Laman

Senin, 23 September 2013

I . PENDAHULUAN

                                                                                                        

A.    Latar Belakang

Sektor pertanian, dengan segala output yang di hasilkan, merupakan sektor yang cukup tangguh dibanding sektor lainnya. Hal tersebut telah teruji saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Produk dari sektor pertanian justru menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Umumnya, komoditas tersebut berasal dari perkebunan, salah satunya produk perkebunan dalam bentuk minyak atsiri (Raziah, 2007).
Minyak atsiri atau essential oils merupakan output tanaman tradisional yang banyak digunakan dalam industri kimia sebagai salah satu bahan baku produk wewangian (parfum), farmasi, kosmetika, pengawetan barang, dan kebutuhan dasar industri lainnya.
Dari 70 jenis minyak atsiri yang di perdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik (Mangun, 2005). Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan tanah subur yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman nilam.
Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, di dapatkan hasil berupa minyak nilam (patchouli oil), minyak sereh wangi (citronella), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), cengkili (cloves), condana (sandalwood), lada (peper), serta minyak melati (yasmin).
Khusus minyak nilam, sekitar 70% pangsa pasar dunia dikuasai oleh minyak nilam Indonesia (diperkirakan sekitar rata-rata minimal 1.000 ton per tahun), (Grieve dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id, 2003). Tanaman nilam (Pogostemon cablin) dengan hasil minyak nilam (patchouli oil) merupakan penghasil devisa terbesar dari ekspor minyak atsiri. Produksi minyak nilam Indonesia per tahunnya mencapai rata-rata di atas USD 20 juta (dolar Amerika).
Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yaitu Pogostemon cablin Benth (nilam aceh), Pogostemon heyneanus Benth (nilam jawa), dan Pogostemon hortensis Benth (nilam sabun). Di antara ketiga jenis nilam tersebut, nilam aceh memiliki kandungan minyak yang lebih tinggi yaitu 2,5 persen sampai 5 persen. Sedangkan nilam jawa dan nilam sabun memiliki kandungan minyak yang sama yaitu sekitar 0,5 persen sampai 1,5 persen.
Dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman nilam, dengan hasil minyak nilam, mempunyai prospek pasar paling baik dan paling luas dibandingkan dengan tanaman atsiri lainnya. Dari transaksi perdagangan domestik dan jalur ekspor, jenis minyak nilam, menempati urutan teratas dalam jumlah dan volume transaksi. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya bila eksistensi dalam jumlah dan peluang yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Pengelolaan bisnis nilam memerlukan terobosan dan langkah strategis sehingga pengelolaannya dilakukan secara profesional dan berkelanjutan (kontinu). Penyediaan sarana dan teknik penyulingan hendaknya dilakukan dengan teknologi yang lebih sofisticated agar kontinuitas output yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan suatu kualitas baik.
Di Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan  Bengkulu, kemudian berkembang di provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lainnya. Luas areal pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun produktivitas minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun.
Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman petani, kadar minyak berkisar antara 1-2% dari terna kering. Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budi daya yang masih sederhana, berkembangnya berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca panen yang belum tepat. (Feri dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id, 1991).
Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau disebut juga sebagai Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang segi empat, Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan minyak nilam (patchouli oil) yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi utama minyak nilam sebagai bahan baku pengikat (fiksatif) dari komponen kandungan utamanya, yaitu patchouli alcohol (C15H26) dan sebagai bahan pengendali penerbang (eteris) untuk wewangian (parfum) agar aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai salah satu bahan campuran produk kosmetika (di antaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, sampo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (di antaranya untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan obat antiradang, antifungi, antiserangga, afrodisiak, anti-inflamasi, antidepresi, antiflogistik, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawetan barang, serta berbagai kebutuhan industri lainnya.
Minyak nilam mempunyai banyak keunggulan. Selain bermanfaat bagi berbagai ragam kebutuhan industri, masa panen tanaman nilam relatif singkat dan mempunyai jangka waktu hidup cukup lama. Proses pemeliharaan dan pengendalian tanaman relatif mudah dan potensi pasarnya sudah jelas. Pola perdagangan minyak nilam tidak terkena kuota ekspor dan sampai saat ini belum ditemukan bahan sintesis atau bahan pengganti yang dapat menyamai manfaat minyak nilam ini. Oleh sebab itu, kondisi dan potensi minyak nilam tersebut merupakan basic power. Bila dikaitkan dengan suatu perencanaan pengelolaan budi daya tanaman nilam dengan segala ruang lingkup usaha yang menyertainya, dapat disimpulkan bahwa program budi daya tanaman ini prospektif dan menguntungkan.
Tabel 1. Daerah Produksi Nilam di Aceh Pada Tahun 2008-2009.
Kabupaten/Kota
Regency/City
2008
2009
Luas/Area (ha)
Produksi/ Production
Luas/Area (ha)
Produksi/ Production
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1.      Simeulue
-
-
-
-
2.      Aceh Singkil
45
2
44
3
3.      Aceh Selatan
1.152
63
444
27
4.      Aceh Tenggara
274
5
274
10
5.      Aceh Timur
-
-
-
-
6.      Aceh Tengah
72
4
1.405
474
7.      Aceh Barat
75
-
114
8
8.      Aceh Besar
1
-
-
-
9.      Pidie
14
1
14
1
10.  Bireuen
3
-
7
3
11.  Aceh Utara
132
22
132
19
12.  Aceh Barat Daya
128
4
149
8
13.  Gayo Lues
823
22
859
28
14.  Aceh Tamiang
274
2
130
7
15.  Nagan Raya
70
5
-
-
16.  Aceh Jaya
647
6
591
14
17.  Bener Meriah
-
-
-
-
18.  Pidie Jaya
7
-
7
-
19.  Banda Aceh
-
-
-
-
20.  Sabang
-
-
-
-
21.  Langsa
-
-
-
-
22.  Lhokseumawe
-
-
-
-
23.  Subulussalam
65
3
76
7
Jumlah/Total
3.782
139
4.246
612
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh

B.     Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana biaya pokok penyulingan nilam yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Bakongan dan Kluet utara dan mengetahui tingkat rendemen penyulingan nilam di industri kecil?
2.      Bagaimana perkiraan dan perhitungan keuntungan maupun kerugian yang didapat oleh industri penyulingan nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet utara?
C.    Tujuan Penelitian

Bedasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengkaji biaya pokok penyulingan nilam yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara dan mengetahui tingkat rendemen penyulingan nilam di industri kecil.
2.      Untuk menganalisis perkiraan dan perhitungan keuntungan maupun kerugian yang didapat oleh industri penyulingan nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara.

D.    Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada sebuah industri kecil, pada penyulingan minyak nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara. Ruang lingkup penelitian akan mencakup aspek-aspek berikut:
  1. Mengkaji proses penyulingan minyak nilam
  2. Menganalisis biaya pokok penyulngan nilam
3.       Observasi (wawancara)
4.       Pengambilan data primer dan sekunder
5.       Rendemen hasil olahan

E.     Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
1.      Bagi perusahaan, penelitian ini diharapakan dapat memberikan tambahan informasi dalam menentukan langkah-langkah yang tepat dalam keputusan investasi pada usaha penyulingan minyak nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara.
2.      Bagi kalangan masyarakat khususnya akademis lainnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
3.      Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis kelayakan usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha.














II. TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Teoritis
1.      Deskripsi dan Pemanfaatan Minyak Nilam
Minyak atsiri merupakan minyak yang diperoleh dari daun, batang dan cabang nilam dengan cara penyulingan. Minyak yang dihasilkan terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alcohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat.

2.      Tanaman Nilam
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman herba semusim yang berasal dari Filipina atau semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia lebih dari abad yang lalu. Setelah sekian lama berkembang di Indonesia, tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari sifat asalnya. Dari hasil ekplorasi ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik karakter morfologinya, kandungan minyak, sifat fisika kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap penyakit dan kekeringan. Nilam merupakan tumbuhan semak yang mempunyai tinggi sekitar 0,5 – 1 m, percabangannya banyak dan bertingkat mengintari batang, dan berbulu. Radius cabang melebar 60 cm. Batangnya berkayu persegi empat dengan diameter 10 – 20 cm yang berwarna keungu-unguan. Sedangkan daunnya berwarna hijau yang tersusun dalam pasangan berlawanan. Mempunyai bentuk bulat lonjong dengan panjang 10 cm, lebar 8 cm, ujungnya agak runcing dan tangkai daunnya sekitar 4 cm yang berwarna kemerahan (Anonimous, 1991)
Nilam (Pogostemon sp.) termasuk famili Labiateae, ordo Lamiales, klas Angiospermae dan devisi Spermatophyta. Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dapat dibedakan antara lain dari karakter morfologi, kandungan dan kualitas
minyak dan ketahanan terhadap pengaruh biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam tersebut adalah:
1) P. cablin Benth. Syn. P. patchouli Pellet var. Suavis Hook (disebut nilam aceh) 2) P. heyneanus Benth disebut ( nilam jawa), dan
3) P. hortensis Becker (disebut nilam sabun).
Di antara ketiga jenis nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun tidak berbunga sedangkan nilam Jawa berbunga (Rosman et al, 1998).

3.      Budi Daya Tanaman Nilam
Tanaman nilam dapat tumbuh, pada ketinggian 0 – 1.500 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan 2.500 – 3.000 mm pertahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Suhu udara antara 24 – 28 oC  dengan  lengas nisbi yang tinggi di atas 75%. Membudidayakan nilam tidaklah sulit, tanaman nilam bisa dikembangkan dilahan apa saja, seperti pekarangan, sawah,  kebun, dan tegalan. Namun untuk mendapatkan produktifitas yang tinggi, tanaman nilam memerlukan lapisan tanah yang dalam, subur, kaya humus, berstruktur gembur, dan drainase yang baik. Tanaman nilam yang diusahakan di dataran rendah mempunyai kandungan minyak lebih tinggi dari pada di dataran tinggi, sebaliknya mengandung “patchoully alkohol” yang rendah. Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi dapat memberikan hasil yang lebih baik, sedangkan yang tergenang air, atau air tanah yang dangkal, kelembaban yang tinggi, mendorong penyakit baik cendawan phytophtora sp maupun bakteri menyerang tanaman nilam, untuk itu diperlukan parit - parit drainase (Tasma dan Hamid, 1990).

Gambar 1. Tanaman Nilam

Tanaman nilam respon terhadap naungan, nilam yang ditanam di bawah naungan mempunyai daun lebih lebar dan tipis dengan warna kehijauan, tetapi mempunyai rendemen minyak yang rendah, sebaliknya yang ditanam dilahan terbuka, pertumbuhan tanaman kurang rimbun dengan habitus yang lebih kecil, daun lebih tebal, dan berwarna kekuning-kuningan sedikit merah, namun mempunyai rendemen minyak yang tinggi (Sudaryani. T dan E.Sugiharti. 1989 ).
Tanaman nilam merupakan penghasil minyak atsiri, yang lebih mengutamakan mutu daripada kuantitas produksi. Untuk tanaman yang demikian, peran mutu genetik lebih dominan dari pada mutu fisiologis dalam menunjang nilai hasil produksi. Tanaman nilam umumnya dikembangkan secara vegetatif, yaitu dengan mempergunakan potong-potongan cabang. Bibit yang baik untuk ditanam harus berasal dari induk yang sehat, berasal dari bahan tanaman jenis unggul dan dijamin terbebas dari kontaminasi hama dan penyakit utama, karena hal ini dapat menggagalkan panen sampai 100 %. Mutu fisiologis yang baik untuk stek nilam berperan dalam penghematan biaya produksi bila persentase stek hidup cukup baik. Mutu fisiologis stek yang rendah dapat pula mempengaruhi hasil panen karena tingkat kesuburan dan pertumbuhan tanaman tidak merata (Ketaren. S. 1985).
Hama-hama yang banyak menyerang tanaman nilam adalah ulat penggulung daun, belalang dan tungau merah, sedangkan penyakit yang menyerang nilam adalah penyakit layu bakteri, budok, dan penyakit akibat gangguan nematoda parasit. Serangan hama dan penyakit selain mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, ternyata juga mampu mengakibatkan kematian tanaman. Oleh karena itu, pengendalian serangan hama dan penyakit dalam budidaya tanaman nilam merupakan salah satu faktor penting yang perlu dilaksanakan dengan baik. Cara pengendalian hama dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kebun dari gulma, pengikisan tanaman serta memangkas tanaman yang terserang dikumpulkan lalu dibakar. Untuk penyakit sama halnya dicabut, dikumpulkan lalu dibakar. Pengendalian dengan  insektisida dan pestisida dapat juga dilakukan dengan menggunakan bio insektisida seperti beveria bessiana, metarrhizinia anisophia dengan dosis sesuai anjuran kemasan. Penggunaan fungisida Dishare M-45 atau coboy dosis 0,3% dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bercak daun dan pangkal batang daun, busuk akar. Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida Furadan 3G (39Hm) bahan organik dan dolonit (Tasma dan Hamid, 1990).
4.      Proses Penyulingan Minyak Nilam
Menurut Manoi (2007), dalam www.balittro.litbang.deptan.go.id pengolahan minyak nilam dilakukan dengan proses penyulingan. Proses penyulingan adalah suatu proses perubahan minyak yang terikat di dalam perenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian didinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu minyak nilam.
Menurut Mangun (2005), mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi oleh jenis mesin dan sistem penyulingan yang digunakan. Selain itu, sanitasi lingkungan tempat penyulingan, gudang tempat penyimpanan daun, dan kedekatan lokasi penyulingan dengan lahan perkebunan juga berpengaruh. Oleh sebab itu, peralatan mesin yang digunakan harus memiliki kelebihan secara teknis agar diperoleh rendemen minyak yang tinggi. Adapun tata cara penyulingan berdasarkan jenis mesin penyuling yang sering digunakan adalah sebagai berikut.

1) Penyulingan Dengan air

Penyulingan dengan air termasuk cara yang paling sederhana dibandingkan dengan cara penyulingan lain. Bahkan, bahan ketel yang digunakan oleh penyuling berasal dari bekas drum aspal atau oli. Pengolahan dilakukan dengan memasak daun kering dalam air hingga menidih dalam satu tangki atau ketel penyuling. Komposisi air dan daun nilam dibuat hampir berimbang, tergantung kapasitas muat ketel tersebut. Uap perebusan mengalami proses kondensasi hingga menjadi air dan minyak. Air dan minyak kemudian ditampung pada bak pemisah melalui sebuah pipa yang berhubungan dengan tabung pendingin untuk memilah antara minyak dan air. Proses penyulingan dengan cara ini sangat membutuhkan waktu lama karena bahan yang disuling tercampur menjadi satu dengan air sehingga proses pergerakan bahan menjadi uap air juga bergerak lambat. Cara ini kurang disukai karena minyak yang dihasilkan kurang banyak dan mutunya kurang baik.

2) Penyulingan Dengan Uap Langsung (Uap dan Air)
Penyulingan dengan uap langsung banyak digunakan oleh para petani penyuling dan tersebar hampir di seluruh wilayah yang memiliki lahan nilam. Proses pengolahan dengan cara ini mudah dan sangat sederhana. Prinsip dasar dari cara penyulingan sistem ini yaitu menggunakan tekanan uap rendah. Adapun mekanisme pengolahannya yaitu bahan yang akan disuling dikukus/di-steam dengan tekanan rendah dalam satu ketel atau tabung. Namun penempatan air dan daun yang disuling dilakukan secara terpisah atau tidak berhubungan langsung dengan air. Selanjutnya, kandungan minyak dalam daun akan terbawa bersama uap air melalui pipa dan selanjutnya masuk ke ketel pendingin.
Penggunaan cara penyulingan dengan sistem ini mempunyai kelebihan tersendiri yaitu uap air yang dihasilkan selalu dalam kondisi jernih. Selain itu, suhu yang dihasilkan tidak terlalu panas sehingga tingkat kegosongan minyak lebih terkendali. Namun, dibalik kelebihannya terdapat suatu kelemahan, yaitu tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah sehingga belum bisa menghasilkan minyak dengan waktu yang cepat. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang banyak serta tingkat persentase patchouli alkohol tinggi diperlukan waktu cukup panjang, yaitu lebih dari 8 jam dalam setiap sekali suling.
3) Penyulingan Dengan Uap Tidak Langsung

Prinsip dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah penggunaan uap bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung penyulingan. Artinya, tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling juga tersendiri. Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara terpisah, sesuai kapasitas dari ketel/tabung air dengan kapasitas ketel tempat bahan atau daun kering. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen tinggi. Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat. Untuk menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat dilakukan dengan melakukan pemisahan beberapa tabung bahan (dua atau tiga buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan tabung atau ketel uap.
Minyak nilam dihasilkan dari penyulingan, sebelum proses penyulingan biasanya dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan disuling. Perlakuan tersebut dapat dengan beberapa cara yaitu dengan pengecilan ukuran, pengeringan atau pelayuan dan fermentasi (Ketaren,1985).  Proses tersebut perlu dilakukan karena minyak atsiri di dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong minyak atau rambut gladular. Apabila bahan dibiarkan utuh, kecepatan pengeluaran minyak hanya tergantung dari proses difusi yang berlangsung sangat lambat (Guenther, 1952).
1.      Pengecilan ukuran

Pengecilan ukuran bahan biasanya dilakukan dengan pemotongan atau perajangan. Perlakuan ini bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga memudahkan pengeluaran minyak dari bahan dan mengurangi sifat kamba bahan tersebut. Namun demikian bahan berupa bunga seperti melati dan daun seperti kayu putih dapat langsung disuling tanpa pengecilan bahan terlebih dahulu karena sifatnya bahannya lebih mudah pengeluaran minyak dari jaringan.
Peralatan yang digunakan pada proses pengecilan ukura di Unit Usaha Nilam Jaya tidaklah menggunakan peralatan yang khusus, yaitu hanya menggunakan parang. Karena keterbatasan modal usaha sehingga pada saat ini belum mampu untuk membeli peralatan yang khusus untuk proses pengecilan ukuran tersebut.
                                
2. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga penyulingan berlangsung lebih mudah dan lebih singkat. Selain itu juga untuk menguraikan zat yang tidak berbau wangi menjadi berbau wangi.   penyulingan daun segar tidak dapat dibenarkan karena rendemen minyak terlalu rendah. Hal ini disebabkan karena sel-sel yang mengandung minyak sebagian terdapat dipermukaan dan sebagian lagi dibagian dalam dari daun. Pada penyulingan daun segar hanya minyak yang berasal dari permukaan saja yang dapat keluar.
Lebih lanjut minyak nilam yang dihasilkan dari daun yang mengalami penjemuran mempunyai bilangan ester yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami penjemuran. Pengeringan langsung dibawah sinar matahari juga menyebabkan sebagian minyak nilam akan turut menguap, dan pengeringan yang terlalu cepat menyebabkan daun menjadi rapuh dan sulit disuling. Sebaliknya bila penyulingan terlalu lambat daun akan menjadi lembab dan timbul bau yang tidak disenangi akibat adanya kapang, sehingga mutu minyak yang dihasilkan akan menurun.
 Pada unit Usaha Nilam Jaya proses pengeringan nilam dilakukan dengan dihamparkan di atas tikar dan dibalik dari waktu ke waktu supaya keringnya merata dan terhindar dari proses fermentasi dan harus dihindari penumpukan bahan dalam keadaan basah. Tergantung dari teriknya matahari dan kelembaban udaranya, pengeringan membutuhkan waktu selama 3 – 5 hari. Tanda pengeringan sudah cukup apabila sudah timbulnya bau nilam yang lebih keras dan khas bila dibandingkan daun segar.

Gambar 2. Proses Pengeringan Nilam

3. Penyulingan

Penyulingan minyak nilam dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan cara direbus, dikukus, dan uap langsung. Penyulingan dengan menggunakan uap biasanya memiliki tekanan yang lebih besar dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah, dan kemudian dialirkan ke dalam tumpukkan bahan di dalam ketel. Tipe penyulingan ini disebut penyulingan langsung, atau penyulingan dengan uap air aktif, atau penyulingan dengan uap kering. Saat ini sebagia besar bahan yang mengandung minyak atsiri disuling dengan uap air aktif pada tekanan 1 atmosfer (Guenther, 1952).                                           Alat penyuling yang digunakan di Unit Usaha Nilam Jaya  masih tradisional dan sederhana, yaitu  terbuat dari drum bekas oil atau minyak yang sudah dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu, gunanya untuk mencegah bahan agar tidak tercampur dengan sisa-sisa oil atau minyak. Namu di Unit Usaha Nilam Jaya proses penyulingan  dilakukan dengan uap langsung, yaitu   daun nilam yang sudah dirajang  atau dipotong dan sudah kering dimasukkan ke dalam ketel suling ( drum bekas ) yang berkapasitas 40 kg untuk satu kali penyulingan, kemudian ketel suling ditutup dengan tutup yang dilapisi karet bekas agar uapnya tidak keluar.
Untuk satu kali penyulingan dengan kapasitas 40 kg memerlukan waktu sekitar 4 – 5 jam, tergantung pada besar kecilnya api yang menyala pada tungku, oleh sebab itu tungku tempat api harus selalu dijaga agar nyalaan api selalu normal. Perolehan minyak untuk satu kali penyulingan mencapai 1 – 2 kg,  jadi  perharinya mampu menyuling minyak sekitar 3- 4 kg.
Pengunaan ketel suling yang terbuat dari drum berdampak pada kualitas minyak. Hal ini disebabkan karena drum mudah berkarat, sehingga pada proses penyulingan berlansung minyak tercampur dengan besi, minyak yang dihasikan tidak jernih dan berwarna kehitaman.        Sedangkan ketel yang terbuat dari bahan stainless steel kualitas minyaknya lebih bagus dan warna minyak lebih jernih.

B.     Agribinis Nilam
Hingga kini, Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak nilam di dunia. Namun, industri hilir nilam masih belum berkembang sehingga hampir seluruh produksi minyak nilam ditujukan untuk ekspor. Hal ini mengakibatkan nilai tambah dari industri nilam belum dapat dinikmati oleh petani atau pengusaha nilam Indonesia, serta harga mengikuti harga yang terjadi dipasar internasional. Untuk itu diperlukan srategi pengembangan industri nilam dengan mengintegrasikan usaha tani, agroindustri penyulingan, dan industri hilir nilam. Pembangunan industri penyulingan nilam dengan kapasitas 5.000 liter pada kawasan  usaha tani nilam 20 Ha layak secara finansial. pengembangan industri hilir minyak nilam perlu ditunjang dengan inovasi hasil penelitian dan pengembangan serta kebijakan pemerintah untuk mendukung peningkatan daya saing industri tersebut (Dinas Perkebunan. 2002).
Berdasarkan laporan Market Study Essential Oils and Oleoresin, produksi nilam dunia mencapai 500 - 550  ton per tahun. Produksi Indonesia sekitar 450 ton per tahun dan Cina (50 - 80 ton per tahun). Negara tujuan ekspor adalah Singapura, India, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Swiss, dan Spanyol. Volume ekspor minyak nilam periode 1995 - 1998 mencapai 800 - 1.500 ton, dengan nilai devisa US$ 18 - 53 juta. Sementara data terbaru menyebutkan nilai devisa dari ekspor minyak nilam sebesar US$ 33 juta  atau 50% dari total devisa  ekspor  minyak  atsiri  Indonesia.  Secara  keseluruhan Indonesia memasok
lebih dari 90 % kebutuhan minyak nilam dunia. Sejak dekade tujuh puluhan di Provinsi Aceh, terutama Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat dan Aceh Tenggara, merupakan sentra tanaman nilam terluas di Indonesia. Jumlah produksi nilam Aceh memberikan kontribusi sebesar 70 % terhadap pasokan minyak nilam Indonesia. Sejak tahun 1999, jumlah produksi minyak nilam Aceh mengalami stagnasi (Dinas Perkebunan. 2002).
Sebelum petani mengenal alat penyuling, yang diekspor adalah daun kering nilam. Alat penyuling mulai dikenal tahun 1920-an. Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa. Terutama digunakan untuk bahan baku industri pembuatan minyak wangi (sebagai pengikat bau atau fixative parfum), kosmetik, dll. Komponen utama minyak nilam  berupa pachoully alcohol (45 - 50%). Bahan industri kimia penting lain meliputi patchoully camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol, dan cinnamic aldehyde (Rusli. S, 1991).
            Sebuah referensi menyebutkan, minyak nilam bisa untuk bahan antiseptik, antijamur, antijerawat, obat eksem dan kulit pecah-pecah, serta ketombe. Juga bisa mengurangi peradangan. Bahkan dapat juga membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur). Makanya minyak ini sering dipakai untuk bahan terapi aroma. Juga bersifat afrodisiak: meningkatkan gairah seksual. Bukan cuma minyak nilamnya yang bermanfaat. Di India daun kering nilam juga digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani. Malahan air rebusan atau jus daun nilam, kabarnya, dapat diminum sebagai obat batuk dan asma. Remasan akarnya untuk obat rematik, dengan cara dioleskan pada bagian yang sakit. Bahkan juga manjur untuk obat bisul dan pening kepala. Remasan daun nilam dioleskan pada bagian yang sakit (Hobir.Y. 2002).                                                                                         Sebagai komoditas ekspor, kualitas minyak nilam tentu harus sangat diutamakan. Kualitas minyak nilam dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan aromanya. Ordinary dan medium merupakan minyak nilam hasil sulingan dari Indonesia dan Singapura. Special dan extra special merupakan minyak hasil sulingan Prancis dan Inggris yang dilakukan secara tidak langsung. Maksudnya, sebelum penyulingan, diadakan pemilihan daun terlebih dulu. Terkait dengan kualitas minyak nilam, Dewan Standardisasi Nasional telah menetapkan standar produk dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1991, meliputi syarat mutu, pengujian mutu dan pengemasan, definisi, jenis mutu,   pengambilan contoh, serta rekomendasi. Dalam SNI tersebut, minyak nilam di definisikan   sebagai   minyak  yang  dihasilkan  dengan  cara  penyulingan  dari tanaman pogostemon cablin benth. Minyak nilam digolongkan hanya dalam satu jenis mutu, yaitu patchouli oil (Akiew, A. and P.R. Trevorrow, 1994).
Tabel 2. Standar Nasional Indonesia dan Essential Oil Association Untuk Minyak Nilam
No
Karakteristik
SNI
EOA
1.
Bobot jenis
0,943-0,983
(pada 25°C)
0,950-0,975 (pada 20°C)
2.
Indeks bias
25°C 1,506-1,516 (pada 20°C)
1,570-1,515 (pada 25°C)
3.
Putaran optik
-
(-48° ) - (- 65°)
4.
Bilangan asam %
Maks 5
Maks 5
5.
Bilangan ester %
Maks 10
Maks 20
6.
Kelarutan dalam alkohol 90%
Larut jernih/opelesensi ringan dalam  perbandingan volume 1-10 bagian
Larut jernih dalam perbandingan 1:10
7.
Warna
-
-
8.
Minyak kuning
Negatif
-
9.
Zat-zat asing
- Alkohol tambahan
- Lemak
- Minyak pelican
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
 Sumber: Purnawati (2000).
C.    Komponen Kimia Minyak Nilam
Minyak nilam terdiri dari komponen-komponen yang bertitik didih tinggi, sehingga baik dipakai sebagai pengikat dalam parfum dan dapat membentuk bau yang harmonis. Zat pengikat adalah suatu persenyawaan yang mempunyai daya mengikat lebih rendah atau titik uapnya lebih tinggi daripada zat penwangi, sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi dan dihambat. Penambahan zat pengikat di dalam parfum adalah untuk mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi yang terlalu cepat, sehingga bau wangi tidak cepat hilang atau lebih tahan lama. Komponen utama minyak nilam (diperoleh dari penyulingan daun nilam) berupa patchouli alkohol (45 - 50%), sebagai penciri utama. Bahan industri kimia penting lain meliputi patchoully camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol, dan cinnamic aldehyde (Nuryani, Emmyzar dan Anggraeni 2003).

Tabel 3. Komposisi Kimia Minyak Nilam

No.
Nama Kimia
Jumlah %
1.
β-patchoulene

2,90 - 3,80%

2.
α-guaiene
13,10 - 15,20%
3.
Caryophyllene
3,30 - 3,90%
4.
α-patchoulene
5,10 - 5,90%
5.
Seychellene
8,60 - 9,40%
6.
α-bulnesene
14,70 - 16,80%
7.
nor-patchoulenol
0,50%
Sumber : Sufriadi dan Mustanir (2004).

D.    Manfaat Nilam
`           Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) termasuk tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi penting dalam dunia farmasi, terutama untuk industri parfum dan aroma terapi. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan Filipina, serta India, Amerika Selatan  dan China (Grieve, M. 2002).                                                                                            Dewasa ini minyak nilam juga digunakan untuk bahan anti septik, anti jamur, anti jerawat, obat eksim, kulit pecah-pecah, ketombe, dan untuk mengurangi peradangan. Disamping itu, minyak nilam juga digunakan untuk membantu mengurangi kegelisahan dan depresi atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur). Selain itu minyak nilam juga dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Limbah dari hasil penyulingan minyak nilam yang terdiri dari ampas daun dan batang mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk kompos serta sisa air dari hasil penyulingan setelah dipekatkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk aroma terapi (Grieve, 2002)..                                                                                           Di India daun kering nilam juga digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani. Malahan air rebusan atau jus daun nilam, kabarnya, dapat diminum sebagai obat batuk dan asma. Remasan akarnya untuk obat rematik, dengan cara dioleskan pada bagian yang sakit. Bahkan juga manjur untuk obat bisul dan pening kepala. Remasan daun nilam dioleskan pada bagian yang sakit    (Hermanto, 2006).
E.     Pengolahan Nilam Dengan Alat Penyuling
Penyulingan nilam dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan cara direbus, dikukus, dan penyulingan dengan uap. Minyak nilam dihasilkan dari penyulingan, sebelum proses penyulingan biasanya dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan disuling. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pengecilan ukuran, pengeringan atau pelayuan dan fermentasi. Proses tersebut perlu dilakukan karena minyak atsiri di dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong minyak atau rambut gladular. Apabila bahan dibiarkan utuh kecepatan pengeluaran minyak hanya tergantung dari proses difusi yang berlangsung sangat lambat (Nuryani.Y. Ika  Mustika  dan  Cheppy  Syukur 2001).
 
       Gambar 3. Ketel Penyuling Nilam
            Pengolahan minyak nilam dilakukan dengan proses destilasi. Proses destilasi adalah suatu proses perubahan minyak yang terikat di dalam jaringan parenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian didinginkan sehingga berubah kembali menjadi zat cair yaitu minyak nilam. Penyulingan minyak nilam dapat dilakukan dengan menggunakan pipa pendingin yang model belalai gajah atau model bak diam. Pemilihan sistim pipa pendingin ini tergantung di lokasi mana alat akan ditempatkan. Pada daerah - daerah yang airnya sulit atau permukaan air tanahnya rendah, maka model bak diam adalah yang terbaik. Ketel alat suling yang banyak digunakan di tingkat petani adalah dari drum bekas dan pipa pendinginnya dari besi yang dimasukkan kedalam bak atau saluran air. Hal ini menyebabkan mutunya menjadi rendah karena minyak yang dihasilkan berwarna gelap dan mengandung zat besi. Pada temperatur yang tinggi, besi dari drum berada dalam bentuk ion akan terikut dengan uap dan terakumulasi dalam minyak  (Artayasa, I.N. 1999).                                                                    Proses yang dilakukan dalam penyulingan minyak nilam adalah: Daun nilam kering dimasukkan dalam pasu pendidih/pasu penguap bersama - sama dengan air. Air panas yang telah mengalami penetrasi ke dalam sel herba (batang dan daun kering) menguap dan membawa minyak nilam, selanjutnya uap mengalami proses pendinginan di pipa pendingin. Campuran air dan minyak yang mengembun kemudian ditampung pasu. Dalam pasu campuran air dan minyak dipisahkan dengan alat pemisah atau secara sederhana disendok. Pada tahap akhir minyak disimpan dalam drum yang dilapisi seng (Ketaren. S. 1985).

Tabel 4.  Pemurnian Minyak Nilam Dengan Larutan EDTA Karakeristik Sebelum Pemurnian Warna Coklat Tua Setelah Pemurnian  Kuning Jernih

No
Karakteristik
Sebelum Pemurnian
Setelah Pemurnian
1.
Warna
Coklat tua
Kuning keruh
2.
Berat jenis 25/250C
0,972
0,967
3.
Indeks bias pada 200C
1,537
1,537
4.
Kelarutan dalam etanol 90%
1:1 keruh, 1:9 jernih dan seterusnya jernih
Larut dalam perban dingan 1:9
5.
Bilangan asam
4,60
4,58
6.
Bilangan ester
7,96
7,68
7.
Kandungan besi
397
18
Sumber: Moestafa et al (1990).
           
F.     Panen
Panen pada umumnya dilakukan dengan memangkas/memotong daun dengan sedikit cabang sekunder di ambil pada umur 6 bulan setelah tanam. Kemudian berturut-turut setiap 3 - 4 bulan.
1.      Cara panen
Memotong tiga pasang daun teratas beserta batangnya. Setiap kali panen ditinggalkan satu cabang tanaman untuk merangsang  pertumbuhan  berikutnya.
2.      Waktu panen
Panen pertama dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan sebelum daun berubah warnanya menjadi coklat, dilakukan pada waktu pagi atau sore hari agar kandungan minyak dalam daun tetap tinggi. panen selanjutnya  3 – 4 bulan setelah panen pertama.
3.      Pola tanam
Penanaman nilam dapat dilakukan  secara monokultur  maupun polikultur, baik secara tumpangsari, tumpanggilir, maupun  budidaya lorong dengan tanaman perkebunan, buah-buahan, sayuran atau tanaman lainnya. Pola tanam yang dilakukan pada unit usaha Nilam Jaya adalah pola tanam secara polikultur, dimana selain nilam juga ditanam jenis-jenis tanaman lainnya, seperti sayuran, cabe alam, pisang, durian dll. Dalam pola tanam perlu diperhatikan intensitas cahaya matahari yang tinggi dan terus-menerus.
Pemberian naungan ringan (± 25%) dapat meningkatkan hasil, sebaliknya tingkat naungan yang tinggi akan menghasilkan tanaman yang kurang vigor dan kandungan minyak yang rendah.
a.        Monokulur
Penanaman pola monokultur memerlukan sistem budidaya intensif,    mulai dari kesesuaian lahan, penggunaan varietas, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta cara dan waktu panen. Pola demikian seringkali diterapkan oleh perusahaan swasta dengan luasan yang cukup besar.

b.      Polikultur
Pola polikultur umumnya diterapkan pada pertanaman rakyat           dengan luasan yang sangat sempit, seperti pola tumpangsari dengan            tanaman perkebunan atau tanaman semusim, pola tumpanggilir, atau         budidaya lorong. Pola polikultur ini diterapkan untuk menghindari          kegagalan panen. Keuntungan lain dari pola ini adalah pemanfaatan lahan lebih efisien, aneka ragam tanaman, kesuburan tanah dapat dipertahankan, dan serangan hama lebih mudah dikendalikan. Penanaman pola ini umumnya dikombinasikan/ dicampur dengan tanaman palawija dan  holtikultura.

G.    Persyaratan Teknis  Sebelum Penyulingan
Ada beberapa persyaratan teknis produksi yang menjadi perhatian utama menyangkut pertimbangan penentuan lokasi tempat penyulingan, ketersediaan bahan pendukung produksi, dan keselamatan kerja. Terkait dengan hal-hal yang menyangkut kondisi teknis dan ekonomis, mulai pada proses awal penyulingan sampai dengan hasil akhir yang akan dicapai, oleh sebab itu, hal-hal yang menjadi pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Lokasi penyulingan dengan sumber bahan baku berdekatan. Dengan begitu, biaya transportasi dari lokasi perkebunan ke lokasi atau tempat penyulingan dapat dikurangi. Pada unit usaha Nilam Jaya jarak bahan baku dengan tempat penyulingan sangat berdekatan, sehingga tidak memerlukan alat transportasi untuk pengangkutan.
b.      Secara teknis dan ekonomis, ketersediaan bahan bakar pada saat penyulingan seperti kayu bakar, minyak tanah, gas atau jenis bahan bakar lain yang digunakan harus berada pada area yang mudah, dekat, serta aspek kontinutitasnya terjamin. Di unit usaha Nilam Jaya bahan bakar yang digunakan  untuk penyulingan adalah kayu, selain praktis, mudah untuk didapatkan dan juga tidak memerlukan biaya, karena disekititar tempat penyuling banyak ditumbuhi pohon-pohon besar.
c.       Perlu dilakukan pelatihan pada operator   dalam menjalankan alat, baik dari segi kesehatan maupun kenyamanan operator itu sendiri, karena pada unit usaha Nilam Jaya ini keselamatan kerja lebih diutamakan.

H.    Manfaat Minyak Nilam
1. Pestisida

Daun Tanaman nilam dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida, Menurut Dummond (1960) daun nilam digunakan sebagai insektisida terutama untuk mengusir ngengat kain (Thysanura) karena didalam mengandung zat yang tidak disukai oleh serangga tersebut, karena terdapat dalam komponen minyak nilam seperti á pinen dan â pinen. Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa minyak nilam dapat digunakan sebagai pengendali populasi serangga karena sifatnya sebagai bahan penolak dan penghambat pertumbuhan serangga. Sebagai pengendali hama, minyak nilam mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku insektisida nabati. Menurut Mardiningsih, dkk (1998) ada beberapa keuntungan menggunakan insektisida nabati antara lain tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik dan hama tidak mudah menjadi resisten
Menurut Grainge dan Ahmed (1987) bagian akar, batang dan daun tanaman nilam dapat membunuh ulat Crocidolomia binotalis dan Spodotera litura yang merupakan hama penting pada tanaman, sedangkan daun dan pucuk nilam dapat membasmi semut (Formicida) dan kecoa (Blattidae) didalam rumah. Dari hasil penelitian Mardiningsih, dkk (1994) minyak nilam bersifat menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanura lepismatidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), dan Carpophilus sp. (kumbang buah kering). Menurut Grainge dan Ahmed (1987) minyak nilam juga bersifat menolak Aphid (kutu daun), nyamuk dan Pseudaletia unipuncta.
2. Industri parfum
Perkembangan industri parfum dalam negeri terus berkembang sehingga permintaan akan minyak nilam cukup besar, dan ini akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi khususnya dalam bidang gaya hidup (style).     Minyak nilam adalah minyak atsiri yang tergolong pada kelompok aroma akhir (end note) dimana aromanya dapat bertahan lama, dan minyak nilam sendiri sebenarnya telah dapat disebut sebagai parfum (Guenther, 1952).
Menurut Ketaren (1985) minyak nilam dapat berfungsi sebagai zat pengikat yang baik jadi sangat penting sebagai bahan pembuatan parfum. Zat pengikat adalah suatu senyawa yang mempunyai daya menguap lebih rendah atau titik uapnya lebih tinggi dari zat pewangian sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau dihambat. Penambahan zat pengikat ini didalam parfum bertujuan untuk mengikat bau wangi dengan mencegah laju penguapan zat pewangi yang terlalu cepat, sehingga bau wangi tidak cepat hilang. Komposisi minyak nilam yang digunakan dalam suatu parfum dapat mencapai 50%.
 3. Industri sabun dan kosmetik
Industri sabun dan kosmetik dalam negeri juga berkembang dengan baik sehingga kebutuhan akan minyak nilam sebagai bahan baku industri terus meningkat. Fungsi minyak nilam dalam industri sabun dan kosmetik tidak berbeda dengan pada industri parfum yaitu sebagai zat pengikat agar wewangian tidak cepat hilang pada saat pemakaian. Banyaknya industri sabun dan kosmetik menggunakan minyak nilam sebagai pengikat karena sampai saat ini minyak nilam masih yang terbaik sebagai pengikat bahan. Disamping itu juga dapat bermanfaat sebagai antiseptik untuk mengobati gatal-gatal pada kulit.
4. Obat nyamuk bakar
Seperti diketahui bahwa minyak nilam selain mempunyai aroma yang khas juga bersifat menolak serangga. Dewasa ini industri obat nyamuk bakar berkembang pesat di Indonesia dan pemakaiannya mencapai seluruh pelosok ditanah air. Komponen yang terkandung dalam formula obat nyamuk bakar antara lain adalah bahan pengisi (organic filler) dan bahan pewangi. Bahan pengisi yang biasa digunakan untuk obat nyamuk bakar antara lain serbuk tempurung kelapa atau ampas tebu. Sedangkan pewangi yang biasa digunakan misalnya kenanga dan bunga melati. Dengan menggunakan ampas dari penyulingan minyak nilam sebagai organic filler, maka obat nyamuk bakar akan beraroma harum ketika digunakan. Sebagai bahan pengisi, ampas nilam selain berbau harum juga bersifat menolak nyamuk ketika obat nyamuk tersebut dibakar.
5. Pemanfaatan lainnya
Selain sebagai pengikat wangi pada parfum, kosmetika dan sabun serta sebagai pestisida ternyata minyak nilam berkhasiat sebagai antibiotik dan anti radang karena dapat menghambat pertumbuahan jamur dan mikroba. Dapat digunakan untuk deodoran, obat batuk, asma, sakit kepala, sakit perut, bisul dan herpes. Minyak nilam merupakan minyak eksotik yang dapat meningkatkan gairah dan semangat serta mepunyai sifat meningkatkan sensualitas. Biasanya digunakan untuk mengharumkan kamar tidur untuk memberi efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak (anti insomia). Dalam hal psikoemosional, minyak nilam termasuk dalam aroma terapi yang belakangan ini semakin populer sebagai salah satu aspek pengobatan alternatif, karena minyak nilam mempunyai efek sedatif (menenangkan) dapat digunakan untuk menanggulangi gangguan depresi, gelisah, tegang karena kelelahan, stres, kebingungan, lesu dan tidak bergairah serta meredakan kemarahan.

6. Limbah nilam
Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai diindustri penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali menjadi masalah bagi pihak industri pengolahan itu sendiri maupun lingkungan. Pengkomposan limbah nilam dengan cara menggunakan pupuk kandang atau pupuk kandang + kapur + EM4 1% selama 3 minggu menghasilkan kompos limbah nilam dengan status hara dan tingkat dekomposisi yang baik. Pemanfaatan limbah hasil penyulingan nilam dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan sebagai pupuk kompos yang potensi.

I.  Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha nilam. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Romansyah (2002), tentang Analisis Biaya Pokok Penyulingan Minyak Nilam Skala Industri Kecil (Studi Kasus Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan dari penelitian yaitu identifikasi profil agroindustri minyak nilam pada tingkat pedesaan di Kabupaten Aceh Selatan; menentukan tipe dan operasionalisasi biaya pokok penyulingan minyak nilam skala industri kecil tingkat pedesaan Kabupaten Aceh Selatan; dan menganalisis kelayakan biaya pokok penyulingan dalam skala industri kecil minyak nilam tingkat pedesaan di Kabupaten Aceh Selatan. Metode yang digunakan adalah metode AHP (Analisis Hierarki Proses), metode komparasi, dan analisis biaya pokok.
Proses penyulingan minyak nilam, industri skala kecil di Kabupaten Aceh Selatan harus diikuti dengan perubahan teknik dari teknologi suling uap langsung (uap dan air) menjadi teknologi suling uap tidak langsung . Pengembangan penyulingan industri skala kecil tersebut layak untuk dilakukan. Sedangkan dari analisis biaya pokok diperoleh besaran-besaran yang sesuai untuk kriteria usaha yang layak antara lain: IRR sebesar 3,782 %, NPV sebesar Rp 189.146.239,39, PBP selama 1,39 tahun, dan Net B/C sebesar 4,246. Modal keseluruhan yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha tersebut sebesar Rp 21.154.520 dan biaya variabel sebesar Rp 147.360.000. Peningkatan biaya sampai 75 % secara agregat masih memberikan hasil yang layak bagi pengembangan usaha kecil ini. Hasil perhitungan marjin keuntungan petani menunjukkan usaha pengembangan agroindustri minyak nilam skala kecil di Kabupaten Asahan lebih menjanjikan dibandingkan kondisi sekarang. Hal ini dapat dilihat dari perolehan yang didapat petani dari kegiatan usaha sebesar Rp 735.861,67 per bulan, disamping komponen biayan tenaga kerja sebesar Rp 250.000 sehingga total yang diterima petani per bulannya sebesar 985.861 atau jika dilihat dari hasil kumulatif tahun ke-6 masing-masing akan memperoleh dana sebesar Rp 63.554.652,44 atau rata-rata Rp 10.592.442,02 per tahunnya.
Wijaya (2002), melakukan penelitian tentang rekayasa model sistem penunjang keputusan investasi perkebunan inti rakyat komoditi minyak atsiri. Hasil penelitian memberikan keputusan bahwa komoditi yang diunggulkan adalah minyak nilam. Hasil estimasi menunjukkan bahwa rata-rata permintaan ekspor 1.237.036 kg setiap tahun dengan persentase target produksi 0,3 persen dan diperoleh produksi minyak nilam adalah 97,53 kg/ha/tahun. Usaha kebun tanaman nilam menggunakan dengan investasi Rp 12.453.248, IDC 16 persen selama satu tahun masa tenggang, bunga 50 persen selama lima tahun masa perlunasan, dan harga jual produk Rp 5.000/kg menghasilkan NPV Rp 5.229,199, IRR 27,88 persen, PBP 7,15 tahun dan Net B/C Ratio 1,38. Kelayakan minimum biaya panen Rp 97,53 kg/ha/tahun, biaya angkut Rp 108,30/kg, harga jual daun kering Rp 5.000/kg dan biaya pengeringan daun Rp 83,3/kg.
Usaha penyulingan nilam menggunakan SKIM kredit umum dengan tingkat suku bunga 24 persen per tahun selama satu tahun masa tenggang dan 16  empat tahun masa pelunasan, harga bahan baku Rp 5.000/kg , harga jual minyak nilam rata-rata Rp 190.000/kg dan 25 persen modal sendiri (investasi Rp 461.424.409) diperoleh NPV Rp 924.828.165, IRR 65,97 persen, Net B/C 1,42 dan PBP 2,42 tahun. Kelayakan minimum berada pada posisi bahan baku Rp 8.660/kg dan harga jual Rp 189.865/kg. Atas dasar nilai B/C ratio harga daun kering tanaman nilam masih dapat ditingkatkan hingga Rp 5.000/kg dan pada kondisi ini nilai B/C rasio kedua pola usaha sebesar 1,40.
Encep (2002), penelitian mengenai sistem agribisnis nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan penelitian yaitu mengkaji sistem agribisnis nilam dan prospeknya mencakup subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem usaha tani, dan subsistem pemasaran nilam; menganalisis tingkat pendapatan dan tingkat efisiensi usah atani nilam; menganalisis marjin pemasaran dan share harga yang diterima petani pada tiap pola pemasaran terna nilam; dan mengetahui struktur pasar ternal nilam yang terbentuk. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan keuntungan usaha tani; analisis marjin pemasaran dan share harga petani; dan analisis struktur dan perilaku pasar. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agribisnis nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan, tatanannya masih baru dan pemasarannya pun masih dilakukan secara sederhana. Dalam hal pengadaan sarana produksi, petani nilam di Kabupaten Aceh Selatan terbagi menjadi dua kelompok yaitu petani nilam yang memperoleh sarana produksi dengan melakukan kemitraan dengan eksportir.
Dalam upaya pengembangan penyulingan minyak nilam sebaiknya disertai dengan upaya pemasyarakatan tanaman nilam melalui bantuan penyediaan sarana produksi maupun permodalan dan faktor lainnya kepada usaha petani sehingga upaya peningkatan produksi minyak nilam untuk peningkatan pendapatan daerah disertai peningkatan pendapatan dan kesjahteraan petani dapat dicapai.
Triwagia (2003), melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan dan Peranan pemerintah dalam usaha agroindustri penyulingan nilam di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan penelitian yaitu: menganalisis kelayakan penyulingan minyak nilam berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek keuangan (finansial); mengukur kepekaan atau sensitivitas usaha terhadap perubahan tingkat harga hasil produksi, biaya produksi, dan produktivitas nilam; dan mengetahui peranan pemerintah Kabupaten Aceh Selatan terhadap pengembangan agroindustri penyulingan minyak nilam. Metode dan analisis data yang digunakan adalah analisis pasar, teknis, manajemen dan keuangan; harga pokok produk (HPP); ROI; NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, analisis sensitivitas dan switching value.
Return on investment yang dihasilkan perusahaan terus meningkat yang berarti investasi yang ditanamkan pada usaha ini dapat memberikan tingkat pengembalian yang menguntungkan. ROI rata-rata yang dihasilkan adalah 14,70-16,80 yang berarti setiap Rp 100 dari total aktiva yang di investasikan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 2,4696 Adanya peningkatan ROI disebabkan oleh peningkatan laba bersih berkaitan dengan nilai penjualan pabrik.
Berdasarkan perhitungan NPV bahwa selama 10 tahun berturut-turut usaha penyulingan minyak nilam memberikan keuntungan sebesar Rp 763.880.851 menurut nilai waktu sekarang. Sedangkan hasil NBCR menunjukkan bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 2,4696. Kemudian nilai IRR 25 persen sehingga proyek usaha penyulingan nilam dinyatakan layak dilaksanakan. Maka lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk melaksanakan usaha penyulingan nilam tersebut dibandingkan bila modal yang diinvestasikan tersebut di depositokan di bank.
Berdasarkan karakteristik wilayah, maka nilam relevan untuk tumbuh dan berkembang di Bakongan dan Kluet Utara karena ketinggian tempat berada pada ketinggian ideal yaitu 0,5 - 1 m dpl. Hal ini didukung oleh jumlah bulan hujan 6-7 bulan dan suhu rata-rata 25 °C yang baik untuk menghasilkan pH minyak menurut standar perdagangan yaitu 45-50 persen. Akan tetapi ditinjau dari penerapan teknik budi dayanya maka petani nilam di Bakongan belum mampu menerapkan teknik budidaya yang baik dan benar. Jarang dilakukan penyulaman karena petani tidak mau mengeluarkan biaya dua kali, penyiangan yang dilakukan tidak bersih, pemupukan yang dilakukan tidak pada saat yang tepat, kadang-kadang pupuk hanya disebar tidak sistematik, waktu panen yang dilakukan belum teratur dan tidak pada umur tanaman yang layak, petani kurang melakukan pemeliharaan pada kegiatan pemangkasan karena akan mempengaruhi produksi minyak, jarang dilakukan pembasmian hama dan penyakit tanaman karena dianggap petani tidak perlu. Bagi petani yang menjual nilam kering, jarang melakukan pengeringan yang sempurna sehingga daun/ranting nilam akan mengurangi produksi minyak nilam.
Hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa usaha tani nilam di Bakongan dan Kluet Utara layak untuk dijalankan pada tingkat diskonto 12,51 persen, yang diambil berdasarkan tingkat suku bunga deposito karena petani nilam di Bakongan dan Kluet Utara tidak menggunakan modal pinjaman. Hasil NPV sebesar Rp 4.180.266,575 menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani selam umur proyek adalah sebesar Rp 4.180.266,575. IRR sebesar 229,04 persen artinya bahwa keuntungan bersih yang diperoleh akan bernilai nol pada tingkat suku bunga atau diskonto 229,04 persen dan Net B/C sebesar 4,137 bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 4,137. Namun secara riil bahwa dengan keuntungan tersebut belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup petani sehari-hari dengan tanggungan keluarga umumnya sebanyak 3-5 orang.
Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usaha tani nilam lebih sensitif terhadap penurunan harga jual output disertai peningkatan harga pupuk dan upah tenaga kerja secara bersamaan, dibandingkan hanya dengan peningkatan harga pupuk dan upah tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara bahwa perubahan pada kedua variabel yaitu pupuk dan tenaga kerja merupakan hal yang paling penting dalam usaha tani nilam, karena diperlukan penambahan hara pada tanah mengingat nilam merupakan tanaman yang banyak menghabiskan unsur hara tanah, sedangkan tenaga kerja dibutuhkan untuk pemeliharaan yang intensif dalam penerapan teknik budidaya yang baik dan benar.
Walaupun komoditi yang diteliti penulis sama dengan kelima peneliti terdahulu di atas yaitu nilam, tetapi terdapat perbedaan perusahaan tempat penelitian ini dilakukan. Selain itu, peneliti hanya melakukan penelitian yang fokus untuk menganalisis kelayakan satu perusahaan baru yang bergerak pada penyulingan minyak nilam dengan menggunakan dua skenario yaitu skenario pertama penyulingan dengan kapasitas mesin 30 kg (tanpa penambahan ketel suling) dan skenario kedua penyulingan dengan kapasitas mesin 130 kg (adanya penambahan ketel suling 100 kg).
Periode pengembalian investasi akan diperoleh setelah 3 tahun 11 bulan, kurang dari umur proyek yang ditentukan yaitu 10 tahun, maka investasi pada penyulingan minyak nilam ini layak untuk dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2005) dengan judul Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha tani Nilam (Kasus Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan). Penelitian ini betujuan untuk mempelajari kergaan usaha tani nilam di Bakongan dan Kluet Utara; menganalisa tingkat kelayakan ekonomi usaha tani nilam; dan menganalisa tingkat kepekaan (sensitivitas) dalam kelayakan ekonomi usaha tani nilam terhadap perubahan tingkat harga output dan perubahan biaya produksi secara bersamaan serta perubahan tingkat suku bunga. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menggambarkan secara deskriptif mengenai teknik budidaya usaha tani nilam.








III. METODE PENELITIAN

A.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pabrik penyulingan minyak nilam di Desa Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan, Penelitian ini dilakukan  pada bulan Maret - April 2011.
B.     Alat dan Bahan Penelitian
            Bahan yang digunakan adalah daun nilam yang sudah kering yang diperoleh dari lahan pertanian. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah
-    Satu Unit Komputer
-    Timbangan Analitik
-    Kuisioner, dan
-    Alat Tulis
C.    Prosedur Penelitian
     a. Lokasi dan Ruang Lingkup
            Penelitian ini dilakukan pada pabrik penyulingan minyak nilam di Desa Bakongan dan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan pada bulan Maret sampai dengan April. Objek penelitian ini adalah proses penyulingan minyak nilam di Bakongan dan Kluet Utara.
b. Pengujian dan Metode Pengambilan Data
Pengumpulan bahan bertujuan untuk memperoleh informasi, gambaran, dan keterangan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan studi kelayakan sehingga data tersebut diharapkan dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Data-data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data Primer
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah dengan wawancara dan pengambilan data kuantitatif langsung di lapangan.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dan mencatat data-data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang terkait dengan studi ini. Data sekunder ini diperoleh dari literatur-literatur, internet  dan lain-lain.
D.    Analisis Data
Biaya Tetap (fixed cost) Pengoperasian Alat Per Tahun (FC)
            Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja pengoperasian alat tetap. Biaya tetap terdiri dari:
            F = D + I + L
Biaya Penyusutan (D), yaitu penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Biaya penyusutan ini dihitung dengan persamaan:
           
D       = biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun)
P       = harga awal alat/mesin (Rp)
S       = harga akhir alat
N       = perkiraan umur ekonomi alat/mesin (tahun)
Kapasitas kerja alat penyulingan
         
B       = Kapasitas kerja alat penyulingan, kg/hari
W      = jumlah berat bahan yang disulingkan, kg
T       = Rata-rata warna satu kali proses penyulingan, T
Biaya Bunga Modal (I)
         
I        = biaya bunga modal
i         = tingkat bunga yang berlaku
Biaya Tidak Tetap (variabel cost) Pengoperasian Alat Per Tahun (VC)
Biaya tidak tetap adalah biaya yang terjadi akibat pengoperasian alat dan jumlahnya tergantung jam kerja pemakaian. Perhitungan biaya tidak tetap dalam Rp/jam. Biaya tidak tetap terdiri dari:
          V = Bbb + BL + BTK + BP
Biaya Bahan Bakar (Bbb)
Bbb = Σ pemakaian bahan bakar (liter/jam) x harga bahan bakar (Rp/liter)
Biaya Listrik (BL)
BL = Σ pemakaian (kWh) x Harga BL (Rp/kWh)
Biaya Tenaga Kerja (BTK)
BTK = lama pengeringan (jam) x upah tenaga kerja (RP/jam)


Biaya Pemeliharaan (BP)
          Biaya pemeliharaan alat atau mesin pertanian meliputi biaya penggantian bagian yang telah rusak, upah tenaga terampil untuk perbaikan khusus, pembersihan dan perbaikan karena faktor yang tidak terduga. Biaya pemeliharaan dan perbaikan untuk dan mesin pertanian diperkirakan sebesar 1,2% (P-S)/100 jam.
Biaya Tetap per Kilogram Basah (C)
         
C       = biaya tetap perkilogram basah
F       = biaya tetap per tahun
HKT = jumlah hari penuh per tahun, hari/tahun
B       = kapasitas kerja alat pengering, kg/hari
Biaya Tidak Tetap per Kilogram Basah (E)
         
E       = biaya tidak tetap perkilogram basah
F       = biaya tidak tetap per tahun
HKT = jumlah hari penuh per tahun, hari/tahun
B       = kapasitas kerja alat pengering, kg/hari
Biaya Pokok Pengeringan per Kilogram Basah (BPPB)
          BPPB = C + E
BPPB  = biaya pokok pengeringan per kilogram basah, Rp/kg

C         = biaya tetap per kilogram basah, Rp/Kg
E          = biaya tidak tetap per kilogram basah, Rp/kg
Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara berat awal dan hasil akhir produk seperti minyak nilam. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung rendemen minyak nilam:
         
Dimana :
          R = Rendemen (%)
          P            = Massa Nilam Sebelum diolah (kg)
          S = Massa nilam sesudah diolah (kg)
Net Present Value (NPV)
Net Present Value merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya (Soeharto, 1995). Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan juga sebagian besarnya keuntungan yang diperoleh dari proyek. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukkan kerugian. NPV dapat dihitung dengan persamaan.
            NPV = Σ ((BBtB – CBtB) / (1 + i)PtP)
Dimana:
NPV = Net Present Value (Rp)
BBtB  = Keuntungan pada tahun ke-t (Rp)
CBtB  = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp)
T        = tahun ke-t
Break even point (BEP)
            Break even point digunakan untuk mengetahui batasan titik impas dari suatu usaha. Artinya, BEP merupakan titik di mana posisi usaha berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi.
            Adapun perhitungan BEP tersebut dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu BEP harga dan BEP produksi.
Bagan Alir Penelitian

 
















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Aspek Pasar
Aspek pasar digunakan untuk mengkaji potensi pasar minyak nilam baik dari sisi permintaan, penawaran, harga yang berlaku, serta strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran (marketing mix) yaitu produk, harga, tempat, dan promosi.
1.      Potensi Pasar
Potensi pasar minyak nilam sangat tinggi. Tingginya potensi pasar minyak nilam ini terbukti dari peningkatan jumlah permintaan minyak nilam sebagai bahan baku industri parfum, kosmetik, makanan dan minuman, sabun, serta obat-obatan. Peningkatan permintaaan minyak nilam dilihat dari rata-rata pertumbuhan volume dan nilai ekspor yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 40 persen dan 35 persen.
Penawaran terhadap minyak nilam masih sangat rendah karena perusahaan yang mengusahakan penyulingan minyak nilam masih sangat sedikit. Kecilnya jumlah perusahaan yang melakukan penyulingan minyak nilam disebabkan karena orang (petani) yang membudidayakan nilam masih sedikit dengan luas areal yang kecil. Selain itu, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan produksi, produksi nilam dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0,5 persen.
Hal di atas membuktikan bahwa adanya ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran minyak nilam. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran minyak nilam tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Dengan demikian, pasar akan dapat menyerap seluruh jumlah minyak nilam yang diproduksi oleh perusahaan.
2.      Strategi Bauran Pemasaran
Menurut Umar (2005) terdapat hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran barang dan jasa sebelum sampai ke konsumen. Ruang lingkup hal tersebut disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Defenisi dari bauran pemasaran menurut Kotler (2002) adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dan dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat komponen diantaranya produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
a. Produk (Product)
            Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Strategi produk didefenisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Menurut Kotler (2002), terdapat dua klasifikasi jenis produk menurut tujuan pemakainnya. Jenis produk tersebut adalah barang konsumsi dan barang industri. Alasan dalam pengklasifikasian tersebut karena setiap produk memiliki bauran pemasaran masing-masing. Minyak nilam merupakan barang industri karena digunakan sebagai bahan baku untuk industri parfum, kosmetik, makanan dan minuman, sabun, dan obat-obatan. Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep produk dimana dalam pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan produk sehingga produk diharapkan mampu bersaing dipasaran. Keunggulan minyak nilam madina antara lain:
·         Memiliki PA yang tinggi yaitu antara 35 persen - 36 persen.
·         Memiliki rendemen 2,5 persen - 5 persen.
·         Warna coklat kemerahan dan memiliki aroma yang khas.
·         Hasil minyak lebih jernih karena dihasilkan dari mesin suling yang terbuat dari stainless steel dan disuling dengan pemanasan menggunakan heater (teknologi modern).
b.      Harga (Price)
Strategi penetapan harga berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Harga merupakan variabel strategi yang berkaitan langsung dengan pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, penentuan harga merupakan keputusan yang sangat penting. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan, pengaruh terhadap persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai produk yang dihasilkan. Harga minyak nilam sangat berfluktuatif yaitu pernah mencapai harga terendah hingga tertinggi. Harga terendah minyak nilam adalah Rp 130.000 per kg sedangkan harga tertingginya mencapai Rp 1.200.000 per kg. Harga minyak nilam yang berfluktuatif dipengaruhi oleh supply dan demand. Di mana pada saat bahan baku (nilam) langka dengan permintaan yang semakin meningkat maka harga minyak nilam tinggi. Sedangkan pada saat harga minyak nilam tinggi banyak masyarakat yang mengusahakan nilam sehingga terjadi kelebihan bahan baku (excess supply) pada saat panen yang mengakibatkan harga minyak nilam rendah. Selain itu harga minyak nilam yang berfluktuatif juga disebabkan oleh produksi dan mutu minyak nilam yang tidak stabil karena teknologi pengolahannya belum berkembang dengan baik (masih sederhana).
Namun Menurut Ketua The Indonesian Essential Oil Trade Association (Indessota) T.R. Manurung dalam Bisnis Indonesia, harga normal minyak nilam adalah sebesar Rp 250.000 per kg. Bedasarkan hasil wawancara dengan manajer perusahaan dan pengumpul tunggal minyak nilam di lokasi proyek diperoleh bahwa penetapan harga minyak nilam dan daun kering nilam ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Harga minyak nilam pada bulan Maret- April 2011 adalah Rp 260.000 per kg.
Tinggi rendahnya harga minyak nilam sangat berpengaruh terhadap harga nilam (daun nilam kering). Saat harga minyak nilam rendah maka para produsen minyak nilam akan menekan harga beli nilam (daun kering nilam) dari petani. Sebaliknya, saat harga minyak nilam tinggi, maka harga beli nilam dari petani juga akan tinggi. Berdasarkan hasil wawncara yang dilakukan dengan pihak perusahaan, harga daun kering nilam pada bulan Maret-April 2011 adalah Rp 5.000 per kg.
c.  Distribusi (Place)
Pemasaran minyak nilam perusahaan dilakukan oleh unit bisnis lain perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum dan jasa yang berada di Medan. Minyak nilam yang dihasilkan akan dipasarkan ke beberapa kota di dalam negeri seperti Medan dan Jakarta. Selain itu perusahaan juga akan berencana untuk memasarkan minyak nilamnya ke beberapa negara di luar negeri seperti Singapura, China, Jepang, dan Korea.
d.      Promosi (Promotion)
               Promosi yang dilakukan perusahaan saat ini adalah melalui relasi bisnis. Di mana perusahaan akan memberikan sample minyak nilam kepada relasi bisnisnya dan kemudian dari relasi bisnis perusahaan tersebut akan mempromosikan ke relasi-relasi bisnis baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Namun promosi ini belum efektif karena melibatkan banyak pihak dan informasi yang disampaikan dan yang diterima oleh konsumen (industri tujuan pasar) juga tidak lengakap. Oleh sebab itu, perusahaan berencana akan membuat website sebagai alat promosi sehingga semua orang baik yang ada di dalam dan luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam serta dapat melakukan pemesanan dengan cepat.

3.      Hasil Analisis Aspek Pemasaran
Berdasarkan analisis potensi pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan oleh perusahaan layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar untuk minyak nilam yang dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi oleh jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada usaha penyulingan minyak nilam. Selain itu, harga jual yang tinggi juga cukup menjanjikan bahwa usaha penyulingan minyak nilam dapat mendatangkan keuntungan.

B.     Aspek Teknis
Hal yang perlu diperhatikan pada aspek teknis adalah lokasi proyek atau usaha, skala operasi atau luas produksi, proses produksi, dan pemilihan jenis teknologi dan peralatan.
a.      Lokasi Usaha
Lokasi usaha perkebunan dan penyulingan terletak di Desa Bakongan dan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi produksi adalah:
1). Ketersediaan bahan mentah (bahan baku)
Ketersediaan nilam di Kabupaten Aceh Selatan sangat berlimpah karena sebagian besar masyarakat disana banyak yang menanami lahannya dengan nilam walaupun hanya dalam skala industri kecil. Oleh sebab itu jika perusahaan kekurangan bahan baku, perusahaan dapat membeli bahan baku kepada masyarakat sekitar.
            2). Tenaga listrik dan air
                  Untuk kebutuhan listrik perusahaan masih menggunakan mesin diesel (genset) Ps 130 yang dapat menghasilkan listrik karena daerah lokasi jauh dari pemukiman sehingga tenaga listrik belum terjangkau. Namun hal ini tidak menjadi kendala bagi perusahaan untuk melakukan produksi. Sementara itu, di daerah lokasi penelitian air sangat berlimpah yaitu berasal dari mata air pegunungan. Oleh sebab itu, kebutuhan air dalam produksi selalu tercukupi.

            3). Supply tenaga kerja
                  Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi tenaga kerja. Supply tenaga kerja dapat diperoleh dari masyarakat sekitar lokasi usaha. Tenaga kerja sangat dibutuhkan terutama saat persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Sementara itu, tenaga kerja dalam proses penyulingan dan manajemen harus mempunyai keahlian dan melalui proses seleksi.
            4). Fasilitas jalan dengan kondisi cukup baik
                  Kondisi jalan di lokasi usaha sudah cukup baik, sehingga tidak ada kendala dalam pengangkutan bibit ataupun hasil panen dari lahan ke perusahaan. Untuk menuju lokasi usaha kita dapat menggunakan kendaraan roda dua dan empat.
5). Hukum dan peraturan yang berlaku
Sejauh ini, perusahaan masih berada dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku sehingga tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang melarang kegiatan usaha ini. Kondisi sosial budaya masyarakat sekitar juga tidak ada yang menentang kegiatan usaha ini.
            6). Iklim dan keadaan tanah
                  Kondisi iklim di Kecamatan Bakongan dan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan cukup mendukung untuk dilakukan usaha perkebunan dan penyulingan nilam. Kabupaten Aceh Selatan terletak pada ketinggian 0 – 1.500 m dpl, memiliki iklim tropis dengan curah hujan 2.500- 3000 mm per tahun, suhu udara 24 – 28 0C, serta kelembapan 75 persen. Lokasi usaha yang terletak di dataran tinggi dengan keadaan tanah yang subur karena pengaruh suhu udara dan kondisi alam yang relatif lebih sejuk menghasilkan daun nilam yang lebih hijau dengan tingkat persentase kadar alkohol yang lebih tinggi.
            7). Sikap dari masyarakat
            Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha perkebunan dan penyulingan nilam ini. Hal ini terlihat dari lahan masyarakat yang dijual kepada perusahaan untuk dijadikan lahan perkebunan nilam.
b.      Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan
Dalam usaha penyulingan minyak nilam pemilihan jenis teknologi dan peralatan sangat mempengaruhi rendemen minyak yang akan dihasilkan. Oleh sebab itu dalam proses penyulingannya perusahaan telah menggunakan teknologi modern yakni dengan sistem pemanasan yang menggunakan heater. Mesin terdiri dari peralatan-peralatan utama yang terbuat dari stainless steel yang dilengkapi dengan pipa-pipa yang juga terbuat dari stainless steel, termometer, indikator tekanan uap, indikator volume air, keran tutup buka, dan lain-lain . Adapun alasan pemilihan teknologi antara lain proses penyulingan relatif lebih cepat yaitu 3 jam, menghasilkan minyak yang berkualitas dengan rendemen tinggi, serta risiko kecelakaan dalam produksi sangat kecil (tingkat keamanan tinggi) karena telah dilengkapi oleh indikator-indikator yang dapat mengontrol panas dan tekanan uap yang dihasilkan. Kapasitas ketel suling yang digunakan oleh perusahaan adalah 30 kg. Kapasitas tersebut belum optimal karena mesin suling (boiler) masih dapat menampung penambahan ketel suling sehingga diperoleh minyak yang lebih banyak dan kapasitas produksi optimum dapat dicapai.
c.       Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan perusahaan terdiri dari budidaya nilam dan penyulingan nilam. Dimana budidaya nilam terdiri dari persiapan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta panen dan pascapanen.
1). Budidaya Nilam
      Pemilihan lahan untuk mengembangkan salah satu tanaman tidak terlepas dari kondisi agroklimat yang dikehendaki tiap tanaman, demikian halnya dengan tanaman nilam. Nilam merupakan tanaman daerah tropis sehingga mudah tumbuh dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu 0,5 – 1 m dpl, tetapi dapat tumbuh ideal pada ketinggian 0 – 1.500 m dpl. Kebutuhan curah hujan tanaman nilam per tahunnya sebesar 2.500 - 3.000 mm dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu ideal pertumbuhannya adalah 24 - 28 0C dengan kelembapan di atas 75 persen. Nilam membutuhkan banyak air, tetapi tidak tahan jika tergenang. Menurut Wulansari (2005), budidaya merupakan upaya dalam rangka melestarikan tanaman dari bahaya/ancaman kelangkaan dan kepunahan tanaman. Dengan budidaya diharapkan kebutuhan bahan tanaman untuk masa depan yang akan datang dapat dijamin pengadaannya dan sebagai bahan baku dapat terjaga ketersediaannya dengan baik.

a. Persiapan Bibit
Hal yang harus betul-betul menjadi perhatian utama yaitu bibit yang dipilih berasal dari jenis nilam aceh (Pogostemon cablin Benth) dengan umur bibit rata-rata antara 6-8 minggu. Saat dipindahkan ke lahan, bibit harus berada dalam kondisi baik dan disarankan agar umur bibit tidak melebihi 60 hari sejak awal pesermaian dilakukan.
Bila ingin melakukan kegiatan pesemaian atau pembibitan maka beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain lahan yang cukup, misalnya seluas 2.500 m2  untuk menangani sekitar 25 ha areal lahan yang akan ditanami, persiapan bibit berupa pohon nilam dari hasil panen melewati jangka waktu 6-7 bulan, tenaga kerja untuk melakukan monitoring dan pemeliharaan, bahan baku berupa tanah yang subur, pasir, sekam, pupuk kandang, insektisida, bahan baku untuk pembuatan naungan berupa bambu dan atap pelindung, serta persiapan bahan baku polibag sebagai sarana penempatan bibit.
Adapun metode pesemaian dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1.      Cara pertama, bibit setek dipotong sekitar 15-18cm. Setelah itu setek langsung di tancapkan ke dalam polibag yang sudah diisi dengan media tanaman.
2.       Cara kedua, bibit setek dipotong dengan panjang sekitar 12 cm - 15 cm. Setelah itu, bibit direndam (B1) selama 5 menit. Lalu bibit diikat dalam satuan 50 atau 100 batang dan disimpan ditempat yang sejuk selama 15 hari saat akar serabut dan daun sudah muncul maka setek dipindakan kedalam polibag yang dilubangi sebanyak 2 atau 3 lubang untuk menghindari adanya gesekan dengan akar yang sudah hidup. 
Untuk menghemat biaya penyediaan bibit, petani sebaiknya melakukan penyemaian sendiri. Selain itu, penyemaian sendiri
Tabel. 5. Jenis Bahan dan Estimasi Biaya Persiapan Bibit Per Hektar.
Uraian Bahan
Satuan
Harga (Rp)
Jumlah
Total Harga
Pembelian bibit nilam
Batang
15
26.000
390.000
Plastik Polibag
Lembar
20
26.000
520.000
Sekam dan Pasir
Kg
150
2.600
390.000
Pupuk Kandang dan Tanan
Kg
200
2.600
520.000
Biaya pengantongan
Kantong
20
26.000
520.000
Biaya perawatan
Bulan
2
500.000
1.000.000
Pembuatan naungan
Unit
1
750.000
750.000
Sarana kerja
Unit
1
300.000
300.000
Insektisida
Liter
1
200.000
200.000
Total Biaya



4.590.000
 Biaya/ polibag = Rp. 4.590.000,00/26.000 setek = Rp. 177,00.
            Mempertimbangkan kualitas bibit dan keaslian bibit. Oleh sebab itu, dilakukan langkah-langkah persiapan pembibitan dengan estimasi biaya dan bahan-bahan yang diperlukan sebagai berikut.
            Bila dikaitkan dengan beban biaya yang akan dikeluarkan untuk pembelian bibit nilam sebesar Rp.350,00 per polibag maka akan diperoleh penghematan sebesar Rp.350,00 – Rp. 177,00 = Rp. 173,00. Penghematan untuk 1 hektar sebesar Rp. 173,00 x 26.000 polibag, yaitu sebesar Rp. 4.498.000,00.

b.Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan budidaya. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian serius dalam mempersiapkan penanaman sebelum realisasi penanaman setek dilakukan pada lahan yang dikelola. Proses pengolahan tanah diawali dengan proses penggemburan tanah dengan menggunakan cangkul. Setelah itu, lahan didiamkan selama 3-4 hari agar terjadi proses penguapan dari tanah yang telah diolah. Selanjutnya tanah tersebut diberi lubang yang disesuaikan dengan diameter polibag. Kemudian lubang didiamkan selama 2-3 hari. Setelah itu, proses penanaman bibit ke lahan dapat dilakukan.

c. Penanaman
Dalam proses penanaman perusahaan menggunakan teknik penanaman secara tidak langsung, dimana bibit yang digunakan melalui proses penyemaian atau pembibitan terlebih dahulu. Tanaman dipersiapkan selama 6-8 minggu sebelum ditanam pada lahan budidaya. Pembibitan dilakukan pada lahan tersendiri dibawah pohon coklat. Sedangkan penanaman dilakukan pada lahan terbuka agar mendapatkan sinar matahari yang cukup. Selain itu penanaman nilam di lahan terbuka memungkinkan kandungan minyak nilam mencapai 5 persen.
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penanaman nilam yaitu waktu dan jarak tanam. Hal ini terkait dengan ketersediaan air dan pencahayaan matahari.
1). Waktu Tanaman
Proses pemindahan dan penanaman bibit pada lahan perkebunan dilakukan pada sore hari setelah pukul 16.00 agar tanaman tidak layu. Selain itu, proses adaptasi tanaman pada lingkungan lahan perkebunan juga tidak mengalami hambatan. Sedangkan untuk waktu penanaman tidak ada waktu khusus. Penanaman dapat dilakukan baik pada musim hujan maupun kemarau karena sumber air sangat berlimpah.
2). Jarak Tanam
Jarak tanam disesuaikan dengan kontur dan kondisi lahan serta tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam berada pada alur terbit dan tenggelamnya matahari. Hal ini bertujuan agar pada saat petumbuhan tanaman, sinar matahari dapat menembus celah pohon dan ranting antar satu dengan yang lainnya. Jarak tanam antar tanaman yang digunakan adalah 50 cm x 100 cm karena termasuk dalam jenis tanah yang berbukit.

     
                            Gambar 6. Tanaman Nilam Madina dengan Jarak Tanaman
50 cm x 100 cm

d.      Pemeliaharaan Tanaman
Pemeliharaan atau perawatan tanaman nilam diantaranya berupa pemupukan, penyulaman, penyiangan, pemangkasan, dan pembubuman. Hasil produksi yang optimal sangat tergantung pada tata cara serta mekanisme pemeliharaan dan perawatan tanaman. Pemeliharaan yang baik akan memperpanjang umur tanaman hingga di atas tiga tahun dengan interval panen antara 2-3 bulan. Selain itu, kandungan minyak atsiri serta rendemen yang dimiliki tanaman ini akan akan menjadi lebih tinggi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kunci sukses pencapaian mutu yang diinginkan serta hasil akhir panen berupa daun basah sangat tergantung pada kesungguhan melakukan monitoring terhadap pemeliharaan dan perawatan tanaman.


Adapun kegiatan pemeliharaan tanaman dapat diuraikan sebagai berikut.
a) Pemupukan
Karena merupakan lahan yang baru dibuka dan memiliki tanah yang subur maka perusahaan tidak melakukan proses pemupukan. Namun limbah yang dihasilkan dari proses penyulingan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk /mulsa.
b) Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang sudah mati atau layu agar jumlah tanaman sesuai target yang diinginkan. Penentuan target jumlah tanaman disesuaikan dengan luas area dan jarak tanam. Penyulaman dilakukan jika umur tanaman telah mencapai satu bulan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan pertumbuhan tanaman baru dan lama agar panen dalam satu lahan dapat dilakukan secara bersamaan. Selain itu, agar pertumbuhan tanaman seragam dan jadwal panen dilakukan sesuai target waktu maka penyulaman dilakukan secara rutin setiap minggu.
c) Penyiangan
Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur sekitar dua bulan. Pada umur tersebut, ketinggian tanaman mencapai 20-30 cm dan mempunyai cabang bertingkat dengan radius 20 cm. Penyiangan berfungsi untuk membersihkan gulma pengganggu, sehingga tidak terjadi persaingan pengambilan hara tanaman dan sinar matahari. Selain itu, penyiangan juga berfungsi untuk menghilangkan gulma sebagai sarang hama. Penyiangan selanjutnya dilakukan secara rutin, dengan selang waktu 2 - 3 bulan tergantung pertumbuhan gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara mekanis yaitu dilakukan dengan menggunakan alat-alat pertanian umum seperti cangkul, sabit, parang dan sebagainya.
d) Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan setelah tanaman berumur tiga bulan, yaitu setelah terbentuk perdu yang saling menutupi satu sama lain diantara pohon atau tanaman. Pemangkasan dilakukan pada cabang tingkat tiga ke atas. Pemangkasan dan penjarangan dilakukan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit tanaman. Selain itu, pemangkasan memberi ruang gerak lebih luas terhadap tanaman. Salah satu tujuan dilakukannya pemangkasan atau penjarangan adalah agar proses fotosintesis berjalan dengan baik sehingga kadar minyak nilam yang terkandung dalam daun, ranting, serta dahan dan batang menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena sinar matahari dapat lebih leluasa masuk menyinari bagian-bagian tanaman.
e) Pembubuman
Pembubuman dilakukan setelah proses panen selesai. Cabang-cabang dan dahan serta ranting yang ditinggalkan sesudah panen yang letaknya dekat dengan tanah ditimbun setinggi 10-15 cm. Cabang yang letaknya jauh dari tanah dipatahkan bagian ujungnya (tidak terputus dari batang) dan bagian yang patah ditimbun dengan tanah. Dengan pembubuman ini diharapkan terbentuk rumpun tanaman yang padat dengan beberapa anakannya. Hasilnya diperoleh tunas dan dahan yang lebih banyak untuk pertumbuhan berikutnya.

C.    Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Dalam budidaya, permasalahan hama dan penyakit tanaman merupakan faktor penting yang harus ditangani. Namun, karena tata cara pengelolaan yang dilakukan perusahaan telah mengikuti pola budidaya terkait masalah bibit unggul dan pemeliharaan yang rutin, maka dipastikan bahwa tanaman akan sangat jarang mendapat masalah terkait dengan hama dan penyakit tanaman. Oleh sebab itu, sampai saat ini belum ada tindakan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dilakukan oleh perusahaan.

D.    Panen dan Pascapanen
 Kualitas minyak nilam yang dihasilkan tergantung dari kegiatan  budidaya sampai pengolahan, termasuk kegiatan panen dan pasca panen.
a) Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu oleh perusahaan. Panen merupakan masa perhitungan hasil yang akan diperoleh setelah menunggu berbulan-bulan waktu yang dihabiskan selama budidaya. Nilam dapat dipanen setelah tanaman berumur sekitar 6-7 bulan dan panen selanjutnya dilakukan setiap 2-3 bulan sekali, tergantung jadwal dan program penanaman. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong daun dan ranting dengan menyisakan cabang dan daun setinggi minimal 15 cm. Pemotongan ranting dapat menumbuhkan tunas baru.
Panen dilakukan pada pagi hari karena jika pemetikan daun dilakukan siang hari maka dikhawatirkan sel-sel daun menjadi kurang elastis dan mudah sobek. Sebagian besar bagian dari nilam mengandung minyak, seperti akar, batang, cabang, dan daun. Namun, kandungan minyak dalam daun nilam lebih tinggi daripada cabang, batang, dan akarnya. Alat yang biasanya digunakan pada saat panen adalah sabit, gunting, atau pisau yang tajam. Alat harus selalu bersih pada saat proses panen berlangsung. Pemotongan cabang/ranting dilakukan dari daun tingkat dua ke atas. Sementara cabang/ranting tingkat pertama ditinggalkan untuk pertumbuhan ranting dan daun baru.
b). Pascapanen
Pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan. Pada nilam, kegiatan pasca panen terdiri dari penjemuran hasil panen dan perawatan tanaman. Hasil panen berupa daun basah yang terdiri dari daun, ranting, dahan dan batang sebaiknya dipotong/ dicincang/ dirajang sepanjang 10-15 cm. Pemotongan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan gunting. Setelah itu, daun dijemur di bawah sinar matahari sekitar 4 jam sehari selama 2-3 hari, yaitu mulai dari pukul 10.00-14.00. Penjemuran daun nilam dilakukan dengan meletakkan daun di atas gelaran tikar atau lantai semen yang bersih. Penjemuran dilakukan pada lahan terbuka.
Agar memperoleh sinar matahari secara langsung. Daun nilam dijemur sambil diangin-anginkan dengan ketebalam lapisan maksimal 50 cm. Lapisan daun dibolak-balik sebanyak 2-3 kali sehari selama 2-3 hari hingga diperoleh kadar air sebesar rata-rata 15 persen. Kadar air yang terkandung dalam daun ini harus dipertahankan sampai proses penyulingan berlangsung.
Selain penjemuran secara langsung dibawah sinar matahari, perusahaan juga melakukan penjemuran dalam suatu ruangan. Hal ini merupakan suatu alternatif jika panen terjadi saat musim hujan. Daun nilam kering yang belum diproses atau disuling disimpan dalam gudang dan disusun dalam bentuk rak yang mempunyai ventilasi cukup untuk memperoleh angin/udara dengan tujuan untuk menghindari daun nilam kering terkena jamur.
Agar diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan pada panen berikutnya, baik dalam jumlah maupun percepatan waktu, maka dilakukan pemeliharaan terhadap tanaman pascapanen. Pemeliharaan tersebut berupa pembumbuman serta penyiraman secara teratur agar segera diperoleh daun dan ranting serta dahan yang baru.
  
     Gambar 7. Penjemuran di Luar Ruangan
Gambar 8. Penjemuran di Dalam Ruangan
c). Penyulingan Nilam
Penyulingan merupakan rangkaian proses dalam aktivitas budidaya tanaman. Pada umumnya penyulingan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan uap tidak langsung. Namun proses penyulingan yang digunakan oleh perusahaan adalah penyulingan dengan uap tidak langsung. Sebagian besar penyulingan dengan uap tidak langsung menggunakan kayu bakar untuk memanaskan ketel uap, namun dalam hal ini perusahaan menggunakan heater yang membutuhkan tenaga listrik untuk menghasilkan panas. Hasil minyak yang akan diperoleh dari proses penyulingan merupakan output yang akan dijual dan dinilai serta dijadikan standar keberhasilan usaha. Mutu minyak nilam serta rendemen yang sesuai kriteria sangat dipengaruhi oleh jenis mesin dan sistem penyulingan yang digunakan.
Prinsip dasar sistem penyulingan dengan uap tidak langsung adalah panggunaan uap bertekanan tinggi. Tabung pendidih dipisahkan dari tabung penyulingan. Artinya, tabung air tersendiri dan tabung tempat bahan yang disuling juga tersendiri. Jumlah tabung bahan dapat ditempatkan beberapa buah secara terpisah, sesuai kapasitas dari ketel uap (boiler) dengan kapasitas ketel tempat bahan atau daun kering. Namun dalam hal ini perusahaan masih menggunakan satu tabung bahan baku (ketel) dengan kapasitas 30 kg. Metode ini menghasilkan minyak berkualitas dengan rendemen tinggi. Selain itu, proses penyulingan berjalan relatif lebih cepat yaitu hanya 3 jam. Dalam satu hari proses penyulingan dilakukan sebanyak empat kali. Di mana dalam satu kali produksi menghasilkan minyak nilam sebanyak 0,9 kg.
Untuk menghasilkan jumlah minyak lebih banyak, pembuatan mesin suling dapat dilakukan dengan memisahkan beberapa tabung bahan baku (2 atau 3 buah) dengan kapasitas yang sesuai dengan kemampuan boiler. Keberhasilan metode ini juga ditunjang oleh perlengkapan dan jenis bahan yang digunakan dalam penyulingan seperti bahan pipa pada bak penampung/kolam air yang tersedia, serta jumlah dan kapasitas air dalam jumlah banyak, cukup, serta mengalir.
Sebelum memulai proses penyulingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya mesin suling dibersihkan terlebih dahulu, melakukan kontrol tehadap seluruh saluran pipa pendingin serta ketersediaan air yang ada pada bak (kolam) pendingin, tempat penampung minyak harus dalam keadaan bersih, mempersiapkan tenaga penyuling (operator) dimana dalam hal ini perusahaan menggunakan 2-3 orang operator, mempersiapkan bahan baku daun kering yang sudah dirajang dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas ketel suling, serta memasukkan rajangan daun nilam tersebut ke dalam ketel suling. Pengisian ketel dilakukan secara merata dan padat pada seluruh bagian agar uap air yang ada dalam ketel dapat menyebar secara merata.
Setelah semuanya dipersiapkan maka proses penyulingan dapat dilakukan. Mekanisme penyulingan dilakukan dengan memanaskan air dalam tabung untuk menghasilkan uap yang dilengkapi dengan pipa saluran pengisi air, indikator volume air, tekanan uap, serta pipa saluran uap yang menuju ketel suling. Fungsi indikator tekanan uap untuk mengontrol besar kecilnya tekanan uap yang dihasilkan oleh tabung uap. Tabung uap (boiler) dilengkapi instrumen pipa pengaman dalam bentuk saluran buang uap yang disertai keran buka-tutup. Pada suhu 92oC boiler akan menghasilkan uap air panas dan tekanan tinggi untuk mengaliri seluruh bagian daun yang disuling. Uap akan melakukan reaksi dengan daun yang disuling sehingga unsur minyak pada daun, ranting, dan akar akan ikut menguap melalui pori-pori dari bahan yang disuling.
Selanjutnya, unsur minyak akan terbawa oleh uap air menuju pipa kondensor yang akan mencair menjadi cairan minyak dan air. Untuk menjaga pemisahan air dan minyak dalam kondisi baik, maka dibuat pipa kontrol pemisahan sebelum minyak dan air tersebut menuju penampungan terakhir. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi saringan yang lazim digunakan oleh para penyuling. Hasil akhir dari penyulingan diperoleh minyak nilam yang berkualitas dengan rendemen tinggi. Sedangkan sisa daun yang telah disuling tersebut dikumpulkan dan dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman atau mulsa.
  
Daun kering yang telah   Daun Kering Dimasukkan         Penyulingan
Di cacah                  ke Dalam Ketel Suling
           



          
    Minyak dan Air             Pemisahan Minyak dengan Air
      Minyak Masuk dalam Jiregen
      Dan Air Keluar Dari Selang
                       

                                    Gambar 9. Proses Penyulingan


E. Hasil Analisis Aspek Teknis
Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek teknis, maka dapat dikatakan bahwa usaha penyulingan minyak nilam yang dilakukan layak untuk dijalankan. Tidak ada masalah yang menghambat jalannya kegiatan usaha penyulingan minyak nilam.
a.      Aspek Manajemen
Mempunyai struktur organisasi formal yang terdiri dari komisaris, direktur, manajer, bagian produksi, bagian accounting, bagian personalia, bagian purchasing, bagian marketing, mandor, dan operator. Dalam pelaksanaannya telah terdapat pembagian tugas yang jelas antara
b.      Apek Hukum
Hal yang perlu diperhatikan pada aspek hukum adalah bentuk badan hukum usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan.
c.       Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Keberadaan usaha penyulingan minyak nilam yang sangat didukung oleh masyarakat sekitar karena tidak memberikan dampak buruk terhadap kondisi lingkungan daerah sekitar proyek. Adanya usaha penyulingan minyak nilam memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar seperti menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam pengadaan bibit. Keberhasilan perusahaan dalam sistem budidaya nilam menjadi motivasi bagi masyarakat untuk mengubah kebiasaan mereka dalam budidaya nilam, yang semula nilam hanya ditelantarkan menjadi lebih diperhatikan. Limbah hasil penyulingan juga tidak memberikan dampak buruk terhadap kesimbangan lingkungan karena dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman atau mulsa.
Selain itu, keberadaan juga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan negara atau pemerintah daerah berupa pajak dari keuntungan usaha penyulingan minyak nilam tersebut. Adanya usaha penyulingan minyak nilam dengan cara modern ini juga memberi dampak positif terhadap perkembangan sistem penyulingan di dalam negeri yaitu dapat menggeser kebiasaan masyarakat dari penyulingan tradisional ke penyulingan modern. Dengan demikian dapat dihasilkan suatu minyak nilam yang lebih berkualitas.
Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan usaha penyulingan minyak nilam ini layak untuk dijalankan. Karena selain tidak memberikan dampak buruk berupa limbah yang dapat merusak lingkungan, kegiatan usaha ini memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat sekitar.




V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
1.      Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha penyulingan minyak nilam yang dijalankan.
  1. Secara teknis pabrik yang dirancang memiliki kapasitas penyulingan 1.000 ton per tahun daun kering, per harinya dengan prediksi perolehan minyak nilam 97, 53 kg/hari pada rendemen penyulingan 100%.
3.      Secara finansial prediksi investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik minyak nilam pada kapasitas tersebut di atas adalah Rp. 189.146.239,39,-. Modal investasi ini diperkirakan akan kembali selama 3 tahun atau 11 bulan dengan titik pulang pokok 985.861 kg/tahun. Kekayaan perusahaan pada akhir proyek sebesar Rp. 21.154.520,-
  1. Hasil analisis kelayakannya menunjukkan NPV Rp.189.146.239,39,- (lebih besar dari nol), nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (100%) yaitu 3,782 %, dan B/C rasionya 4,246 (lebih besar dari1), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan teknologi penyulingan minyak di Aceh Selatan layak untuk dilaksanakan.



B.     Saran
1.      Perusahaan sebaiknya meningkatkan kegiatan promosi melalui website sehingga semua orang baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri dapat mengetahui informasi tentang minyak nilam yang dihasilkan oleh perusahaan.
2.      Perusahaan sebaiknya melakukan kontrak dengan perusahaan lain yang menjadi pasar tujuan minyak nilam yang dihasilkan perusahaan. Hal ini bertujuan agar perusahaan terhindar dari kerugian akibat harga minyak nilam yang berfluktuatif karena harga yang diterima perusahaan akan relatif lebih stabil.
3.      Penelitian ini hanya merupakan prediksi dari sebuah perencanaan awal pembangunan pabrik penyulingan minyak atsiri dari daun cengkeh, sehingga untuk mendirikan pabrik yang sesungguhnya perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.









 
DAFTAR PUSTAKA


Akiew, A. and P.R. Trevorrow, 1994. Management of Tobacco.Bacterial wilt. The disease and its causal agents.Pseudomonas solanacearum.
.
Anonimous, 1991. Pemberdayaan Petani Nilam Melalui Institusi UPP. Dinas Perkebunan Provinsi NAD.

Artayasa, I.N. 1999. Minyak Nilam. Kanisius. Yogyakarta.

BPS, 2010. Aceh Dalam Angka. Banda Aceh.

Dinas Perkebunan Provinsi NAD, 2002. Laporan tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Grieve, M., 2002. A modern herbal, patchouli, www.botanical.com.

Hermanto, Djazuli. 2006. Proses Penyulingan NIlam. www. indomedia.com.

Hobir, 2003. Permasalahan dalam usahatani nilam, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Jakarta.

Ketaren. S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka. Jakarta.

Mangun HMS. 2005. Nilam. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nuryani, Emmyzar dan Anggraeni,2003. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan varietas dan teknik pengolahan. Laporan Hasil Penelitian. Balittro, Bogor

Nuryani Y., Ika  Mustika  dan  Cheppy  Syukur, 2001.  Kandungan  fenol  dan lignin  tanaman  nilam hibrida (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri 7 (4) : 104-107.

Rosman et al, 1998. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rusli. S. dan S. Kemala, 1991. Pengembangan Penelitian Tanaman Atsiri. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Sudaryani. T. dan E. Sugiharti, 1989. Budi Daya Dan Penyulingan Nilam, Penebar Swadaya. Jakarta.

Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tasma, I dan A, Hamid, 1990. Pembudidayaan nilam secara menetap. Makalah pada Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Minyak atsiri.IPB.Bogor.

Wikandi. E.A, Ariful Asman dan Pasril Wahid, 1990. Perkembangan Penelitian Nilam. Edisi Khusus Littro



































Lampiran 1. Jenis Minyak Atsiri yang Disuplai dari Indonesia

No.
Nama Minyak
Nama Dagang
1.
Nilam
Patchouli oil
2.
Akar wangi
Vetiver oil
3.
Sereh Wangi
Citronella oil
4.
Kenanga
Cananga oil
5.
Kemukus
Cubeb oil
6.
Kayu Putih
Cajeput oil
7.
Sereh Dapur
Lemon grass
8.
Cengkeh
Cloves oil
9
Cendana
Sandalwood oil
10.
Pala
Nutmeg oil
11.
Lada
Pepper oil
12.
Kayu Manis
Cinamon oil
Sumber: Raziah, 2007


Lampiran 2.  Daftar Tanaman Atsiri Penghasil Minyak Atsiri yang Berkembang di Indonesia
No .
Tanaman
Nama Latin
Sumber Minyak
1.
Adas
Foenicullum vulgare
Buah dan Biji
2.
Akar wangi
Vetiveria zizanoides
Akar
3.
Anis
Clausena anisata
Buah dan Biji
4.
Bangle
Zingiber purpureum Roxb.
Akar
5.
Cempaka
Michelia champaca
Cempaka
6.
Cendana
Santalum album
Kayu Teras
7.
Cengkeh
Syzygium aromaticum
Bunga
8.
Eucalyptus
Eucalyptus sp.
Daun
9.
Gaharu
Aquilaria sp
Kayu
10.
Gandapura
Gaultheria sp.
Daun & Gagang
11.
Jahe
Zingiber officinale
Akar
12.
Jeringau
Acarus calamus
-
13.
Jeruk Purut
Citrus hystrix
Buah
14.
Kapulaga
Amomum Cardamomum
Buah dan Biji
15.
Kayu Manis
Cinnamomum cassia
Batang
16.
Kayu Putih
Melaleuca leucadendron LI
Daun
17.
Kemangi
Basil Oil
Daun
18.
Kemukus
Piper cubeba L.
Buah
19.
Kenanga
Canangium odoratum
Bunga
20.
Kencur
Caempreria galangal
Akar
21.
Ketumbar
Coriandrum sativum
Buah dan Biji
22.
Klausena
Clausena anisata
Biji
23.
Kunyit
Curcuma domestica
Akar
24.
Lada
Piper nigrum L.
Buah dan Biji
25.
Lawang
K
K
26.
Lengkuas Hutan
Alpinia Malacensis
Akar
27.
Lengkuas Hutan
Alpinia Malacensis Oil
Akar
28.
Manis
Cinnamomum casea
Daun
29.
Massoi
Criptocaria massoia
Batang
30.
Mawar
Rosa sp.
Bunga
31.
Melati
Jasminum sambac
Bunga
32.
Mentha
Mentha arvensis
Daun
33.
Nilam
Pogostemon cablin
Daun
34.
Pala
Myristica fragrans Houtt
Biji dan Fuli
35.
Palmarosa
Cymbopogon martini
Daun
36.
Pinus
Pinus merkusii
Getah
37.
Rosemari
Rosmarinus officinale
Bunga
38.
Sedap Malam
Polianthes tuberose
Bunga
39.
Selasih Mekah
Ocimum gratissimum
Bunga
40.
Seledri
Avium graveolens L.
Daun, Batang
41.
Sereh Dapur
Andropogon citrates
Daun
42.
Sereh Wangi
Cymbopogon citrates
Daun
43.
Sirih
Piper bitle
K
44.
Surawung Pohon
Backhousia citriodora
Daun
45.
Temulawak
Curcuma xanthorizza
Akar
46.
Ylang-ylang
Canangium odoratum
Bunga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar