TINDAK PIDANA
KEJAHATAN MAKAR DALAM KUHP
DITINJAU MENURUT
HUKUM ISLAM
1.1.Latar
Belakang Masalah
Di dalam menapaki kehidupan dunia ini. Sejak awal penciptaannya manusia memiliki kepribadian
yang beragam dan dikendalikan oleh kecenderungan naluri yang berbeda pula.
Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang dengan sendirinya.
Ia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya, dalam menyempurnakan sebab-sebab hidupnya yang tidak dapat
dilakukan oleh tangan dan pengetahuannya, serta bahan yang tidak dapat dibawa
oleh kekuatannya. Dengan ini, kehidupan manusia adalah kehidupan kelompok,
dalam setiap individu dari kelompok itu saling membutuhkan dalam membangun
masyarakat, dan saling mengatur semua kesulitan agar menjadi kehidupan yang
damai.[1]
Setiap manusia
mempunyai cita-cita, keinginan, kebutuhan, alam pikiran serta usaha-usaha.
Manusia mempunyai seuntai rangkaian kepentingan kebutuhan hidup.
Kepentingan-kepentingan seseorang dapat berkaitan sangat erat dengan
kepentingan orang lainnya. Adakalanya kepentingan itu bersifat saling
menjatuhkan, tetapi dapat pula sama antara manusia pemikul berbagai kepentingan
itu. Setiap anggota masyarakat mempertahankan kepentingan-kepentingan sendiri,
sehingga dapatlah timbul pertentangan sesama mereka. Hal yang demikian sangat
membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat itu sendiri. Jika
tidak diatur, niscaya akan terjadi “homo homini lupus”.[2]
Meskipun setiap
individu dalam sebuah masyarakat tertentu memiliki kepentingan yang
berbeda-beda, akan tetapi mereka tetap tidak menginginkan terjadinya bentrokan
(chaos) antara sesama anggota masyarakat dan pemimpin, mereka tentu
menginginkan sebuah kedamaian yang memungkinkan keinginan-keinginan mereka itu
terwujud. Dalam hal hidup bermasyarakat, berpuncak pada suatu organisasi negara
yang merdeka, maka tertib bermasyarakat dipedomani oleh dasar negara tersebut. Apabila hal ini kita
tinjau dari segi hukum, maka tertib bermasyarakat yang berupa tertib hukum,
haruslah didasarkan pada Undang-undang dasar negara tersebut.[3] Salah satu bentuk ancaman yang membahayakan negara perilaku
masyarakat dengan kepala negara adalah kejahatan tindak pidana makar.
Kejahatan tindak pidana makar sendiri merupakan sesuatu hal yang dapat
menimbulkan kekacauan dalam sebuah negara yang dituju adalah kepala negara dan wakil kepala negara. Makar
merupakan istilah yang berasal dari istilah dalam bahasa Belanda aanslag. Secara yuridis formal istilah
makar tidak diberikan pengertiannya secara khusus. Secara etimologis makar
dapat diartikan dalam berbagai pengertian, yaitu serangan (aanval) atau penyerangan dengan maksud tidak baik (misdadige aanrading)[4]. Kejahatan
tindak pidana makar dalam KUHP Secara terminologis terdapat dalam Pasal 87 KUHP
dimana perbuatan makar meliputi dua unsur yaitu niat dan adanya permulaan pelaksanaan niat makar.
Dalam hal ini, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri mengenal beberapa faktor yang
menyebabkan atau memungkinkan kejahatan makar. Hal ini dapat dilihat, seperti tercantum
dalam KUHP buku kedua Bab II yang mengatur tentang hal-hal tentang tindak
pidana makar, yaitu Pasal 104 makar dengan maksud membunuh Presiden atau wakil Presiden, Pasal 106 makar
terhadap wilayah negara, Pasal 107 makar dengan maksud menggulingkan pemerintah
dan Pasal 108 tindak pidana pemberontakan.
Berbeda halnya dengan KUHP
di atas, makar dalam hukum Islam juga telah jauh-jauh hari diatur. Dalam Islam
makar merupakan suatu perbuatan atau usaha untuk menentang atau membunuh
seseorang yang tidak disenangi atau dianggap musuh/saingan, baik dalam hal
agama maupun keduniawi dengan cara tipu daya, tipu muslihat, atau perbuatan
lainnya yang bertentangan dengan agama Islam.[5] Ditinjau
dalam hukum Islam makar sama dengan Al-baghyu.[6] Dari makar/al-baghyu merupakan tindakan sekelompok orang yang memiliki
kekuatan untuk menentang pemerintah, dikarenakan terdapat perbedaan paham
mengenai masalah kenegaraan.[7] Al-baghyu yang pelakunya
disebut al-baghy yang jamaknya al-bughat dikalangan ulama Syafiyah
diartikan dengan : “Sekelompok orang Islam yang menggunakan ideology tertentu,
terorganisir di bawah pimpinan yang dipatuhi, dengan menggunakan kekuatan
melawan imam (penguasa yang sah) dengan cara keluar dari kekuasaannya dan
meninggalkan kepatuhan kepadanya atau menolak memberikan hak-haknya”. Unsur-unsur
Jarimah Pemberontakan itu ada tiga yaitu : Pembangkangan terhadap kepala negara
(imam), Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan, dan adanya niat
yang melawan hukum.[8]
Imam Syafi’i, dalam kitabnya al-umm, menyingung
tentang ketegasan Sayyidina Abu Bakar r.a. yang memerangi orang-orang yang
tidak mau membayar zakat, Imam Syafi’i berpendapat mengenai pemberontakan yang
menolak menunaikan apa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT, maka pemimpin
(imam) harus membunuhnya atau memeranginya.[9] Firman Allah SWT dalam surat Al-Hujjarat
ayat 9 yang artinya:
b)r b$Gÿ¬$Û `B ûüZBsJ9# #q=GG%# #qs=¹'ù $Jk]/ b*ù Mó/ $Jg1n) ?ã z{# #q=G»)ù ÓL9# Óö7? ÓLm ä"? <) B& !# b*ù Nä$ù #qs=¹'ù $Jk]/ Aè9$/ #qÜ¡%&r b) !# =t úüÜ¡)J9# ÇÒÈ
Artinya:
“Dan kalau
ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan
antara keduanya tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil”. (Q.S. Al-hujjarat ayat: 9).
Dari penjelasan ayat di atas dapat dipahami bahwa tindakan yang dilakukan
terhadap pemberontakan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, melakukan ishlah
atau perdamaain dengan pihak pelaku makar, yang dalam Ishlah tersebut Imam menuntut para pelaku makar untuk menghentikan perlawanannya dan kembali taat kepada Imam
telah berlaku zhalim dan menyimpang dari ketentuan agama, maka Imam memberikan
penjelasan atau memperbaiki kesalahannya. Kedua, bila cara pertama tidak berhasil dalam
arti perlawanan masih tetap berlangsung maka imam memerangi dan membunuh pelaku makar, sampai selesai dan tidak ada
perlawanan.[10]
Berdasarkan
pendapat ulama Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dapat disimpulkan Al- baghyu merupakan pembangkang
terhadap kepala negara dengan menggunakan kekuatan
berdasar argumentasi atau alasan ta’wil lebih mendekatkan sebagai
“pemberontakan”. Lain dengan KUHP delik pemberontakan diatur sendiri dalam pasal
108.[11] Di dalam KUHP tindak pidana Makar dalam
pasal-pasal
yang disebutkan penulis di atas, bila pelaku tidak
selesai melakukan tindak pidana makar maka juga diberikan sanksi dan di pidana dengan syarat adanya niat
untuk melakukan makar. Dan di dalam
Ketentuan Hukum Islam sendiri telah dijelaskan dalam surat Al-Hujjarat ayat 9 di atas tindak pidana
makar tersebut pelaku tersebut dapat diberikan nasehat untuk memperbaiki
kesalahannya dan apabila masih melakukan pemberontakan maka pelaku tersebut akan
diperangi agar
kembali ke jalan yang benar.[12]
Berdasarkan
uraian diatas dan berbagai permasalahanya, maka
penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kejahatan
akar yang terjadi dalam sebuah negara dan ini penulis mengangkat judul “TINDAK PIDANA KEJAHATAN MAKAR DALAM KUHP DITINJAU MENURUT
HUKUM ISLAM”.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diuraikan
tersebut di atas, maka penulis mempunyai beberapa rumusan masalah yang dapat
dijadikan sebagai bahan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1.
Bagaimanakah sanksi
tindak pidana kejahatan makar dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?
2.
Apa saja yang
dikategorikan tindak pidana kejahatan makar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?
3.
Bagaimanakah ketentuan
hukum Islam terhadap sanksi tindak pidana kejahatan makar yang tertera dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dapat diuraikan sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui dan menjelaskan sanksi
tindak pidana kejahatan makar dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2.
Untuk mengetahui dan menjelaskan
kategori tindak pidana apa saja yang termasuk makar dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
3.
Untuk mengetahui sanksi
tindak pidana makar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menurut Hukum
Islam.
1.4. Penjelasan
Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah
yang terdapat dalam judul skripsi ini. Adapun istilah tersebut yaitu :
1.
Tindak Pidana;
2.
Makar;
3.
KUHP;
4.
Hukum Islam.
Ad. 1. Tindak
Pidana
Tindak pidana dalam hukum positif
berasal dari kata stafbarlief (Perbuatan yang dapat dipidana). Menurut
pendapat Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.[13]
Tindak
pidana dalam kamus berati perbuatan jahat, perbuatan pidana, tingkah laku, dan
sepak terjang.[14] Menurut
Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu hukum dilarang dan
diancam pidana.[15]
Beliau mengemukakan menurut wujud atau sifatnya bahwa perbuatan
pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan ini juga
merugikan masyarakat, dalam artian bertentangan dengan norma pergaulan
masyarakat.
Dengan
demikian, tindak pidana dapat dikatakan
sebagai tindakan, perbuatan, dan serangkaian kegiatan yang mengarah pada
kejahatan melawan hukum sebab bertentangan dengan norma pergaulan dan dapat
merugikan masyarakat.
Ad. 2. Makar
Makar dalam kamus berarti
aksi buruk, tipu muslihat, perbuatan, usaha dengan maksud hendak menyerang,
membunuh orang dan sebagainya menghilangkan nyawa atau kemerdekaan seseorang
dari keluarga raja.[16] Kata
makar berasal dari bahasa Arab al-makr sama artinya dengan tipu
daya/tipu muslihat atau rencana jahat.[17] Secara semantik makar
mengandung arti: akal busuk, perbuatan dengan maksud hendak menyerang orang,
dan perbuatan menjatuhkan pemerintahan yang sah.
Ad. 3. KUHP
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
merupakan warisan dari zaman Hindia Belanda, yaitu
: Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlansch Indie yang mulai berlaku di
Indonesia sejak tahun 1918, baik untuk golongan penduduk Indonesia, timur asing dan golongan Eropa.[18] Istilah KUHP di sini adalah merupakan
terjemahan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang
berarti : “Keseluruhan kesatuan peraturan perundangan-undangan yang lengkap
tentang suatu bidang hukum yang diterbitkan dalam sebuah buku yang dinamakan
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”. Dengan demikian jelas bahwa KUHP
adalah sebuah Kitab atau buku yang telah dikodifikasi atau kumpulan dari hukum
pidana, yang memuat tentang peraturan umum, kejahatan dan pelanggaran
yang berlaku di Indonesia.
Ad. 4. Hukum
Islam
Hukum Islam dalam kamus berarti peraturan-peraturan
dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan Al-qur’an,
hukum syara’.[19]
Hasbi
As-Shiddeqy mendefenisikan bahwa hukum Islam adalah segala
sesuatu yang disyariatkan dengan Al-qur’an ataupun dengan sunnaturasul sabdanya,
perbuatanya, ataupun tagriernya. Hal ini melengkapi masalah-masalah akhlak dan hubungan manusia
sesama manusia dan melengkapi pula apa yang menjadi tujuan hidup untuk
memperoleh puncak ketinggian dan jalan-jalan yang yang harus ditempuh untuk itu
dan tujuan penghabisan dari hidup ini.[20] Dari defenisi di atas jelas sekali
bahwa hukum Islam adalah semua peraturan yang berisi hukum-hukum yang datang
dari Allah SWT, disampaikan oleh Rasulnya Nabi Muhammad SAW sebagai pengatur
kehidupan dan penghidupan umat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya,
dengan masyarakat dan negara.
1.5. Kajian Pustaka
Adapun mengenai persoalan yang menyangkut tentang tindak
pidana kejahatan makar dalam KUHP ditinjau menurut Hukum Islam, dalam kajian pustaka ini penulis belum menemukan tulisan yang persis
sama dengan judul ini, namun ada beberapa tulisan lainnya serupa dengan tulisan
ini tapi beda dari sisi sudut pandang dan perbandingannya dan dalam bentuk buku
antara lain :
Pertama, skripsi yang
ditulis oleh Nurhayi yang berjudul “Hukuman
Bughah menurut Syari’at Islam”. Skripsi ini menjelaskan tentang bughah (makar) dalam Syari’at Islam, tetapi tidak menjelaskan makar dalam KUHP yang ingin penulis teliti.
Kedua, buku yang digunakan
penulis adalah tindak pidana
makar menurut KUHP yang ditulis oleh Djoko Prakoso ini menjelaskan tentang
tindak pidana makar. Buku ini menyajikan penjelasan yang sangat menarik, dan
juga banyak dijadikan sebagai sumber primer dalam sebuah penelitian yang
berhubungan dengan pidana.
Ketiga, buku yang berjudul Ensiklopedia Hukum
Pidana Islam, buku yang berjumlah lima jilid ini banyak sekali menjelaskan apa
yang menjadi kajian penulis dalam penulisan skripsi ini, seperti pengertian
makar, pendapat para fuqaha maupun penjelasan yang menyangkut dengan ketentuan
hukum pidana Islam dalam hal tindak pidana makar itu dalam Islam.
Keempat, karangan R. Sugandhi, KUHP dan
penjelasannya. Buku yang diterbitkan oleh PT.Usaha Nasional ini menjelaskan apa
yang dasar tindak pidana makar dalam KUHP.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan diperpustakaan IAIN AR-Ranry Banda Aceh,
belum ada skripsi yang membahas tentang Tindak pidana kejahatan makar dalam KUHP
ditinjau menurut hukum Islam, jadi penulisan skripsi ini dapat dikatakan “asli
dan jauh dari unsur plagiat” yang bertentangan dengan azas-azas keilmuan yang jujur,
obyek, intergritas dan terbuka, sehingga dapat dipertanggung secara ilmiah.
1.6. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara
metodologis, sistematis dan konsisten. Metode merupakan cara utama yang
digunakan untuk mencapai tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan
jenis yang dihadapi. Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu.[21]
Metode
penelitian yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah deskriptif analisis yaitu suatu metode
yang bertujuan membuat deskriptif,
memaparkan data yang ada dan menganalisisnya, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.[22]
1.6.1. Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan (library reseacrh) yang dilakukan dengan cara mengkaji dan
menelaah berbagai dokumen baik berupa buku atau tulisan yang berkaitan dengan
bahasan tentang tindak pidana kejahatan makar dalam hukum positif dan hukum pidana Islam.
1.6.2. Teknik Pengumpulan
Data
Dalam
mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek kajian, baik itu data primer
maupun data sekunder, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data secara studi kepustakaan.
Studi
kepustakaan (Library research) adalah teknik pengumpulan data dengan jalan membaca, mencatat,
mengkaji, serta mempelajari sumber-sumber tertulis. Penulis mengumpulkan data
dengan cara mempelajari perundangan-undangan, buku-buku, jurnal, data internet
yang erat dengan permasalahan yang diteliti.
1.6.3. Sumber Data
Terdapat dua
sumber data yang akan dijadikan sumber rujukan atau landasan utama dalam
penelitian ini yaitu: data primer dan sekunder. Adapun yang dimaksud dengan
kedua sumber tersebut adalah :
1.6.3.1 Sumber
data primer, dalam hal ini adalah bahan-bahan-bahan hukum sifatnya
mengikat dan merupakan norma-norma dasar dalam setiap pembahasan masalah, yaitu
Al-Qur’an dan Hadits.
Adapun data primer untuk di jadikan sebagai sumber rujukan ialah buku
Fiqh, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Pidana
Materil, Fiqh Islam dan
Perundangan Islam.
1.6.3.2. Sumber data sekunder dikumpulkan dari berbagai artikel,
baik koran maupun internet dan karya tulis ilmiah, hasil-hasil penelitian para
pakar, artikel-artikel yang terpublikasikan baik melalui media cetak seperti
koran atau majalah yang berkaitan dengan sesuai dengan topik pembahasan, serta
bahan-bahan pendukung lainnya.
1.6.4. Metode Pendekatan
Metode
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka,[23] yang
mengkaji masalah ancaman pidana nilai barang yang dikategorikan makar dengan berdasarkan pada aturan-aturan hukum yang
berlaku di Indonesia dalam hal ini adalah hukum pidana positif dan juga
berdasarkan aturan-aturan hukum pidana Islam.
Untuk penyusunan
dan penulisan berpedoman kepada buku pedoman penulisan karya ilmiah dan pedoman Transliterasi Arab
Latin, yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Darussalam
Banda Aceh Tahun 2010, Sedangkan untuk terjemahan ayat-ayat Al-qur’an dikutip
dari Al-qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemahan
Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia 1995.
1.7. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika pembahasan skripsi ini, maka sistematika pembahasan skripsi ini
terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksud untuk mempermudah terhadap keseluruhan hasil penelitian ini pembahasan
terdiri dari :
Bab Satu, Pendahuluan, yang berisi Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan pembahasan,
Penjelasan istilah, Kajian pustaka, Metode penelitian dan Sistematika pembahasan.
Bab Dua, mengenai Tindak pidana kejahatan makar dalam hukum positif, yang berisi tentang pengertian makar, sanksi, dasar hukum, kategori makar dan pendapat para
pakar tentang Tindak pidana kejahatan
makar dalam KUHP.
Bab Tiga,
mengenai Tinjauan hukum Islam tentang Tindak pidana kejahatan makar dalam KUHP,
berisi tentang Makar dalam hukum Islam; pengertian, dasar hukum, sanksi, Ketentuan hukum Islam tentang Tindak
pidana kejahatan makar dalam
KUHP, dan Ketentuan hukum Islam terhadap jenis makar dalam KUHP.
Bab Empat, merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran
dari permasalahan-permasalahan yang penulis bahas.
[1]Desi
Mawarni, Penganiayaan terhadap Ibu Hamil Berakibat Kematian Janin menurut
Hukum Pidana Islam dan Hukum pidana positif, http://teosufi.webs.com/apps/blog/entries
/show/7280884/ html. diakses tanggal 11 Juli 2012.
[2]Nico Ngani
dan A. Qiram Syamsuddin Meliala, Psikologi Kriminal dalam Teori dan Praktek
Hukum Pidana, cet. ke-1 (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 1985), hlm. 25.
[3]Padmo Wahjono, Sistem Hukum Nasional dalam Negara
Hukum Pancasila: Pidato Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis Universitas
Indonesia ke-33,
(Jakarta: Rajawali,
1983), hlm. 1.
[4]Lamintang,
Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan terhadap Kepentingan Hukum Negara, (Bandung: Sinar Baru, 1986), hlm. 5.
[5]Abdul Halim Barkatullah, Hukum Islam “Menjawab
Tantangan Zaman yang terus Berkembang”,
(Jakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), hlm. 268.
[6]Zainuddin
Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), hlm. 122.
[9]Imam
Syafi’i, Abu Abdullah Muhammad Bin Idris, Ringkasan
Kitab Al-umm Buku 2, (terj. Imron Rosadi, Amiruddin, Imam Awaluddin), (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2004), hlm. 285.
[10]M. Quraish
Shihab, Tafsir Al Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qura’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm. 243.
[11]Tongat, Hukum
Pidana Materiil: Tinjauan atas Tindak Pidana terhadap Subyek Hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 197.
[13]Adami
Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 75.
[14]EM Zul Fajri, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Difa Publisher, 2008), hlm 819.
[16]Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Eska Media, 2003),
hlm. 838.
[17]Abdul Azis
Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid. 4, (Jakarta: Ictiar Baru van
Hoeve, 1996), hlm. 1080.
[18]R. Soesilo,
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap. Cet. 10. (Bogor: Politeia, 1988), hlm. 23.
[19]Sudarsono, Kamus
Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 169.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar