel daun menjadi kurang elastis dan mudah sobek. Sebagian
besar bagian dari nilam mengandung minyak, seperti akar, batang, cabang, dan
daun. Namun, kandungan minyak dalam daun nilam lebih tinggi daripada cabang,
batang, dan akarnya. Alat yang biasanya digunakan pada saat panen adalah sabit,
gunting, atau pisau yang tajam. Alat harus selalu bersih pada saat proses panen
berlangsung. Pemotongan cabang/ranting dilakukan dari daun tingkat dua ke atas.
Sementara cabang/ranting tingkat pertama ditinggalkan untuk pertumbuhan ranting
dan daun baru.
b).
Pascapanen
Pascapanen
merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan. Pada nilam, kegiatan pasca
panen terdiri dari penjemuran hasil panen dan perawatan tanaman. Hasil panen
berupa daun basah yang terdiri dari daun, ranting, dahan dan batang sebaiknya
dipotong/ dicincang/ dirajang sepanjang 10-15 cm. Pemotongan dilakukan secara
manual yaitu dengan menggunakan gunting. Setelah itu, daun dijemur di bawah
sinar matahari sekitar 4 jam sehari selama 2-3 hari, yaitu mulai dari pukul
10.00-14.00. Penjemuran daun nilam dilakukan dengan meletakkan daun di atas
gelaran tikar atau lantai semen yang bersih. Penjemuran dilakukan pada lahan
terbuka.
Agar
memperoleh sinar matahari secara langsung. Daun nilam dijemur sambil diangin-anginkan
dengan ketebalam lapisan maksimal 50 cm. Lapisan daun dibolak-balik sebanyak
2-3 kali sehari selama 2-3 hari hingga diperoleh kadar air sebesar rata-rata 15
persen. Kadar air yang terkandung dalam daun ini harus dipertahankan sampai
proses penyulingan berlangsung.
Selain
penjemuran secara langsung dibawah sinar matahari, perusahaan juga melakukan
penjemuran dalam suatu ruangan. Hal ini merupakan suatu alternatif jika panen
terjadi saat musim hujan. Daun nilam kering yang belum diproses atau disuling
disimpan dalam gudang dan disusun dalam bentuk rak yang mempunyai ventilasi
cukup untuk memperoleh angin/udara dengan tujuan untuk menghindari daun nilam
kering terkena jamur.
Agar
diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan pada panen berikutnya, baik dalam
jumlah maupun percepatan waktu, maka dilakukan pemeliharaan terhadap tanaman
pascapanen. Pemeliharaan tersebut berupa pembumbuman serta penyiraman secara
teratur agar segera diperoleh daun dan ranting serta dahan yang baru.
Gambar 7. Penjemuran di Luar Ruangan
Gambar
8. Penjemuran di Dalam Ruangan
c). Penyulingan Nilam
Penyulingan
merupakan rangkaian proses dalam aktivitas budidaya tanaman. Pada umumnya
penyulingan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air,
penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan uap tidak langsung.
Namun proses penyulingan yang digunakan oleh perusahaan adalah penyulingan
dengan uap tidak langsung. Sebagian besar penyulingan dengan uap tidak langsung
menggunakan kayu bakar untuk memanaskan ketel uap, namun dalam hal ini
perusahaan menggunakan heater yang membutuhkan tenaga listrik untuk
menghasilkan panas. Hasil minyak yang akan diperoleh dari proses penyulingan
merupakan output yang akan dijual dan dinilai serta dijadikan standar keberhasilan
usaha. Mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi
oleh jenis mesin dan sistem penyulingan yang digunakan.
Prinsip
dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah panggunaan uap
bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung penyulingan. Artinya,
tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling juga tersendiri.
Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara terpisah, sesuai
kapasitas dari ketel uap (boiler) dengan kapasitas ketel tempat bahan atau daun
kering. Namun dalam hal ini perusahaan masih menggunakan satu tabung bahan baku (ketel) dengan
kapasitas 30 kg. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen
tinggi. Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat yaitu hanya
3 jam. Dalam satu hari proses penyulingan dilakukan sebanyak empat kali. Di
mana dalam satu kali produksi menghasilkan minyak nilam sebanyak 0,9 kg.
Untuk
menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat dilakukan
dengan memisahkan beberapa tabung bahan baku
(2 atau 3 buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan boiler.
Keberhasilan metode ini juga ditunjang oleh perlengkapan dan jenis bahan yang
digunakan dalam penyulingan seperti bahan pipa pada bak penampung/kolam air
yang tersedia, serta jumlah dan kapasitas air dalam jumlah banyak, cukup, serta
mengalir.
Sebelum
memulai proses penyulingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya
mesin suling dibersihkan terlebih dahulu, melakukan kontrol tehadap seluruh
saluran pipa pendingin serta ketersediaan air yang ada pada bak (kolam)
pendingin, tempat penampung minyak harus dalam keadaan bersih, mempersiapkan
tenaga penyuling (operator) dimana dalam hal ini perusahaan menggunakan 2-3
orang operator, mempersiapkan bahan baku daun kering yang sudah dirajang dalam
jumlah yang sesuai dengan kapasitas ketel suling, serta memasukkan rajangan
daun nilam tersebut ke dalam ketel suling. Pengisian ketel dilakukan secara
merata dan padat pada seluruh bagian agar uap air yang ada dalam ketel dapat
menyebar secara merata.
Setelah
semuanya dipersiapkan maka proses penyulingan dapat dilakukan. Mekanisme
penyulingan dilakukan dengan memanaskan air dalam tabung untuk menghasilkan uap
yang dilengkapi dengan pipa saluran pengisi air, indikator volume air, tekanan
uap, serta pipa saluran uap yang menuju ketel suling. Fungsi indikator tekanan
uap untuk mengontrol besar kecilnya tekanan uap yang dihasilkan oleh tabung
uap. Tabung uap (boiler) dilengkapi instrumen pipa pengaman dalam bentuk
saluran buang uap yang disertai keran buka-tutup. Pada suhu 92oC boiler akan
menghasilkan uap air panas dan tekanan tinggi untuk mengaliri seluruh bagian
daun yang disuling. Uap akan melakukan reaksi dengan daun yang disuling
sehingga unsur minyak pada daun, ranting, dan akar akan ikut menguap melalui
pori-pori dari bahan yang disuling.
Selanjutnya,
unsur minyak akan terbawa oleh uap air menuju pipa kondensor yang akan mencair
menjadi cairan minyak dan air. Untuk menjaga pemisahan air dan minyak dalam
kondisi baik, maka dibuat pipa kontrol pemisahan sebelum minyak dan air
tersebut menuju penampungan terakhir. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi
saringan yang lazim digunakan oleh para penyuling. Hasil akhir dari penyulingan
diperoleh minyak nilam yang berkualitas dengan rendemen tinggi. Sedangkan sisa
daun yang telah disuling tersebut dikumpulkan dan dapat dijadikan sebagai pupuk
tanaman atau mulsa.
Daun kering yang telah
Daun Kering Dimasukkan Penyulingan
Di cacah ke Dalam Ketel Suling
Minyak dan Air Pemisahan Minyak dengan Air
Minyak Masuk dalam Jiregen
Dan Air Keluar Dari Selang
Gambar
9. Proses Penyulingan
E. Hasil Analisis Aspek Teknis
Berdasarkan
hasil analisis terhadap aspek teknis, maka dapat dikatakan bahwa usaha
penyulingan minyak nilam yang dilakukan layak untuk dijalankan. Tidak ada
masalah yang menghambat jalannya kegiatan usaha penyulingan minyak nilam.
a. Aspek Manajemen
Mempunyai
struktur organisasi formal yang terdiri dari komisaris, direktur, manajer,
bagian produksi, bagian accounting, bagian personalia, bagian purchasing,
bagian marketing, mandor, dan operator. Dalam pelaksanaannya telah
terdapat pembagian tugas yang jelas antara
b. Apek Hukum
Hal
yang perlu diperhatikan pada aspek hukum adalah bentuk badan hukum usaha yang
dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan.
c. Aspek
Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Keberadaan
usaha penyulingan minyak nilam yang sangat didukung oleh masyarakat sekitar
karena tidak memberikan dampak buruk terhadap kondisi lingkungan daerah sekitar
proyek. Adanya usaha penyulingan minyak nilam memberikan dampak positif
terhadap masyarakat sekitar seperti menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam pengadaan bibit. Keberhasilan
perusahaan dalam sistem budidaya nilam menjadi motivasi bagi masyarakat untuk
mengubah kebiasaan mereka dalam budidaya nilam, yang semula nilam hanya
ditelantarkan menjadi lebih diperhatikan. Limbah hasil penyulingan juga tidak
memberikan dampak buruk terhadap kesimbangan lingkungan karena dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman atau mulsa.
Selain
itu, keberadaan juga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan negara atau
pemerintah daerah berupa pajak dari keuntungan usaha penyulingan minyak nilam
tersebut. Adanya usaha penyulingan minyak nilam dengan cara modern ini juga
memberi dampak positif terhadap perkembangan sistem penyulingan di dalam negeri
yaitu dapat menggeser kebiasaan masyarakat dari penyulingan tradisional ke
penyulingan modern. Dengan demikian dapat dihasilkan suatu minyak nilam yang
lebih berkualitas.
Berdasarkan
aspek sosial ekonomi dan lingkungan usaha penyulingan minyak nilam ini layak
untuk dijalankan. Karena selain tidak memberikan dampak buruk berupa limbah
yang dapat merusak lingkungan, kegiatan usaha ini memberikan manfaat yang
banyak bagi masyarakat sekitar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial
yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan
lingkungan, usaha penyulingan minyak nilam yang dijalankan.
- Secara teknis pabrik yang dirancang memiliki
kapasitas penyulingan 1.000 ton per tahun daun kering, per harinya dengan
prediksi perolehan minyak nilam 97, 53 kg/hari pada rendemen penyulingan
100%.
3.
Secara finansial prediksi investasi yang dibutuhkan
untuk membangun pabrik minyak nilam pada kapasitas tersebut di atas adalah Rp. 189.146.239,39,-.
Modal investasi ini diperkirakan akan kembali selama 3 tahun atau 11 bulan
dengan titik pulang pokok 985.861 kg/tahun. Kekayaan perusahaan pada akhir
proyek sebesar Rp. 21.154.520,-
- Hasil analisis kelayakannya
menunjukkan NPV Rp.189.146.239,39,- (lebih besar dari nol), nilai IRR
lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (100%) yaitu 3,782 %, dan
B/C rasionya 4,246 (lebih besar dari1), sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengembangan teknologi penyulingan minyak di Aceh Selatan layak untuk
dilaksanakan.
B.
Saran
1.
Perusahaan sebaiknya meningkatkan kegiatan promosi
melalui website sehingga semua orang baik yang ada di dalam negeri
maupun luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam yang
dihasilkan oleh perusahaan.
2.
Perusahaan sebaiknya melakukan kontrak dengan
perusahaan lain yang menjadi pasar tujuan minyak nilam yang dihasilkan
perusahaan. Hal ini bertujuan agar perusahaan terhindar dari kerugian akibat
harga minyak nilam yang berfluktuatif karena harga yang diterima perusahaan
akan relatif lebih stabil.
3.
Penelitian ini hanya merupakan prediksi dari sebuah
perencanaan awal pembangunan pabrik penyulingan minyak atsiri dari daun
cengkeh, sehingga untuk mendirikan pabrik yang sesungguhnya perlu dilakukan
analisis yang lebih mendalam agar hasil yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Akiew, A. and P.R.
Trevorrow, 1994. Management of Tobacco.Bacterial wilt. The disease and
its causal agents.Pseudomonas solanacearum.
.
Anonimous, 1991. Pemberdayaan
Petani Nilam Melalui Institusi UPP. Dinas Perkebunan Provinsi NAD.
Artayasa, I.N. 1999. Minyak
Nilam. Kanisius. Yogyakarta .
BPS, 2010. Aceh
Dalam Angka. Banda Aceh.
Dinas Perkebunan
Provinsi NAD, 2002. Laporan tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Grieve, M., 2002. A modern herbal, patchouli, www.botanical.com.
Hermanto,
Djazuli. 2006. Proses Penyulingan NIlam. www.
indomedia.com.
Hobir, 2003. Permasalahan
dalam usahatani nilam, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri, Jakarta .
Ketaren. S. 1985. Pengantar
Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka. Jakarta .
Mangun HMS. 2005. Nilam. Jakarta : Penebar Swadaya.
Nuryani, Emmyzar dan
Anggraeni,2003. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan
varietas dan teknik pengolahan. Laporan Hasil Penelitian. Balittro, Bogor
Nuryani Y., Ika Mustika dan Cheppy
Syukur, 2001. Kandungan
fenol dan lignin tanaman
nilam hibrida (Pogostemon sp.) hasil
fusi protoplas. Jurnal Littri 7 (4) : 104-107.
Rosman et al, 1998.
Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta .
Rusli. S. dan S.
Kemala, 1991. Pengembangan Penelitian Tanaman Atsiri. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor .
Sudaryani. T. dan E.
Sugiharti, 1989. Budi Daya Dan Penyulingan Nilam, Penebar Swadaya. Jakarta .
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-3.
Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Tasma, I dan A, Hamid,
1990. Pembudidayaan nilam secara menetap. Makalah pada Simposium I
Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Minyak atsiri.IPB.Bogor.
Wikandi. E.A, Ariful
Asman dan Pasril Wahid, 1990. Perkembangan Penelitian Nilam. Edisi Khusus
Littro
Lampiran 1. Jenis
Minyak Atsiri yang Disuplai dari Indonesia
No.
|
Nama Minyak
|
Nama Dagang
|
1.
|
Nilam
|
Patchouli oil
|
2.
|
Akar wangi
|
Vetiver oil
|
3.
|
Sereh Wangi
|
Citronella oil
|
4.
|
Kenanga
|
Cananga oil
|
5.
|
Kemukus
|
Cubeb oil
|
6.
|
Kayu Putih
|
Cajeput oil
|
7.
|
Sereh Dapur
|
Lemon grass
|
8.
|
Cengkeh
|
Cloves oil
|
9
|
Cendana
|
Sandalwood oil
|
10.
|
Pala
|
Nutmeg oil
|
11.
|
Lada
|
Pepper oil
|
12.
|
Kayu Manis
|
Cinamon oil
|
Sumber: Raziah, 2007
Lampiran 2. Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri
yang Berkembang di Indonesia
No .
|
Tanaman
|
Nama Latin
|
Sumber Minyak
|
|
1.
|
Adas
|
Foenicullum vulgare
|
Buah dan Biji
|
|
2.
|
Akar wangi
|
Vetiveria zizanoides
|
Akar
|
|
3.
|
Anis
|
Clausena anisata
|
Buah dan Biji
|
|
4.
|
Bangle
|
Zingiber purpureum Roxb.
|
Akar
|
|
5.
|
Cempaka
|
Michelia champaca
|
Cempaka
|
|
6.
|
Cendana
|
Santalum album
|
Kayu Teras
|
|
7.
|
Cengkeh
|
Syzygium aromaticum
|
Bunga
|
|
8.
|
Eucalyptus
|
Eucalyptus sp.
|
Daun
|
|
9.
|
Gaharu
|
Aquilaria sp
|
Kayu
|
|
10.
|
Gandapura
|
Gaultheria sp.
|
Daun & Gagang
|
|
11.
|
Jahe
|
Zingiber officinale
|
Akar
|
|
12.
|
Jeringau
|
Acarus calamus
|
-
|
|
13.
|
Jeruk Purut
|
Citrus hystrix
|
Buah
|
|
14.
|
Kapulaga
|
Amomum Cardamomum
|
Buah dan Biji
|
|
15.
|
Kayu Manis
|
Cinnamomum cassia
|
Batang
|
|
16.
|
Kayu Putih
|
Melaleuca leucadendron LI
|
Daun
|
|
17.
|
Kemangi
|
Basil Oil
|
Daun
|
|
18.
|
Kemukus
|
Piper cubeba L.
|
Buah
|
|
19.
|
Kenanga
|
Canangium odoratum
|
Bunga
|
|
20.
|
Kencur
|
Caempreria galangal
|
Akar
|
|
21.
|
Ketumbar
|
Coriandrum sativum
|
Buah dan Biji
|
|
22.
|
Klausena
|
Clausena anisata
|
Biji
|
|
23.
|
Kunyit
|
Curcuma domestica
|
Akar
|
|
24.
|
Lada
|
Piper nigrum L.
|
Buah dan Biji
|
|
25.
|
Lawang
|
K
|
K
|
|
26.
|
Lengkuas Hutan
|
Alpinia Malacensis
|
Akar
|
|
27.
|
Lengkuas Hutan
|
Alpinia Malacensis Oil
|
Akar
|
|
28.
|
Manis
|
Cinnamomum casea
|
Daun
|
|
29.
|
Massoi
|
Criptocaria massoia
|
Batang
|
|
30.
|
Mawar
|
|
Bunga
|
|
31.
|
Melati
|
Jasminum sambac
|
Bunga
|
|
32.
|
Mentha
|
Mentha arvensis
|
Daun
|
|
33.
|
Nilam
|
Pogostemon cablin
|
Daun
|
|
34.
|
Pala
|
Myristica fragrans Houtt
|
Biji dan Fuli
|
|
35.
|
Palmarosa
|
Cymbopogon martini
|
Daun
|
|
36.
|
Pinus
|
Pinus merkusii
|
Getah
|
|
37.
|
Rosemari
|
Rosmarinus officinale
|
Bunga
|
|
38.
|
Sedap Malam
|
Polianthes tuberose
|
Bunga
|
|
39.
|
Selasih Mekah
|
Ocimum gratissimum
|
Bunga
|
|
40.
|
Seledri
|
Avium graveolens L.
|
Daun, Batang
|
|
41.
|
Sereh Dapur
|
Andropogon citrates
|
Daun
|
|
42.
|
Sereh Wangi
|
Cymbopogon citrates
|
Daun
|
|
43.
|
Sirih
|
Piper bitle
|
K
|
|
44.
|
Surawung Pohon
|
Backhousia citriodora
|
Daun
|
|
45.
|
Temulawak
|
Curcuma xanthorizza
|
Akar
|
|
46.
|
Ylang-ylang
|
Canangium odoratum
|
Bunga
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar